KATA
PENGANTAR
Segala puji milik
Alloh, Tuhan semesta alam yang telah menjadikan manusia sebagai makhluk yang
berakal dan berhati, memiliki kemampuan untuk berfikir dan merasa, serta yang
telah menjadikan manusia sebagai makhluk yang mulia dengan kuasa-Nya.
Sholawat serta salam
semoga dan selalu tercurahlimpahkan kepada sebaik-baiknya makhluk Alloh, nabi
akir zaman, kekasih Tuhan semesta alam, junjunan setiap makhluk Alloh yang
lainnya, panutan dan teladan kita semua, Nabi Muhammad SAW.
Atas Berkat, Rahmat, dan Maghfiroh-Nya,
saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini disusun sebagai
tugas pada mata kuliah “ Filsafat Islam “. Adapun isi makalah ini
menjelaskan tentang filsuf pada tahun 1800 ke atas yaitu salah satunya Syed
Muhammad Naquib Al Attas.
Saya menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan. Baik dari segi
materi maupun cara dan metode kami dalam menyampaikannya. Oleh karena itu, saya
menerima dengan tangan terbuka dan lapang dada untuk menerima masukan, kritik,
dan saran yang bersifat membangun dari para pemerhati sekalian.
Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi saya yang telah membuat makalah ini
dan umumnya buat yang membaca makalah ini.
Bandung, 10 Nopember 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
- Latar Belakang Masalah............................................................................... 1
- Rumusan Masalah........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 2
- Sejarah Kehidupan....................................................................................... 2
- Hasil Karyanya............................................................................................. 4
- PemikiranNaquib Al Attas......................................................................... 10
- De Westernisasi dan Islamisasi...................................................... 10
- Metafisika dan epistemology......................................................... 11
- Moralitas dan Pendidikan.............................................................. 15
BAB III PENUTUP.............................................................................................. 16
- Simpulan.................................................................................................... 16
Daftar Pustaka........................................................................................................ iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Syed Muhammad Naquib Al-Attas adalah sedikit dari segelintir intelektual
Muslim kontemporer yang intelektualitasnya berakar kuat pada tradisi Islam.
Al-Attas menggunakan istilah-istilah yang telah mapan dalam tradisi keilmuan
Islam. Hal ini —selain menunjukan penghormatan yang mendalam pada tradisi Islam
di satu sisi— juga merujuk pada kematangan intelektual di sisi lain, mengingat
pendidikan yang dijalaninya tidak hanya di lembaga-lembaga milik umat Islam.
Dalam skripsi ini, penulis akan mencoba memaparkan secara singkat biografi
Al-Attas, mulai dari latar belakang keluarga, masa pendidikan dan
karya-karyanya.
Pemaparan sejarah hidup seorang tokoh, sekalipun dengan singkat, menjadi
hal yang tidak bisa dihindari dalam penulisan pemikirannya, karena hal itu erat
berkelindan dengan pemikiran yang dituangkan dan aktifitas yang dijalani tokoh
itu kemudian. Kontribusi konkrit Al-Attas dalam bidang pemikiran pendidikan
sangat perlu dipaparkan, mengingat hal ini akan membuktikan bahwa ide-ide yang
dituangkan Al-Attas dalam buku-bukunya bukanlah ide utopis yang tidak bisa
dicapai dalam realitas.
Oleh karna itu saya akan sedikit membahas dalam makalah ini mengenai filsup
muslim diatas tahun 1800 san salah satunya yaitu Syed Muhammad Naquib Al Attas.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun isi pembahasan yang akan saya bahas dalam makalah ini yaitu :
a. Menjelaskan Sejarah atau Biografi Syed Muhammad Naquib
Al Attas !
b. Apa saja Karya dan Artikel ketika Syrd Muhammad Naquib
Al Attas ?
c. Bagaimana Pemikiranya menurut Syed Muhammad Naquib Al
Attas ?
BAB
II
PEMBAHASAN
SYED
MUHAMMAD NAQUIB AL ATTAS
A.
Sejarah Kehidupannya
Syed
Muhammad Naquib al Attas dilahirkan dibogor, jawa barat pada tanggal 5september
1931. Pada waktu itu Indonesia masih berada dibawah kolonialisme belanda. Bila
dilihat dari garis keturunanya, al Attas termasuk orang yang beruntung secara
inhern. Sebab dari kedua belah pihak, baik dari pihak ayah maupun ibu merupakan
orang yang berdarah biru. Ibunya yang asli bogor itu masih keturunan bangsawan sunda, sedangkan
ayah nya masih tergolong bangsawan di johor.[1]
Bahkan mendapat gelar sayyid yang dalam tradisi islam orang yang mendapat gelar
tersebut merupakan keturunan langsung dari Nabi Muhammad.
Ketika
berusia 5 tahun, Al Attas diajak orang tuanya migrasi ke Malaysia. Disini al
Attas dimasukan dalam pendidikan dasar Ngee Heng Primary School sampai usia 10
tahun. Melihat perkembangan yang kurang menguntungkan yakni ketika jepang
menguasai Malaysia, maka al Attas dan keluarganya kembali lagi ke Indonesia.
