IBNU SINA
(Studi Biografi, Karya dan Pemikiran Filsafatnya)
A.
PENDAHULUAN
Dalam sejarah pemikiran filsafat abad pertengahan, sosok
Ibnu Sina dalam banyak hal dibicarakan oleh banyak orang, sedang diantara para
filosof muslim ia tidak hanya unik, tapi juga memperoleh penghargaan yang
semakin tinggi hingga masa modern. Ia adalah satu-satunya filosof besar Islam
yang telah berhasil membangun sistem filsafat yang lengkap dan terperinci,
suatu sistem yang telah mendominasi tradisi filsafat muslim beberapa abad.
Pengaruh ini terwujud bukan hanya karena ia memiliki
sistem, tetapi karena sistem yang ia miliki itu menampakkan keasliannya yang
menunjukkan jenis jiwa yang jenius dalam menemukan metode-metode dan
alasan-alasan yang diperlukan untuk merumuskan kembali pemikiran rasional murni
dan tradisi intelektual Hellenisme yang ia warisi dan lebih jauh lagi dalam
sistem keagamaan Islam.
1.
BIOGRAFI
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Husain Ibnu Abdillah
Ibn Sina. Dalam dunia Barat beliau dikenal dengan nama Avvicenna. Ia
lahir pada Shafar 370 H/Agustus 980 M di Ifsyina (negeri kecil dekat
Charmitan),suatu tempat dekatBukhara.Orang tuanya adalah pegawai tinggi pada
pemerintahan Dinasti Saman.Beliau dibesarkan diBukharaia serta belajar falsafah
kedokteran dan ilmu-ilmu agama Islam. Ketika usia sepuluh tahun ia telah banyak
mempelajari ilmu agama Islam dan berhasil menghafal Al-Qur’an.Dari Abu Abdellah
Natili, Ibnu Sina mendapat bimbingan mengenai ilmu logika untuk mempelajari
buku Isagoge dan Porphyry, Eucliddan Al-MagestPtolemus.
Setelah itu ia mendalami ilmu agama dan metafisika Plato dan Arsitoteles.Dengan
kekuatan kecerdasannya ia banyak mempelajari filsafat dan cabang-cabangnya, ia
berhasil memahami metafisika-nya Arisstoteles, ketika ia membaca Agradhu
kitab ma waraet thabie’ah li Aristho -nya Al-Farabi.
Ia mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya, seorang
Masehi. Meskipun secara teori ia belum matang, tetapi ia banyak melakukan
keberhasilan dalam mengobati orang-orang sakit.Ia tidak pernah bosan atau
gelisah dalam membaca buku-buku filsafat dan setiap kali menghadapi kesulitan,
maka ia memohon kepada Tuhan agar diberikan petunjuk, maka didalam tidurnya itu
Tuhan memberikan pemecahan terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.
Umur 17 tahun ia telah dikenal sebagai dokter dan atas
panggilan Istana pernah mengobati pangeran Nuh Ibnu Mansur sehingga pulih
kembali kesehatannya. Sejak itu, Ibnu Sina mendapat akses untuk mengunjungi
perpustakaan istanayang terlengkap yaitu Kutub Khana.Perpustakaan tersebut
terbakar dan orang-orang menuduh Ibn Sina sengaja membakarnya, agar orang lain
tidak bisa lagi mengambil manfaat dari perpustakaan itu.
Ibnu Sina pula sebagai orang pertama yang menemukan
peredaran darah manusia, dimana enam ratus tahun kemudian disempurnakan oleh
William Harvey. Dia juga orang yang pertama kali mengatakan bahwa bayi selama
masih dalam kandungan mengambil makanannya lewat tali pusarnya. Dia juga yang
mula-mula mempraktekkan pembedahan penyakit-penyakit bengkak yang ganas, dan
menjahitnya. Dan dia juga terkenal sebagai dokter ahli jiwa yang kini disebut psikoterapi
.
