About

Kamis, 29 Januari 2015

PKG (Profesionalisme Guru)



Profesionalisme Guru
BAB I
PENDAHULUAN

            Profesi guru pada saat ini masih banyak dibicarakan orang baik di kalangan para pakar pendidikan maupundi luar pakar pendidikan. Bahkan terakhirr ini hampir setiap hari, media masa khususnya media massa cetak baik harian maupun mingguan memuat berita tentang guru. Ironisnya berita-berita tersebut banyak yang cenderung melecehkan guru baik yang sifatnya menyangkut kepentingan umum sampai kepada hal-hal yang sifatnya sangat pribadi, sedangkan dari pihak guru sendiri nyaris tak mampu membela diri.
            Masyarakat/ orang tua murid kadang-kadang mencemoohkan dan menuding guru tidak komponen, tidak berkualitas dan sebagainya, manakala putra/putrinya tidak bias menyelesaikan persoalan yang ia hadapinya sendiri atau memiliki kemampuan tidak sesuai dengan keinginannya.
            Rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya :
  1. Adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapapun dapat menjadi guru asalkan ia berpengetahuan.
  2. Kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru.
  3. Banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha mengembangkan peofesinya itu.
Factor lain yang mengakibatkan rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru yakni kelemahan yang terdapat pada diri guru itu sendiri, diantaranya rendahnya tingkat kompetensi profesionalisme mereka. Penguasaan guru terhadap materi dan metode pengajaran masih berada di bawah standar.




BAB II
PEMBAHASAN
( PROFESIONALISME GURU )

A. Pengertian
Kata “profesional” berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru. Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat professional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu.[1]
Profesionalisme adalah sebutan uang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Seorang guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmennya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas professional melalui berbagai cara dan strategi. Ia akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman sehingga keberadaanya senantiasa memberikan makna professional.
Pengertian profesi menurut Sikun Pribadi dalam Oemar Hamalik adalah:Profesi itu pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.
Sedangkan menurut Frank H. Blackington dalam Oemar Hamalik, profesi adalah Pekerjaan guru merupakan sebuah profesi dan guru yang profesional harus memenuhi standar kompetensi guru yaitu kompetensi kognitif diantaranya adalah menguasai materi pembelajaran, menguasai berbagai metode yang akan disesuaikan dengan materi pembelajaran; kompetensi afektif yang meliputi mempunyai harga diri, mempunyai kepedulian yang tinggi dalam pengembangan pendidikan dan wawasan luas terhadap perubahan yang terjadi; dan kompetensi psikomotor yaitu penguasaan sejumlah keterampilan yang berkaitan dengan bidang studi garapannya. Guru yang professional juga harus mampu mendisiplinkan diri dalam mengatur waktu untuk kepentingan diri, keluarga, tugas dan kemasyarakatan.