Disini ia melanjutkan pendidikanya di sekolah Urwah al Wusqa, sukabumi selama 5
tahun. Di tempat ini Al Attas mulai mendalami da mendapatkan pemahaman tradisi
islam yang kuat, terutama tarekat. Hal ini bias dipahami , karena saat itu di
sukabumi telah berkembang perkumpulan Tarekat Naksabandiyah.[2]
Al
attas sempat masuk militer di inggris, naamun tak lama kemudian al Attas
mengundurkan diri dari dinas militer dan mengembangkan potensi dasarnya yakni
bidang intelektual. Maka Al attas sempat masuk Universitas Malaya selama dua
tahun. Berkat kecerdasan dan ketekunanya dia dikirim oleh pemerintah Malaysia
untuk melanjutkan study di institute of Islamic stadies, Mc Gill, Canada.
Berkat kecerdasan dan ketekunannya, dia dikirim oleh pemerintah Malaysia
untuk melanjutkan studi di Institute of Islamic Studies, McGill, Canada. Dalam
waktu yang relatif singkat, yakni 1959-1962, dia berhasil menggondol gelar
master dengan mempertahankan tesis Raniry and the Wujudiyyah of 17th Century
Aceh. Dia sangat tertarik dengan praktek sufi yang berkembang di Indonesia
dan Malaysia, sehingga cukup wajar bila tesis yang diangkat adalah konsep Wujudiyyah
al Raniry. Salah satu alasannya adalah dia ingin membuktikan bahwa
islamisasi yang berkembang di kawasan tersebut bukan dilaksanakan oleh kolonial
belanda, melainkan murni dari upaya umat Islam sendiri.
Di Universitas McGill, dia berkenalan dengan beberapa
orang sarjana terkenal, seperti Sir Hamilton Gibb (Inggris), Fazrul Rahman
(Pakistan), Toshihiko Izutsu (Jepang), dan Seyyed Hossein Nasr (Iran). Al-Attas
mendapat gelar M.A. dari Universitas McGill pada 1962 setelah lulus dengan
nilai yang sangat memuaskan.
Setahun kemudian, atas dorongan beberapa orang sarjana
dan tokoh-tokoh orientalis yang terkenal, seperti Profesor A.J. Arberry
(Cambridge), Sir Mortimer Wheeler (Akademi Inggris), Sir Richard Winstedt
(Akademi Inggris), dan pimpinan Royal Asiatic Society, Al-Attas pindah ke SOAS
(School of Oriental and African Studies) Universitas London, untuk meneruskan
pendidikan doktoralnya. Di sini, dia belajar di bawah bimbingan Profesor
Arberry dan Dr. Martin Lings. Pada 1965, dia memperoleh gelar Ph.D setelah dua
jilid disertasi doktoralnya yang berjudul The Mysticism of Hamzah Fanshuri
lulus dengan nilai yang sangat memuaskan.
Tahun 1965, al-Attas kembali ke Malaysia. Dia langsung
ditunjuk menjadi Ketua Jurusan Sastra dan selanjutnya Dekan Fakultas Sastra di
Universitas Malaya. Tahun 1970, dalam kapasitasnya sebagai salah satu pendiri
Universitas Kebangsaan Malaysia, al-Attas berusaha mengganti pemakaian bahasa
Inggris menjadi bahasa Melayu. Dia juga pendiri sekaligus Rektor International
Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC), Kuala Lumpur,
Malaysia. Al-Attas adalah seorang pakar yang menguasai pelbagai disiplin ilmu,
meliputi; teologi, filsafat dan metafisika, sejarah, sastra, kebudayaan, serta
pendidikan. Beberapa karyanya, baik berupa lukisan kaligrafi, seni
bangunan/arsitektur yang dirancangnya, juga karya ilmiah yang disusunnya telah
dinikmati banyak kalangan. Tak lebih kiranya hingga ia sering mendapatkan
penghargaan internasional, baik dari kalangan Barat maupun Asia.
Salah
satu pengaruh yang besar dalam diri al attas adalah asumsi yang mengatakan
bahwa terdapat integritas antara realitas metafisis, kosmologis dan fsikologis.
Asumsi dasar inilah yang pada perkmbangan selanjutnya dikembangkan oleh sayyed
Hossein Nasr, Osman Bakar, dan al attas sendiri.
B.
Hasil Karyanya
Sepanjang
sepanjang pengembangan intelektualnya al attas telah menulis beberapa karya.sampai
saat ini kurang lebih 15 karya yang telah dibukukan. Belum termasuk makalah-makalah
yang tersebar di seminar yang belum sampai terbukukan. Diantaranya karya karya
itu sebagai berikut :
a.
Al
Raniri and the Wujudiyyah of 17 th Century Acheh adalah judul tesis yang ditulis ketika menempuh dan menyelesaikan
studi S.2 di Mc.Gill Canada. Dalam tesis ini al attas berpendapat bahwa
Naruddin al Raniry telah mampu mendefinisikan dan menjelaskan medan semantic
dan kata-kata kunci melayu yang berhubungan dengan islam.
b.