Dibidang filsafat, Ibnu Sina dianggap sebagai imam para
filosof di masanya, bahkan sebelum dan sesudahnya. Ibnu Sina otodidak dan
genius orisinil yang bukan hanya dunia Islam menyanjungnya ia memang merupakan
satu bintang gemerlapan memancarkan cahaya sendiri, yang bukan pinjaman
sehingga Roger Bacon, filosof dari Eropa Barat pada Abad Pertengahan menyatakan
dalam Regacy of Islam-nya Alfred Gullaume; “Sebagian besar filsafat
Aristoteles sedikitpun tak dapat memberi pengaruh di Barat, karena kitabnya
tersembunyi entah dimana, dan sekiranya ada, sangat sukar sekali didapatnya dan
sangat susah dipahami dan digemari orang karena peperangan-peperangan yang
merajalela di sebeleah Timur, sampai saatnya Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dan juga
pujangga Timur lain membuktikan kembali falsafah Aristoteles disertai dengan
penerangan dan keterangan yang luas.”
Selain sebagai filosof dan dokter, iajugadi kenal sebagai
penyair. Ilmu-ilmu pengetahuan seperti ilmu jiwa, logika, kedokteran dan kimia,
ia tulis dalam bentuk syair. Kebanyakan buku-bukunya telah disalin kedalam
bahasa Latin. Orang-orang Eropa mulai mempergunakan buku-buku itu sebagai
referensi dipelbagai universitas.Oleh karena itu nama Ibnu Sina pada abad
pertengahan sangat berpengaruh di Eropa.Ia meninggal pada tahun 428 H (1037 M)
di Hamdzan.
2.
KARYA
– KARYA
Karya-karya Ibnu Sina yang termasyhur dalam Filsafat adalah
As-Shifa, An-Najat dan Al-Isyarat. An-Najat adalah
ringkasan dari kitab As-Shifa. Al-Isyarat, berisikan tentang
logika dan hikmah. Selain dari pada itu, ia banyak menulis karangan- karangan
pendek yang dinamakan Maqallah. Kebanyakan maqallah ini
ditulis ketika ia memperoleh inspirasi dalam sesuatu bentuk baru dan segera
dikarangnya.
Walaupun ia sibuk dengan soal negara, tetapi ia berhasil
menulis sekitar dua ratus lima puluh karya. Diantaranya karya yang paling
masyhur dalam bidang kedokteran adalah “Al-Qanun” yang berisikan
pengobatan Islam dan diajarkan hingga kini di Timur. Buku ini dterjemahkan ke
bahasa Latin dan diajarkan berabad lamanya di Universitas Barat. Karya keduanya
adalah ensiklopedinya yang monumental “As-Syifa”. Karya ini merupakan
titik puncak filsafat paripatetik dalam Islam.
Meskipun ia di akui sebagai seorang tokoh dalam keimanan,
ibadah dan keilmuan, tetapi baginya minum-minuman keras itu boleh, selama tidak
untuk memuaskan hawa nafsu. Minum-minuman keras dilarang karena bisa
menimbulkan permusuhan dan pertikaian, sedangkan apabila ia minum tidak
demikian malah menajamkan pikiran.Didalam al-Muniqdz min al-Dhalal,
al-Ghazali bahwa Ibnu Sina pernah berjanji kepada Allah dalam salah satu
wasiatnya, antara lain bahwa ia akan menghormati syari’at tidak melalaikan
ibadah ruhani maupun jasmani dan tidak akan minum-minuman keras untuk memuaskan
nafsu, melainkan demi kesehatan.
3.
PEMIKIRAN
FILSAFAT IBNU SINA
A.
Filsafat Wujud Ketuhanan.
Dalam paham Ibnu Sina,essensi terdapat dalam akal, sedang
wujud terdapat di luar akal. Wujud-lah yang membuat tiap essensi yang dalam
akal mempunyai kenyataan diluar akal. Kombinasi essensi dan wujud dapat dibagi
:
1.
Essensi yang
tak dapat mempunyai wujud (mumtani’al-wujud) yaitu sesuatu yang
mustahil berwujud (impossible being). Contohnya rasa sakit.
2.
Essensi yang
boleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak mempunyai wujud (mumkin al-wujud)
yaitu sesuatu yang mungkin berwujud tetapi mungkin pula tidak berwujud.
Contohnya adalah alam ini yang pada mulanya tidak ada kemudian ada dan akhirnya
akan hancur menjadi tidak ada.
3.