B. Profesi Guru
Guru dan dosen adalah pejabat profesional, sebab mereka diberi tunjangan  professional. Namun, walaupun mereka secara formal pejabat professional, banyak kalangan yang tidak meyakini keprofesionalan mereka, terutama guru-guru. Sebab masyarakat pada umumnya melihat kenyataan bahwa banyak sekali guru maupun dosen melakukan pekerjaan yang tidak memberi keputusan kepada mereka, dan menurut pendapat  masyarakat, pekerjaan mendidik dapat dilakukan siapa saja.[2]
Persoalan guru senantiasa aktual dan berkembang seiring perubahan-perubahan yang mengitari, perubahan sains, teknologi, dan peradaban masyarakatnya. Secara internal berkaitan dengan kualifikasi, kompetensi, kesejahteraan, jaminan rasa aman, dan semacamnya. Secara eksternal; krisis etika moral anak bangsa dan tantangan masyarakat global yang ditandai tingginya kompetensi, transparansi, efisiensi, kualitas tinggi dan profesionalisasi” (Sidi, 2001: 38).
Guru sebagai tenaga pendidikan secara substantif memegang peranan tidak hanya melakukan pengajaran atau transfer ilmu pengetahuan (kognitif), tetapi juga dituntut untuk mampu memberikan bimbingan dan pelatihan. Di dalam Undang- Undang No. 20 Tahun 2003 ditegaskan pada pasal 39 bahwa:
Tenaga pendidikan selain bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pelayanan dalam satuan pendidikan, juga sebagai tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses serta menilai hasil pembelajaran, bimbingan dan pelatihan.
Sebagaimana pengertian profesional yang terdapat dalam UU Guru dan Dosen dapat diartikan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.[3]
Sementara prinsip profesionalitas guru dan dosen UU No.14 tahun 2005 pasal 7 ayat 1 merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut;
1.      Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
2.      Memiliki kualifikasi akademik atau latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
3.      Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
4.      Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
5.      Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
6.      Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
7.      Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Secara akademis, seorang guru profesional ia memiliki keahlian atau kecakapan akademis atau dalam bidang ilmu tertentu; cakap mempersiapkan penyajian materi (pembuatan silabus; program tahunan, program semester) yang akan menjadi acuan penyajian; melaksanakan penyajian materi; melaksanakan evaluasi atas pelaksanaan yang dilakukan; serta mampu memperlakukan siswa secara adil dan secara manusiawi.
Undang -Undang Guru No. 14 Tahun 2005 menyebutkan tentang hak dan kewajiban guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Hak seorang guru dalam tugas keprofesionalan adalah:
1.      Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
2.      Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
3.      Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
4.      Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
5.      Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
6.      Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
7.      Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
8.      Memiliki kebebasan untuk berserikat dan organisasi profesi;
memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
9.      Memiliki kesempatan untuk berperan mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi;dan/atau
memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya (Bab IV Pasal 14, halaman 6).
Dalam kewajibannya seorang guru profesional dituntut untuk:
1.      Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
2.      Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
3.      Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status social ekonomi perserta didik dalam pembelajaran;
4.      Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
5.      Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.[4]