The
Origin of the Malay Sha’ir, islam in the history and culture of the Malays merupakan disertasi yang berhasil dipertahankan ketika menempuh
study program Doctor di universitas London dibawah pimpinan Martin Ling. Bahwa
al Attas mengemukakan bahwa terdapat kesatuan gagasan metafisika di dunia islam
dan pandangan systematic tentang realitas baik mengenai tuhan, alam semesta,
manusia maupun ilmu.
c.
Islam
the Concept of religion and the Foundation of Ethics and Morality al attas mencoba menjelaskan tentang arti pentingnya penguasaan
ilmu sebagai landasan bagi peraktik, etika dan moralitas keagamaan secara
menyeluruh. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mememahami teks-teks dalam al
Qur’an dan segala yang telah diperbuat oleh Nabi Muhammad sebagai uswatun
hasanah.
d.
Preliminary
Thoughts on the Nature of Knowledge and the definition and Aims of Education mengungkap tentang arti pentingnya upaya merumuskan dan memadukan
unsure-unsur islam yang eesensial serta konsep-konsep kuncinya sehingga
menghasilkan suatu komposisi yang akan merangkum pengetahuan inti kemudian
dikembangka dalam pendidikan islam daritingkat bawah sampai tingkat tinggi.
e.
The
Concept of Education in Islam : A Framework for an Islamic Philosophy of
education , al attas menjelaskan tentang
penggunaan istilah tarbiyah, ta’lim dan ta’dib.yang tepat untuk
menterjemahkan pendidikan adalah ta’dib, sebab inti dari pendidikan
adalah pembentukan watak dan akhlak yang mulia. Serta mengenai ilmu ada dua
pembagian yang sangat besar yakni yang pertama : Ilmu agama yang meliputi al
Qur’an, al sunnah, al Syari’ah, al tauhid, al tasawuf dan bahasa. sedangkan
yang kedua ilmu Rasional, intelektual dan filsafat yang meliputu ilmu tentang
manusia, alam terapan dan teknologi.
f.
Islam
and the Philosophy of science
g.
The
Natural man and the Phsycologhy of Human Soul,
h.
The
Meaning and Experience of Happines in Islam,
i.
On
Quiddityand essence,
j.
The
intuition of eksistensi dan degrees of existence,
k. Comments on the
Re-examination of Al-Raniri’s Hujjat Al-Shiddiq: A Refutation, Museums Department, Kuala Lumpur, 1975.
l.
Islam: The Concept of the Religion and the Foundation of Ethics and
Morality, Angkatan Belia Islam
Malaysia (ABIM), Kuala Lumpur, 1976. Telah diterjemahkan ke dalam bahasa Korea,
Jepang, dan Turki.
m. Islam: Paham
Agama dan Asas Akhlak, ABIM, Kuala Lumpur, 1977. Versi bahasa Melayu buku
No. 12 di atas.
n. Islam and
Secularism, ABIM, Kuala Lumpur, 1978. Diterjemahkan ke dalam bahasa
Malayalam, India, Persia, Urdu, Indonesia, Turki, Arab, dan Rusia.
o. (Ed.) Aims and
Objectives of Islamic Education: Islamic Education Series, Hodder and
Stoughton dan King Abdulaziz University, London: 1979. Diterjemahkan ke dalam
bahasa Turki.
p. The Concept of Education in
Islam, ABIM, Kuala Lumpur, 1980.
Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Persia, dan Arab.
q. Islam, Secularism, and The
Philosophy of the Future, Mansell,
London dan New York, 1985.
r.
A Commentary on the Hujjat Al-Shiddiq of Nur Al-Din Al-Raniri, Kementerian Kebudayaan, Kuala Lumpur, 1986.
s. The Oldest Known Malay
Manuscript: A 16th Century Malay Translation of the ‘Aqa’id of
Al-Nasafi, Dept. Penerbitan
Universitas Malaya, Kuala Lumpur, 1988.
t.
Islam and the Philosophy of Science, ISTAC, Kuala Lumpur, 1989. Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,
Bosnia, Persia, dan Turki.
u. The Nature of Man and the
Psychology of the Human Soul, ISTAC, Kuala Lumpur, 1990. Diterjemahkan ke dalam bahasa Persia.
v. The Intuition of Existence, ISTAC, Kuala Lumpur, 1990. Diterjemahkan ke dalam
bahasa Persia.
w. On Quiddity and Essence, ISTAC, Kuala Lumpur, 1990. Diterjemahkan ke dalam
bahasa Persia.
x. The Meaning and Experience
of Happiness in Islam, ISTAC, Kuala
Lumpur, 1993. Diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, Turki, dan Jerman.
y. The Degress of Existence, ISTAC, Kuala Lumpur, 1994. Diterjemahkan ke dalam bahasa
Persia.
z. Prologonema to the
Metephysics of Islam: An Exposition of the Fundamental Elements of the
Worldview of Islam, ISTAC, Kuala
Lumpur, 1995. Diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia.
Setelah
karya – karya itu namun syed naquib al attas memiliki banyak artikel Daftar artikel berikut ini tidak termasuk
rekaman ceramah-ceramah ilmiah yang telah disampaikan di depan publik.
Berjumlah lebih dari 400 dan disampaikannya di Malaysia dan luar negeri antara
pertengahan 1960-1970, aktivitas ceramah ilmiah ini masih berlangsung sampai
sekarang.