Essensi yang
tak boleh dan tidak mesti mempunyai wujud (wijib al-wujud). Disini
essensi tidak bisa dipisahkan dari wujud. Essensi dan wujud adalah sama dan
satu kesatuan. Di sini essensi tidak dimulai oleh tidak berwujud dan kemudian
berwujud, sebagaimana halnya dengan essensi dalam kategori kedua, tetapi
essensi ini mesti dan wajib mempunyai wujud selama lamanya. Wajib al wujud
inilah yang mewujudkan mumkin al wujud.
Dalam pembagian wujud wajib dan mumkin,
Ibnu Sina terpengaruh oleh pembagian wujud para mutakallimun antara lain:
baharu (al-hadits) dan Qadim (al-Qadim). Karena dalil mereka tentang wujud
Allah didasarkan pada “hadits” dan “qadim” sehingga setiap orang yang ada
selain Allah adalah baharu, yakni didahului oleh zaman. Pendirian ini
mengakibatkan lumpuhnya kemurahan Allah pada zaman yang mendahului alam mahluk
ini, sehingga Allah tidak pemurah pada satu waktu dan Maha Pemurah pada waktu
lain.Dengan kata lain perbuatan-Nya tidak Qadim dan tidak mesti wajib.Untuk
menghindari keadaan Tuhan yang demikian itu, Ibnu Sina telah menyatakan sejak awal
“bahwa sebab kebutuhan kepada al-wajib (Tuhan) adalah mungkin, bukan
baharu”. Pernyataan ini akan membawa kepada iradah Allah sejak Qadim,
sebelum Zaman.
Dari pendapat tersebut terdapat perbedaan antara pemikiran
para mutakallimin dengan pemikiran Ibnu Sina. Dimana para mutakallimin antara
qadim dan baharu lebih sesuai dengan ajaran agama tentang Tuhan yang menjadikan
alam menurut kehendak-Nya, sedangkan dalil Ibnu Sina dalam dirinya terkandung
pemikiran Yunani bahwa Tuhan yang tunduk dibawah “kemestian”, sehingga
perbuatan-Nya telah ada sekaligus sejak qadim.
“Perbuatan Ilahi” dalam pemikiran Ibnu Sina dapat
disimpulkan dalam 4 catatan sebagai berikut :
Pertama, perbuatan yang tidak
kontinu (ghairi mutajaddid) yaitu perbuatan yang telah selesai sebelum
zaman dan tidak ada lagi yang baharu. Dalam kitab An-Najat (hal. 372)
dijelaskan bahwaadanyawajib wujud (Tuhan) itu adalah keseharusan dari
segala segi, sehingga tidak terlambat wujud lain, dan semua yang mungkin
menjadi wajib dengan-Nya. Tidak ada bagi-Nya kehendak yang baru, tidak ada
tabi’at yang baru, tidak ada ilmu yang baru dan tidak ada suatu sifat dzat-Nya
yang baru.Perbuatan Allah telah selesai sejak qadim, tidak ada sesuatu yang
baru dalam pemikiran Ibnu Sina, seolah-olah alam ini tidak perlu lagi kepada
Allah sesudah diciptakan.
Kedua, perbuatan Ilahi itu
tidak mempunyai tujuan apapun. Sehingga adanya alam merupakan perbuatan mekanis
belaka atas adanya wajib al-wujud.
Ketiga, jika perbuatan Ilahi
telah selesai dan tidak mengandung sesuatu maksud, maka akan terbentuk “hukum
kemestian”, seperti pekerjaan mekanis, bukan dari sesuatu pilihan dan kehendak
bebas.
Keempat, perbuatan itu
hanyalah “memberi wujud” dalam bentuk tertentu. Untuk memberi wujud ini Ibnu
Sina menyebutnya dengan beberapa nama, seperti: shudur (keluar), faidh
(melimpah), luzum (mesti), wujub ‘anhu (wajib darinya). Hal
ini digunakan oleh Ibnu Sina untuk membebaskan diri dari pikiran “Penciptaan
Agamawi”, karena ia berada di persimpangan jalan anatara mempergunakan konsep
Tuhan sebagai “sebab pembuat” (Illah fa’ilah) seperti ajaran agama
dengan konsep Tuhan sebagai sebab tujuan (Illah ghaiyyah) yang
berperan sebagai pemberi kepada materi sehingga bergerak ke arahnya secara
gradual untuk memperoleh kesempurnaan.