Tuntutan terhadap guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan sains, teknologi dan seni merupakan tuntutan profesi sehingga guru dapat senantiasa menempatkan diri dalam perkembangannya. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi akibat kemajuan teknologi yang memberikan banyak peluang untuk setiap orang menjadi guru bagi dirinya sendiri, artinya ia bisa mengakess aneka jenis informasi sebagai pengetahuan baru. Guru lebih diposisikian sebagai partner belajar, memfasilitasi belajar siswa sesuai dengan kondisi setempat secara kondusif.
Untuk mencapai tujuan belajar yang diinginkan, maka perlu dipersiapkan secara matang, dalam perencanaan pembelajaran dan penyiapan materi yang sesuai dengan kebutuhan anak dengan tetap berpijak kepada kurikulum yang menjadi acuan dan standar nasional. Ketentuan membuat silabus, program semester, program tahunan, perencanaan pembelajaran, melakukan evaluasi dan menganalisis hasil evaluasi adalah wajib. Kewajiban administratif tersebut menjadi mutlak ketika mengacu kepada UU No.14 Tahun 2005 pasal 20. Ini persoalan kerja profesional yang dapat berimplikasi luas bukan hanya terhadap guru tetapi juga bagi peserta didik dan orang tua siswa yang menikmati jasa layanan sekolah. Jika guru mengabaikan kewajiban tersebut, maka dapat diartikan melanggar Undang-undang. Pelanggaran terhadap Undang-undang implikasinya akan dapat menuai sanksi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam kerja profesional guru dituntut untuk bisa melayani siswa sebagai subyek belajar dan memperlakukannya secara adil, melihat keberbedaan sebagai keberagaman pribadi dengan aneka potensi yang harus dikembangkan. Maka hubungan antara guru dengan siswa merupakan pola hubungan yang fleksibel, ada kalanya guru menempatkan diri sebagai patner belajar siswa, saat yang lain sebagai pembimbing, dan berposisi sebagai penerima informasi yang belum diketahuinya. Disinilah pembelajaran berlangsung dalam sebuah orkestrasi pembelajaran yang melihat segala sesuatu di sekitar guru sebagai pembelajar sebagai potensi untuk mencapai kesuksesan belajar .
Ukuran kesuksesan kerja profesional bagi seorang guru dapat dilihat dari target yang ingin dicapai dalam pembelajaran, serta kemampuan mengoptimalkan fasilitas belajar dan kondisi setempat. Bahwa umumnya keterbatasan menumbuhkan kreativitas pembelajaran. Ketika tujuan Sistem Pendidikan Nasional ingin mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab (Pasal 3 UU.No.20 Tahun 2003), maka kerja profesionalisme guru harus dilandasi oleh nilai dan tujuan sistem pendidikan nasional. Disinilah peran ketauladanan guru tetap dibutuhkan sebagai pembimbing dan pendamping anak didik atau siswa.
Persiapan pembelajaran menjadi sesuatu yang wajib dikerjakan, dan pelaksanaan aplikasi dalam kelas berpijak kepada persiapan yang telah dibuat dengan menyesuaikan terhadap kondisi setempat atau kelas yang berbeda. Kepedulian untuk mengembangkan kemampuan afektif, emosional, sosial dan spiritual siswa, sesuatu yang vital untuk bisa melihat kelebihan atau keunggulan yang terdapat dalam diri anak. Peserta didik diberi kesempatan untuk mengembangkan diri dan menemukan aktualisasi sehingga tumbuh rasa percaya diri.
Kepedulian terhadap pengembangan potensi yang dimiliki siswa merupakan suatu kebutuhan, ketika kerja guru profesional masih menempatkan dirinya satu-satunya sumber informasi dan sumber kebenaran. Sikap semacam ini bisa menjadi senjata bomerang yang akan menciderai citra guru. Jika guru mengatakan anak-anak gagal menyerap informasi yang disampaikan, secara implikatif menyiratkan kegagalan guru dalam menyampaikan informasinya. Evaluasi tidak hanya mengukur kemampuan siswa dalam menyerap informasi tetapi juga mengevaluasi keberhasilan guru dalam pembelajaran. Dari sini, sebenarnya dapat terbangun interaksi antara guru dengan siswa dan dengan orangtua. Kegagalan pembelajaran dapat bersumber dari siswa dan dapat pula bersumber dari guru yang bertindak sebagai aktor dalam pembelajaran.
Secara implikatif sikap profesionalisme guru dibutuhkan dalam upaya strategis untuk terlaksana dan tercapainya tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi, dimulai dari implikasi dalam kelas. lebih jauh akan berpengaruh terhadap sistem pendidikan yang berlangsung dalam sekolah. Suatu sistem yang mencerminkan amanat Undang-Undang untuk memanusiakan manusia, terciptanya pendidikan yang demokratis dan berwawasan kebangsaan. Berkembangnya potensi manusia Indoensia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, tanpa lupa mengembangkan kecerdasan kognitif, afektif dan psikomotriknya.
Profesionalisme guru merupakan tuntutan kerja seiring dengan perkembangan sains teknologi dan merebaknya globalisme dalam berbagai sektor kehidupan. Suatu pola kerja yang diproyeksikan untuk terciptanya pembelajaran yang kondusif dengan memperhatikan keberagaman sebagai sumber inspirasi untuk melakukan perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan.
Dalam penelitian profesionalisme guru dalam pembelajaran dilihat dari segi persiapan mengajar guru, terutama mulai dari; perencanaan pembelajaran yaitu penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran; dalam pelaksanaan pembelajaran yang dilihat dari aspek pengelolaan kelas, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan keterlibatan siswa; dari aspek evaluasi pembelajaran yaitu bagaimana perencanaan penilaian dan pelaksanaan penilaian di kelas.
Mengingat tugas dan tanggung jawab yang begitu kompleknya, maka profesi ini memerlukan persyaratan khusus antara lain dikemukakan di bawah ini.
1.      Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
2.      Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3.      Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4.      Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.[5]
Selain persyaratan tersebut, masih ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap pekerjaan yang tergolong ke dalam suatu profesi antara lain :
1.      Memiliki kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
2.      Memiliki klien layana yang tetap, seperti dokter dengan pasiennya, guru dengan muridnya.
3.      Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat.
Atas dasar persyaratan tersebut, jelaslah jabatan professional harus harus di tempuh melalui jenjang pendidikan yang khusus mempersiapkan jabatan itu. Demikian pula dengan profesi guru, harus ditempuh melalui jenjang pendidikan keguruan.
Bila diperhatikan syarat-syarat profesi tersebut di atas tampak bahwa profesi pendidik tidak mungkin dapat dikenakan kepada sembarangan orang yang dipandang oleh masyarakat umum sebagai pendidik. Jadi ditinjau dari rumusan profesi sudah jelas dapat dibedakan antara pendidik dalam keluarga dan di masyarakat dengan pendidik di lembaga-lembaga pendidikan yaitu dosen dan guru. Tetapi bila ditinjau dari cara kerja kedua kelompok ini belum menunjukan perbedaan yang jelas. Seharusnya bila konsepnya berbeda secara jela, maka prakteknya pun juga berbeda. Sebab utamanya adalah karena pengertian pendidik itu belum jelas sehingga membuat praktek pendidikan tidak tepat.