1. “Note on the Opening of Relations between Malaka
and Cina, 1403-5”, Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic
Society (JMBRAS), Vol. 38, pt. 1, Singapura, 1965.
2. “Islamic Culture in Malaysia”, Malaysian Society
of Orientalism, Kuala Lumpur, 1966.
3. “New Light on the Life of Hamzah Fanshuri”,
JMBRAS, Vol. 40, pt. 1, Singapura, 1967.
4. “Rampaian Sajak”, Bahasa, Persatuan Bahasa
Melayu Universiti Malaya No. 9, Kuala Lumpur, 1968.
5. “Hamzah Fanshuri”, The Penguin Companion to
Literature, Classical and Byzantine, Oriental, and African, Vol. 4, London,
1969.
6. “Indonesia: 4 (a) History: The Islamic Period”, Encyclopedia
of Islam, edisi baru, E.J. Brill, Leiden, 1971.
7. “Comparative Philosophy: A Southeast Asian Islamic
Viewpoint”, Acts of the V International Congress of Medieval Philosophy,
Madrid-Cordova-Granada, 5-12 September 1971.
8. “Konsep Baru Mengenai Rencana Serta Cara-Gaya
Penelitian Ilmiah Pengkajian Bahasa, Kesusastraan, dan Kebudayaan Melayu”, Buku
Panduan Jabatan Bahasa dan Kesusastraan Melayu, Universiti Kebangsaan
Malaysia, Kuala Lumpur: 1972.
9. “The Art of Writing, dept. Museum”, Kuala Lumpur,
10. “Perkembangan Tulisan Jawi Sepinta Lalu”, Pameran
Khat, Kuala Lumpur, 14-21 Oktober 1973.
11. “Nilai-Nilai Kebudayaan, Bahasa, dan Kesusastraan
Melayu”, Asas Kebudayaan Kebangsaan, Kementerian Kebudayaan Belia dan
Sukan, Kuala Lumpur, 1973.
12. “Islam in Malaysia” (versi bahasa Jerman), Kleines
Lexicon der Islamischen Welt, ed. K. Kreiser, W. Kohlhammer, Berlin
(Barat), Jerman, 1974.
13. “Islam in Malaysia”, Malaysia Panorama,
Edisi Spesial, Kementerian Luar Negeri Malaysia, Kuala Lumpur, 1974. Juga
diterbitkan dalam edisi bahasa Arab dan Prancis.
14. “Islam dan Kebudayaan Malaysia”, Syarahan Tun
Sri Lanang, seri kedua, Kementerian Kebudayaan, Belia dan Sukan, Kuala
Lumpur, 1974.
15. “Pidato Penghargaan terhadap ZAABA”, Zainal
Abidin ibn Ahmad, Kementerian Kebudayaan, Belia dan Sukan, Kuala Lumpur,
1976.
16. “A General Theory of the Islamization of the Malay
Archipelago”, Profiles of Malay Culture, Historiography, Religion, and
Politics, editor Sartono Kartodirdjo, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Jakarta, 1976.
17. “Preliminary Thoughts on the Nature of Knowledge
and the Definition and Aims of Education”, First World Conference on Muslim
Education, Makkah, 1977. Juga tersedia dalam edisi bahasa Arab dan Urdu.
18. “Some Reflections on the Philosophical Aspects of
Iqbal’s Thought”, International Congress on the Centenary of Muhammad Iqbal,
Lahore, 1977.
19. “The Concept of Education in Islam: Its Form,
Method, and Sistem of Implementation”, World Symposium Al-Isra’, Amman,
1979. Juga tersedia dalam edisi bahasa Arab.
20. “ASEAN–Kemana Haluan Gagasan Kebudayaan Mau
Diarahkan?” Diskusi, Jilid. 4, No. 11-12, November-Desember, 1979.
21. “Hijrah: Apa Artinya?” Panji Masyarakat,
Desember, 1979.
22. “Knowledge and Non-Knowledge”, Readings in
Islam, No. 8, First Quarter, Kuala Lumpur, 1980.
23. “Islam dan Alam Melayu”, Budiman, Edisi
Spesial Memperingati Abad ke-15 Hijriah, Universiti Malaya, Desember 1979.
24. “The Concept of Education in Islam”, Second
World Conference on Muslim Education, Islamabad, 1980.
25. “Preliminary Thoughts on an Islamic Philosophy of
Science”, Zarrouq Festival, Misrata, Libia: 1980.
26. “Religion and Secularity”, Congress of the
World’s Religions, New York, 1985.
27. “The Corruption of Knowledge”, Congress of the
World’s Religions, Istanbul, 1985.
Demikianlah
diantara karya-karya monumental al attas yang berupaya membangun paradigm
pemikiran islam dengan modal tradisi islam yang sudah ada dan dengan penekanan
pada nilai-nilai metafisis, sehingga merupakan suatu hal yang wajar bila
pemikiran demikian ini perlu dikembangkan dan disuburkan dikalangan intelektual
dikalangan islam kontemporer.