B. Filsafat Jiwa
Ibnu Sina memberikan
perhatian yang khusus terhadap pembahasan tentang jiwa, Memang tidak sukar
untuk mencari unsur-unsur pikiran yang membentuk teorinya tentang kejiwaan,
seperti pikiran-pikiran Aristoteles, Galius atau Plotinus, terutama
pikiran-pikiran Aristoteles yang banyak dijadikan sumber pikiran-pikirannya.
Namun hal ini tidak berarti bahwa Ibnu Sina tidak mempunyai konsep sendiri
dalam segi pembahasan fisika maupun segi pembahasan metafisika.
Dalam segi fisika, ia
banyak memakai metode eksperimen dan banyak terpengaruh oleh pembahasan
lapangan kedokteran. Dalam segi metafisika dia lebih mendekati
pendapat-pendapat filosof modern.Pemikiran terpenting yang dihasilkan Ibnu Sina
ialah filsafatnya tentang jiwa.Sebagaimana Al-Farabi,iajuga menganut faham emanasi
(pancaran). Dari Tuhan memancar akal pertama, dan dari akal pertama memancar
akal kedua dan langit pertama, demikian seterusnya sehingga tercapai akal ke
sepuluh dan bumi. Dari akal ke sepuluh memancar segala apa yang terdapat di
bumi yang berada dibawah bulan. Akal pertama adalah malaikat tertinggi dan akal
kesepuluh adalah Jibril.
Ibnu Sina berpendapat
bahwa akal pertama mempunyai dua sifat: sifat wajib wujud-nya sebagai
pancaran dari Allah, dan sifat mungkin wujud-nya jika ditinjau dari
hakekat dirinya. Dengan demikian ia mempunyai tiga obyek pemikiran: Tuhan,
dirinya sebagai wajib wujudnya dan dirinya sebagai mungkin wujudnya.Dari
pemkiran tentang Tuhan timbul akal-akal dari pemikiran tentang dirinya sebagai wajib
wujud-nya timbul jiwa-jiwa dari pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin
wujud-nya timbul di langit.
Secara garis besar Jiwa
dapat dibagi menjadi dua segi yaitu:
1)
Segi fisika
yang membicarakan tentang macam-macamnya jiwa (jiwa tumbuhan, jiwa hewan dan
jiwa manusia).
Ibnu Sina membagi jiwa dalam tiga bagian :
a)
Jiwa
tumbuh-tumbuhan mempunyai daya:Makan (nutrition), Tumbuh (growth),
Berkembang biak (reproduction)
b)
Jiwa
binatangmempunyai daya:Gerak (locomotion), Menangkap (perception)
dengan dua bagian :
- Menagkap dari luar dengan panca indera. Terdiri dari lima unsur; sentuh, perasa, pencium, penglihatan, pendengaran.
- Menangkap dari dalam dengan indera-indera dalam. Terdiri dari lima indera; indra al-hiss al-musytarakberfungsi menerima segala yang ditangkap oleh indera luar, indra al-khayyalberfungsi menyimpan apa yang ditangkap indera bersama, indera al-mutakhayyilatberfungsi menyusun apa yang disimpan oleh khayyal, indera estimasi berfungsi menangkap hal-hal yang abstrak. Seperti menghindari sesuatu yang dibenci oleh hewan tersebut, dan indera rekoleksi berfungsi menyimpan hal-hal abstrak yang diterima dari estimasi.
c)
Jiwa manusia
mempunyai daya :
Daya Praktis berhubungan dengan badan dan daya Teoritis
berhubungan dengan hal-hal abstrak.Daya teoritis mempunyai tingkatan:
- Akal materiil yang semata-mata mempunyai potensi untuk berfikir dan belum dilatih walaupun sedikitpun.
- Akal al-malakat, yang telah mulai dilatih untuk berfikir tentang hal-hal abstrak.
- Akal aktual, yang telah dapat berfikir tentang hal-hal abstrak.
- Akal mustafad yaitu akal yang telah sanggup berfikir tentang hal-hal abstrak dengan tak perlu pada daya upaya.
2)
Segi
metafisika, yang membicarakan tentang wujud jiwa dan hakikat jiwa, pertalian
jiwa dengan badan dan keabadian jiwa.