BAB III
PENUTUP

Simpulan
Profesionalisme guru merupakan tuntutan kerja seiring dengan perkembangan sains teknologi dan merebaknya globalisme dalam berbagai sektor kehidupan. Suatu pola kerja yang diproyeksikan untuk terciptanya pembelajaran yang kondusif dengan memperhatikan keberagaman sebagai sumber inspirasi untuk melakukan perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan.
Dalam penelitian profesionalisme guru dalam pembelajaran dilihat dari segi persiapan mengajar guru, terutama mulai dari; perencanaan pembelajaran yaitu penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran; dalam pelaksanaan pembelajaran yang dilihat dari aspek pengelolaan kelas, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan keterlibatan siswa; dari aspek evaluasi pembelajaran yaitu bagaimana perencanaan penilaian dan pelaksanaan penilaian di kelas.
Guru sebagai tenaga pendidikan secara substantif memegang peranan tidak hanya melakukan pengajaran atau transfer ilmu pengetahuan (kognitif), tetapi juga dituntut untuk mampu memberikan bimbingan dan pelatihan.
Ukuran kesuksesan kerja profesional bagi seorang guru dapat dilihat dari target yang ingin dicapai dalam pembelajaran, serta kemampuan mengoptimalkan fasilitas belajar dan kondisi setempat. Bahwa umumnya keterbatasan menumbuhkan kreativitas pembelajaran. Ketika tujuan Sistem Pendidikan Nasional ingin mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab (Pasal 3 UU.No.20 Tahun 2003), maka kerja profesionalisme guru harus dilandasi oleh nilai dan tujuan sistem pendidikan nasional. Disinilah peran ketauladanan guru tetap dibutuhkan sebagai pembimbing dan pendamping anak didik atau siswa.
           


DAFTAR PUSTAKA

Moh. Uzer Usman.
1996    Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
E. Mulyasa.
2007    Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, PT             Remaja Rosdakarya, Bandung.
Undang-undang Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005.
Nana Syaodih Sukmadinata.
2007    Pengembangan Kurikulum. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Made Pidarta.
2006    Landasan Kependidikan. PT Rineka Cipta, Jakarta.


[1] Drs. Moh. Uzer Usman. 1996. menjadi guru profesional. bandung : pt remaja rosdakarya. Hlm 14
[2] Prof. DR. Made Pidarta. 2006. Landasan Kependidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta. Hlm. 265.

[3] Uu nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Hlm. 3
[4] www.google.com.
[5] Drs. Moh. Uzer Usman. 1996. Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Hlm. 15

0 komentar:

Posting Komentar

Romi Syahrurrohim. Diberdayakan oleh Blogger.