Fazlur Rahman, salah seorang sarjana Islam terkemuka, memberikan kriteria
utama yang membuat seseorang itu layak disebut sebagai seorang pemikir besar
dan orisinal, Pemikir besar dan orisinal itu adalah seseorang yang menemukan
gagasan pokok (master idea), yaitu prinsip dasar yang mengandung semua
realitas lalu memahaminya sehingga menjadi sesuatu yang baru dan penting.
Gagasan pokok itu mengubah dasar-dasar perspektif kita dalam melihat realitas
bahkan bisa memberikan solusi yang segar dan jitu terhadap permasalahan-permasalahan
lama yang mengganggu pikiran manusia.
Meskipun layak untuk diperhatikan, terdapat beberapa catatan yang perlu
dipertimbangkan mengenai kriteria yang dikemukakan Rahman di atas. Pertama,
criteria itu menepikan manusia-manusia agung yang telah memberkahi permukaan
bumi ini, yaitu para Nabi. Tidak satu pun di antara mereka yang mengklaim telah
menemukan gagasan pokok, sebab, sebagaimana yang sering dikatakan Al-Attas
dalam pelbagai kesempatan, sebagian besar gagasan pokok-seperti gagasan
mengenai keuniversalan Tuhan dalam agama, nasib manusia, dan prinsip-prinsip
moral-pada hakekatnya tidak ditemukan oleh akal manusia yang tidak
dipersiapkan. Para Nabi sudah tentu lebih dari sekedar para pemikir dan apa
yang telah mereka ajarkan sangat banyak menyentuh perkara-perkara mendasar yang
selama ini menghantui pemikiran manusia. Berdasarkan hal ini, criteria lain
yang lebih inklusif mengenai seseorang yang bisa disebut sebagai pemikir besar
sangat diperlukan.
Seorang pemikir besar tidak harus menemukan master idea. Sebaliknya, ia
harus mampu menemukan kembali dan mengafirmasikan sebuah kebenaran yang
terlupakan, atau tersalahpahami, dan menerjemahkannya dalam pelbagai aspek
pemikiran dengan cara yang berbeda dan belum pernah dilakukan sebelumnya secara
mantap dan konsisten, walaupun dalam melakukan hal ini ia dikelilingi oleh
pelbagai kebodohan dan penolakan. Kriteria ini mencakup semua Nabi dan pengikut
mereka yang taat di kalangan sarjana Muslim. Dalam pengerian ini, seseorang
yang disebut sebagai pemikir besar dan orisinal, pemikir yang berhasil
memberikan pengertian dan pemahaman baru terhadap ide-ide lama sekaligus
menjamin kesinambungan dan keaslian sebuah master idea untuk persoalan
intelektual dan kebudayaan yan gada pada zamannya dan problem kemanusiaan
umumnya. Oleh karena itu, kecemerlangan pemahaman para sarjana dan orang dan
orang arif, seperti Al-Ghazali dan Mulla Shadra, diikuti Iqbal, dan sekarang
Al-Attas, sangat layak untuk dianggap dan diakui sebagai manifestasi dari
kualitas pemikir besar dan orisinal.
Dalam konteks Al-Attas, dia sangat layak dianggap sebagai seorang pemikir
besar dan orisinal di Dunia Islam kontemporer, karena selama ini dia telah
menggulirkan ide-ide fundamental dan mapan yang telah diabaikan oleh sebagian
orang dan disalahpahami oleh sebagian yang lain. Kemudian, dia mengklarifikasi,
menjabarkan, dan menghubungkan ide tersebut dengan lingkungan intelektual dan
dinamika budaya umat Islam kontemporer. Dia juga datang dengan membawa beberapa
solusi terhadap pelbagai permasalahan yang berkaitan dengan aspek-aspek
sejarah, intelektual, dan kebudayaan Islam di gugusan pulau rumpun Melayu.
Tidak heran jika Fazlur Rahman memuji Al-Attas dan menyebutnya sebagai “seorang
pemikir yang jenius”.
C. Pemikiran Naquib Al Attas
Paradigm
pemikiran al attas bila dikaji secara historis merupakan sebbuah pemikiran yang
berawal dari dunia metafisis kemudian ke dunia kosmologis dan bermuara pada
dunia psikologis.perjalanan pendidikan dan kehidupanya itu berawal dari
keperihatinanya terhadap penyempitan makna terhadap istilah-istilah ilmiah
islam yang disebabkan oleh upaya westernisasi, mitologisasi, pemasukan hal-hal
yang ghaib dan sekularisasi.
a.
De westernisasi dan islamisasi
Tema
De westernisasi mempunyai arti pembersihan dari
westernisasi. Jika westernisasi dipahami sebagai pembaratan, atau
mengadaptasi, meniru dan mengambil alih gaya hidup barat.[3]
Maka de
westernisasi dipahami sebagai upaya penglepasan sesuatu dari proses pembaratan
atau dengan kata lain memurnikan sesuatu dari pengaruh-pengaruh barat.