Ada empat dalil yang dikemukakan oleh Ibnu Sina
untuk membuktikan adanya jiwa yaitu
a)
Dalil Alam Kejiwaan
Pada diri kita ada peristiwa yang tidak mungkin di
tafsirkan kecuali sesudah mengakui adanya jiwa. Peristiwa- peristiwa tersebut
adalah gerak dan pengenalan.
Gerak ada
dua macam yaitu :
- Gerak paksaan (harakah qahriah) yang timbul sebagai akibat dorongan dari luar dan yang menimpa sesuatu benda kemudian menggerakkannya.
- Gerak bukan paksaan, dan gerak ini terbagi menjadi dua yaitu :
a)
Gerak sesuai
dengan ketentuan hukum alam, seperti jatuhnya sesuatu dari atas ke bawah.
b)
Gerak diam
benda yang terjadi dengan melawan hukum alam, seperti manusia yang berjalan di
bumi, sedang berat badan seharusnya menyebabkan ia diam, atau seperti burung
yang terbang di udara, seharusnya jatuh atau tetap di sarangnya di atas bumi.
Gerak yang berlawanan dengan ketentuan alam tersebut menghendaki adanya
penggerak khusus yang melebihi unsur-unsur benda yang bergerak. Penggerak
tersebut adalah jiwa.
Pengenalan tidak dimiliki oleh semua mahluk, tetapi hanya di miliki
oleh sebagiannya. Yang memiliki pengenalan ini menunjukkan adanya
kekuatan-kekuatan lain yang tidak terdapat pada lainnya. Begitulah isi dalil
natural-psikologi dari Ibnu Sina yang didasarkan atas buku De Anima
(Jiwa) dan Physics, kedua-duanya dari Aristoteles.Namun dalil Ibnu
Sina tersebut banyak berisi kelemahan-kelemahan antara lain bahwa natural (physic)
pada dalil tersebut dihalalkan. Dalil tersebut baru mempunyai nilai kalau
sekurangnya benda-benda tersebut hanya terdiri dari unsur-unsur yang satu
macam, sedang benda-benda tersebut sebenarnya berbeda susunannya
(unsur-unsurnya).
Oleh karena itu maka tidak ada keberatannya untuk
mengatakan bahwa benda-benda yang bergerakmelawan ketentuan alam berjalan
sesuai dengan tabiatnya yang khas dan berisi unsur-unsur yang memungkinkan ia
bergerak. Sekarang ini banyak alat-alat (mesin ) yang bergerak dengan gerak
yyang berlawanan dengan hukum alam, namun seorang pun tidak mengira bahwa
alat-alat (mesin-mesin) tersebut berisi jiwa atau kekuatan lain yang tidak
terlihat dan yang menggerakkannya. Ibnu Sina sendiri menyadari kelemahan dalil
tersebut. Oleh karena itu dalam kitab-kitab yang dikarang, seperti al-syifa
dan al-Isyarat, dalil tersebut disebutkan sambil lalu saja, dan ia
lebih mengutamakan dalil-dalil yang didasarkan atas segi-segi pikiran dan jiwa.
b)
Dalil Aku dan
Kesatuan Gejala Kejiwaan.
Menurut Ibnu Sina apabila seorang sedang membicarakan
tentang dirinya atau mengajak bicara kepada orang lain, maka yang dimaksudkan
ialah jiwanya, bukan badannya. Jadi ketika kita mengatakan saya keluar
atau saya tidur , maka bukan gerak kaki, atau pemejaman mata yang
dimaksudkan, tetapi hakikat kita dan seluruh pribadi kita.
c)
Dalil
Kelangsungan (kontinuitas).
Dalil ini mengatakan bahwa masa sekarang mempunyai hubungan
dengan masa lampau dan masa depan. Kehidupan ruh pada pagi ini ada hubungannya
dengan kehidupan ruh yang kemarin, bahkan kehidupan yang terjadi sekarang ada
hubungannya dengan kehidupan yang terjadi beberapa tahun yang telah lewat.
Perubahan tersebut saling berhubungan karena adanya jiwa.Ibnu Sina dengan
dalil kelangsungan tersebut telah membuka ciri kehidupan pikiran yang paling
khas dan mencerminkan penyelidikan dan pembahasannya yang mendalam.
d)
Hukum Orang Terbang atau Tergantung di Udara.