Dalam batasan al attas de
westernisasi adalah proses mengenal, memisahkan dan mengasingkan unsure-unsur
sekuler ( substansi, roh, watak, dan kepribadian kebudayaan serta peradaban
barat ) dari tubuh pengetahuan yang akan merubah bentuk-bentuk, nilai-nilai dan
tafsiran konseptual isi pengetahuan seperti yang disajikan sekarang.[4]
Secara simplistis dapat dikatakan
bahwa al attas dapat terinspirasi oleh gerakan wahabi. Sebab dalam pandangan al
attas sendiri suluk-suluk sufi merupakan ajaran yang sangat penting dalam
tarekat islam. Sedangkan tarekat itu sendiri merupakan institusi lanjutan dari
praktik-praktik tasawuf. Wahabi dan pemikiran d westerenisasi al attas
mempunyai karakteristik yang sama. Yakni pemurnian ajaran islam dan mendapat
dukungan pemerintah, akan tetapi mempunyai berbagai perbedaan.
1.
Tentang
objek dan sasaran
Bila
wahabi membrantas noda – noda yang mengotori ajaran tauhid, maka de
westernisasi yang dikembangkan al attas mempunyai sasaran pembersihan noda-noda
yang mengotori pengetahuan ( ilmu ).
2.
Sikap
dan praktik sufi
Bila
wahabi bersikap keras terhadap praktik-praktik sufi yang telah melembaga
menjadi berbagai tarekat, maka de-westernisasi justru berangkat dari pemahaman
secara mendalam terhadap praktik-praktik sufi tersebut, khususnya tentang
tingkatan – tingkatan dalam suluk-suluk nya.
3.
Titik
berangkat
Bila
wahabi berangkat dari tindakan-tindakan menyimpang yang bersifat praktis, mak
de-westernisasi berangkat dari isu-isu pemikiran yang bersifat teoritis. Upaya
de-westernisasi tidak akan mempunyai signifikansi bagi umat islam bila tidak
didukung dengan islamisasi. Islamisasi dalam pandangan al attas adalah proses
pembebasan manusia dari tradisi magis, mitologis, animis, tradisi-nasionalis
dan cultural serta sekularisme. Ia terbebaskan dari kedua pandangan dunia yang
magis dan sekuler.
b.
Metafisika dan epistemology
1). Metafisika islam
Pemikiran
metafisika al attas berangkat dari paham teologisnya. Dalam tradisi islam
terkenal dengan istilah tasawuf. Al attas memberikan batasan yang jelasa
mengenai berbagai tingkatan dalam dunia kesufian. Paling tidak ada tiga
tingkatan yang bersifat hirarkis yaitu :
·
Pertama,
Mubtadi, yakni seorang sufi yang berada pada tingkatan awal. Tingkatan
ini menjadi tenaga pertama dalam upaya merengkuh tenaga selanjutnya. Si salik (
orang yang melakukann olah spiritual tasawuf ) tidak akan mengalami promosi
tingkat yang lebih tinggi bila dalam gradasi yang pertama belum berhasil secara
tuntas.
·
Kedua,
Mutawasitth, memasuki gradasi kedua si salik sudah mendalami dan
mengamalkan wirid dan dzikir mengenai kuantitas, kualitas, tempo dan
frekuensinya ditentukan sang mursyid (guru si salik). Pada tingkatan ini si
salik harus melaksanakan wirid dan dzikir secara kontiniu. Sedangkan dzikir itu
meliputi bentuk perkataan ( Qauly ), perbuatan ( Fi’ly ), dan perasaan yang
dilakukan dalam hati ( Qalby ).
·
Ketiga,
Muntahiy , pada tingkatan tertinggi ini, si salik memasuki dunia
filsafat dan dunia metafisika. Gradasi terakhir ini mewajibkan si salik
memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam tentang tiga jenis pengetahuan yang
mendalam terntang tiga jenios pengetahuan, yaitu ilmu kebijaksanaan ketuhanan (
al hikmah al ilahiyyah ), ilmu naqliyah atau sar’iyah ( Al ulum al
Syar’iyah ), dan yang terakhir ilmu rasional ( al ulum al ulumiyah ).
Dengan
ketiga jenis pengetahuan itu, maka tasawuf yang dikemukakan al attas lebih
dikenal dengan sebutan tasawuf falsafati. Sedangkan yang membatasi
dirinya pada tingkatan pertama dan kedua dikenal dengan istilah tasawuf
akhlaqiy.
2). Dialektika epistimologi modern
dan islam
(a). Inti Asumsi dan Metode
Epistemologi Modern
Al
attas mengemukakan bahwa inti asumsi-asumsi episteotentik : Bahwa ilmu yang
berhubungan dan bersangkut paut dengan phenomena, bahwa sains ini termasuk
pernyataan pernyataan dasar dan kesimpulan kesimpulan umum sains dan filsafat
yang diturunkan darinya.
Dengan landasan filsafat tersebut
diatas, maka metode metode utama yang dikembangkan tidak luput dari tiga macam
metode :
·
Pertama,
Nasionalisme filosofis yang cenderung atau persepsi indrawi.
·
Kedua,
Rasionalisme secular yang cenderungg lebih bersandar pada pengalaman indrawi
dan menyangkal otoritas serta intuisi, serta menolak wahyu dan agama sebagai
sumber ilmu yang benar.
·
Ketiga
empirisme filosofis atau empirisme logis yang menyandarkan seluruh ilmu pada
fakta-fakta yang dapat diamati, bangunan logika dan analisis bahasa.
(b). Sumber dan Metode epistemologi islam
Al
attas mengatakan bahwa bahwa ilmu datang dari tuhan dan diperoleh melalui
sejumlah saluran : indra yang sehat, laporan yang benar yang disandarkan pada
otoritas, akal yang sehat dan intuisi.
(1).
Indra –indra lahir dan batin
Dengan menyebut istilah indra yang sehat maka
yang dimaksud adalah indra lahiriah yang meliputi perasa tubuh, pencium, perasa
lidah, penglihat dan pendengar yang semuanya berfungsi untuk mempersepsi hal hal particular. Terkait dengan panca
indra diatas adalah lima indra bathin yang secara bathiniah mempersepsi
cita-cita indrawi dan makanaya, menyatukan atau memisah misahkanya, mencerap
gagasan gagasan tentangnya dan menyimpan hasil-hasil penyerapanya.
Pandangan
tentang indra lahir dan batin ini pada dasarnya hanya merupakan rektualisasi
pandangan filsafat ibnu sina ( 980-1037 M ) tentang jiwa. Menurut ibnu sina
jiwa dibagi menjadi tiga bagian yakni jiwa tumbuh-tumbuhan, jiwa binatang dan
jiwa manusia.
Sebagai
upaya rektualisasi pemikiran filsafat islam klasik, maka pemikiran al attas
dalam masalah ini telah mampu mengelaborasi dengan pandangan metafisika. Dalam
pandanganya antara pandangan metafisika dan epistemology merupakan sebuah
system yang integral. Sebab metafisika metafisika merupakan landasan utama bagi
epistemology.
(2).
Akal dan intuisi
Integritas
antara akal dan intuisi dalam epistemology islam merupakan sebuah keharusan.
Sebab, diantara unsure diatas walaupun mempunyai karakteristik berbeda, yaitu
bila akal mengarah pada hal-hal intelligible yang diupayakan sedangkan
intuisi yaitu mengarah pada hal-hal sensible yang dianugrahkan, akan
tetapi merupakan unsure yang sama. Maksudnya bila akal merupakan salah satu
sarana aktivitas jiwa yang tentunya berkaitan dengan ruh dan kalbu, maka
intuisi juga merupakan hal yang sama.
Mengenai
akal yang sehat menurut al attas, bukan semata mata terbatas pada unsure-unsur
indrawi atau pada fakultas mental yang secara logis mensistemisasi dan
mentafsirkan fakta-fakta pengalaman indrawi menjadi suatu citra akliah yang
dapat dipahami setelah mengalami proses abstraksi. Akal adalah suatu substansi
ruhaniah yang melekat dalam organ ruhaniah pemahaman, yang disebut hati atau
kalbu, yang menjadi tempat terjadinya intuisi.
Sebagaimana
halnya, al attas tidak membatasi akal pada unsure-unsur indrawi, dia juga tidak
membatasi intuisi pada pengenalan langsung tanpa perantara oleh subjek yang
mengenali tebtang dirinya sendiri. Berkaitan dengan klasifikasi tingkatan
intuisi ini, sebagai kelanjutanya berimplikasi pada otoritas ilmu pengetahuan
baik yang bersumber dari akal maupun intuisi dalam paradigm pemikiran islam.
(3).
Otoritas
Dalam
masalah laporan yang yang benar sebagai jalan yang diperolehnya ilmu, al attas
membaginya kedalam dua macam:
·
Pertama,
laporan yang disampaikan secara berangkai dan tidak terputusoleh sejumlah orang
dan tidak masuk akal jika mereka dianggap dengan sengaja bermaksud membuat
dusta bersama-sama.
·
Laporan
atau pesan yang dibawa oleh rosulullah SAW.
Otoritas
jenis pertama yang termasuk di dalamnya sarjana, ilmuan dan orang yang berilmuan
pada umumnya dapat dipersoalkan oleh nalar dan pengalaman. Tapi otoritas jenis
yang kedua bersifat mutlak. Otoritas
pada akhirnya didasarkan pada pengalaman intuitif, yaitu baik yang berkait
dengan tatanan indra dan realitas indrawi.
Otoritas
yang tertinggi dalam paradigma islam adalah al Qur;an kemudian al sunnah yang
terbukti keabsahanya. Dengan demikian paradigm islam memiliki otoritas yang
bertingkat. Tentunya tingkat transcendental dan mutlaklah yang menempati posisi
utama dan selanjutnya menuju pada yang bersifat imanen-relatif.
(c).
Proses Epistemologi Penciptaan Makna
Istilah
“ makna “, difahami al attas sebagai pengenalan masing-masing tempat yang tepat
dari segala sesuatu dalam suatu system yang terjadi, ketika hubungan antara
sesuatu itu dengan lainya dalam system tersebut menjadi jelas dan terpahami. Makna
adalah suatu bentuk citra aqliyah yang ditujukan oleh penggunaan suatu
kata, ungkapan atau lambang. Ketika kata, ungkapan atau lambing itu menjadi
suatu gagasan dalam pikiran maka itu disebut “ sesuatu yang telah difahami ”.
Sebagai suatu bentuk citra aqliyah yang terbentuk sebagai jawaban atau
pertanyaan “ apa “, maka makna disebut esensi.