Dalil ini adalahn yang paling jelas menunjukkan
intelektualitas Ibnu Sina. Meskipun dalil tersebut didasarkan atas perkiraan
dan khayalan. Dalil tersebut sebagai berikut: jika ada seseorang yang bisa
menggantungkan dirinya di udara dan tidak merasakan sesuatu persentuhan atau
bentrokan atau perlawanan.Kemudian ia menutup matanya dan tidak melihat sama sekali
apa yang ada di sekelilingnya. Maka orang tersebut akan menyadari bahwa dirinya
itu ada.Jika ia memikirkan tentang wujud adanya tangan dan kakinya, berarti
wujud penggambaran dirinya membuktikan bahwa eksistensi jiwa dalam organ itu
ada.
Menurut Ibnu Sina jiwa manusia merupakan satu unit yang
tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari badan. Jiwa manusia timbul dan
tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan dapat menerima jiwa, lahir
didunia ini. Sungguh pun jiwa manusia tidak mempunyai fungsi – fungsi fisik,
dan dengan demikian tak berhajat pada badan untuk menjalankan tugasnya sebagai
daya yang berfikir, jiwa masih berhajat pada badan karena pada permulaan
wujudnya badanlah yang menolong jiwa manusia untuk dapat berfikir.
C.
Falsafat Wahyu dan Nabi
Gejala kenabian dan wahyu ilahi merupakan sesuatu yang
dibangun dalam empat tingkatan: intelektual, “imajinatif”, keajaiban, dan
sosio-politis. Totalitas keempat tingkatan ini memberi kita petunjuk yang jelas
tentang motivasi, watak dan arah pemikiran keagamaan. Perbedaan antara nabi dan
filosof yang telah dijelaskan oleh Sirajuddin
bahwa seorang nabi adalah manusia pertama, manusia pilihan Tuhan dan
tidak peluang bagi filosof untuk menjadi nabi. Sedangkan filosof adalah menusia
kedua, manusia yang mempunyai intelektual yang tinggi dan tidak bisa menjadi
nabi.
Dari yang telah dijelaskan sebelumnya, akal manusia terdiri
empat macam yaitu akal materil, akal intelektual, akal aktuil, dan akal
mustafad. Dari keempat akal tersebut tingkatan akal yang terendah adalah akal
materiil dan tingkatan akal yang terberat adalah akal mustafad. Kebenaran
filosof didapat melalui akal mustafad karena perolehan ilham yang merupakan
sebuah perjuangan dan latihan yang keras. Sedangkan kebenaran nabi didapat dari
malaikat Jibril yang berhubungan dengan nabi melalui akal materiil yang disebut
hads (kekuatan suci). Kebenaran nabi itulah yang dinamakan wahyu.
Ada kalanya Tuhan menganugerahkan kepada manusia akal
materiil yang besar lagi kuat, yang Ibnu Sina diberi nama al hads
yaitu intuisi. Daya yang ada pada akal materiil semua ini begitu besarnya,
sehingga tanpa melalui latihan dengan mudah dapat berhubungan dengan akal aktif
dan dengan mudah dapat menerima cahaya atau wahyu dari Tuhan. Inilah bentuk
akal tertinggi yang dapat diperoleh manusia dan terdapat hanya pada nabi-nabi.
DAFTA PUSTAKA
Azwar.
2007 Pemikiran Ibnu
Sina Tentang Jiwa.
Skripsi Jurusan Aqidah dan Filsafat, Fakultas Ushuluddin, Studi Agama dan
Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Al-Ahwan,
Ahmad Fuad.
1984. Filsafat Islam. Pustaka Firdaus,
Jakarta.
Ahmad Daudy.
1986 Kuliah Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta.
Ahmad Daudy.
1984 Segi – Segi Falsafi dalam Islam,
Bulan Bintang, Jakarta.
Ahmad Hanafi.
1986 Pengantar Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta.
Harun Nasution.
1996 Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya,
Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
Harun Nasution.
1992 Falsafat dan Msitisme dalam Islam,
Bulan Bintang, Jakarta.
Oemar
Amin Husein.
1975 Filsafat Islam,
Bulan Bintang, Jakarta.
MM Syarif.
1994 Para Filosof Muslim, Bandung, Mizan.
0 komentar:
Posting Komentar