Makna
bisa dianggap sebagai citra aqliyah yaitu sesuatu yang dapat dipahami, esensial,
dan realitas atau individualitas, teori ini lebih mengacu pada perkembangan
pemikiran yang mutakhir sebab pemikiran yang berkembang memahami citra akliyah
berbeda dengan esensi atau realitas, sesuatu yang telah dipahami berbeda dengan
individualitas maupun esensi bahkan realitas itu sendiri.
Eksistensi
manusia mempunyai tingkat-tingkat berbeda bergantung kepada beragam jankauan
oprasi indra lahir dan batin. Tingkat-tingkat eksistensi tersebut adalah :
·
Eksistensi
yang real atau nyata, ia merupakan eksistensi pada tingkat realitas objektif
seperti dunia lahir.
·
Eksistensi
yang dapat di indra dan terbatas kepada fakultas-fakultas indra serta
pengalaman indrawi, termasuk mimpi, penglihatan batin dan ilusi merupakan
pengalman indrawi dan imajinasi ketika objek objek itu tidak ada dalam persepsi
manusia.
·
Eksistensi
intelektual, yang terdiri atas konsep-konsep abstrak dalam pikiran manusia.
·
Eksistensi
analog, yang dibentuk oleh hal hal yang tidak wujud pada tingkat-tingkat yang
disebutkan diatas,
c.
Moralitas dan Pendidikan
Moralitas dan pendidikan merupakan lanjutan dari pemikiran manusia
tentang konsep agamanya. Bila dalam islam dikenal dengan istilah Din, maka
yang menjadi konsep kajian yang pertama sebelum menjadi tentang hal hal lain
adalah konsep din itu sendiri. Sebagaimana al attas mempunyai kelebihan tersendiri
dalam mencari akar dari terminologi yang menjadi sorotan utama yang berkaitan
dengan topic moralitas dan pendidikan adalah terma Din.
Setidaknya ada dua macam pengetahuan :
·
Pertama
yaitu santapan dan kehidupan jiwa itu yang cara perolehanya diberikan oleh
Allah SWT. Pengetahuan yang diberikan Allah ini meliputi al qur’an, sunnah,
sariah, ilmu laduni dan hilmah yang berupa pengetahuan atau kearifan.
·
Kedua,
Tujuan pengajaran dan oprasionalistik
dan pragmatis yang cara perolehanya dapat dilakukan mengalami pengalaman,
pengamatan dan penelitian.
Pengklasifikasian ilmu pengetahuan menjadi sorotan utama bagi
pemikir islam sejak zaman ke emasan islam. Pembagian pengetahuan menjadi dua
jenis diatas, berbeda dengan yang diperkenalkan oleh Qutub al Din al syirozi
dan al farabi yang justru mendahulukan ilmu-ilmu rasional dan mengakhirkan
ilmu-ilmu agama. Namun demikian, klasifikasi al ghazali yang secara garis besar
membagi ilmu pengetahuan menjadi ilmu2 Syar’iah dan ilmu-ilmu ghair Syahsiyah.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Athaillah.
1990 Aliran Akidah Tafsîr al-Manar, Balai Penelitian IAIN Antasari, Banjarmasin.
Abdul Fattah Wibisono.
2009 Pemikiran
Para Lokomotif Pembaharuan di Dunia Islam, Rabbani Press, Jakarta.
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar.
2005 Pendekatan Historis,
Teoritis dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam, PT. Ciputat Press, Ciputat
Hasan Muarif Ambary, et. al.
1995 Suplemen
Ensiklopedi Islam, jilid 2, PT. Ichtiar Van Hoeve, Jakarta.
Hasbi
Ash Shiddieqy.
1994 Sejarah Pengantar Ilmu al-Quran / Tafsir,
Bulan Bintang, Jakarta.
Harun Nasution.
1975 Pembaharuan
dalam Islam (Sejarah
Pemikiran dan Gerakan), PT
Bulan Bintang. Jakarta.
Muhammad
Yusran Asmuni.
1994 Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan
Pembaharuan dalam Dunia Islam, Al-Ikhlas, Surabaya.
Taufik, Ahmad
dkk.
2005 Sejarah
Pemikiran dan Tokoh modernisme Islam.: PT
Raja Grafindo Persada. Jakarta.
S.M.N al-Attas.
1990 Islam
dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, Mizan, Bandung.
Yunasril
Ali.
1988 Perkembangan Pemikiran Falsafi Dalam
Islam, Bumi Aksara, Jakarta.
[1] Hasan Muarif Ambary, et. Al Suplemen
Ensiklopedi Islam, Jilid 2, ( Jakarta : PT Ichtiar van Hoeve, 1995), h.78
[2] Martin van Bruinessen, Tarekat
Naqsabandiyah di Indonesia ( Bandung
: Mizan , 1996) h. 170
[3] Faisal ismail Paradigma
Kebudayaan Islam study kritis dan refleksi ( Yogyakarta, Titian ilahiPress,
1996) h. 126
[4] S.M.N al attas Islam dan Sekularisme ( Bandung,
Penerbit pustaka , 1981 ) h. 202
0 komentar:
Posting Komentar