Profesionalisme Guru
BAB
I
PENDAHULUAN
Profesi guru pada saat ini masih
banyak dibicarakan orang baik di kalangan para pakar pendidikan maupundi luar
pakar pendidikan. Bahkan terakhirr ini hampir setiap hari, media masa khususnya
media massa
cetak baik harian maupun mingguan memuat berita tentang guru. Ironisnya
berita-berita tersebut banyak yang cenderung melecehkan guru baik yang sifatnya
menyangkut kepentingan umum sampai kepada hal-hal yang sifatnya sangat pribadi,
sedangkan dari pihak guru sendiri nyaris tak mampu membela diri.
Masyarakat/ orang tua murid
kadang-kadang mencemoohkan dan menuding guru tidak komponen, tidak berkualitas
dan sebagainya, manakala putra/putrinya tidak bias menyelesaikan persoalan yang
ia hadapinya sendiri atau memiliki kemampuan tidak sesuai dengan keinginannya.
Rendahnya pengakuan masyarakat
terhadap profesi guru disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya :
- Adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapapun dapat menjadi guru asalkan ia berpengetahuan.
- Kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru.
- Banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha mengembangkan peofesinya itu.
Factor lain yang mengakibatkan rendahnya pengakuan masyarakat terhadap
profesi guru yakni kelemahan yang terdapat pada diri guru itu sendiri,
diantaranya rendahnya tingkat kompetensi profesionalisme mereka. Penguasaan
guru terhadap materi dan metode pengajaran masih berada di bawah standar.
BAB II
PEMBAHASAN
( PROFESIONALISME
GURU )
A. Pengertian
Kata “profesional” berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan
sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru.
Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat professional adalah pekerjaan yang
hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu.[1]
Profesionalisme adalah sebutan uang mengacu kepada sikap mental dalam
bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan
meningkatkan kualitas profesionalnya. Seorang guru yang memiliki
profesionalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmennya
terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas professional melalui berbagai cara
dan strategi. Ia akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman sehingga keberadaanya senantiasa memberikan makna
professional.
Pengertian profesi menurut Sikun Pribadi dalam Oemar Hamalik
adalah:Profesi itu pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji
terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau
pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk
menjabat pekerjaan itu.
Sedangkan menurut Frank H. Blackington dalam Oemar Hamalik, profesi
adalah Pekerjaan guru merupakan sebuah profesi dan guru yang profesional harus
memenuhi standar kompetensi guru yaitu kompetensi kognitif diantaranya adalah
menguasai materi pembelajaran, menguasai berbagai metode yang akan disesuaikan
dengan materi pembelajaran; kompetensi afektif yang meliputi mempunyai harga
diri, mempunyai kepedulian yang tinggi dalam pengembangan pendidikan dan
wawasan luas terhadap perubahan yang terjadi; dan kompetensi psikomotor yaitu
penguasaan sejumlah keterampilan yang berkaitan dengan bidang studi garapannya.
Guru yang professional juga harus mampu mendisiplinkan diri dalam mengatur
waktu untuk kepentingan diri, keluarga, tugas dan kemasyarakatan.
B. Profesi Guru
Guru dan dosen adalah pejabat profesional, sebab mereka diberi
tunjangan professional. Namun, walaupun
mereka secara formal pejabat professional, banyak kalangan yang tidak meyakini
keprofesionalan mereka, terutama guru-guru. Sebab masyarakat pada umumnya
melihat kenyataan bahwa banyak sekali guru maupun dosen melakukan pekerjaan
yang tidak memberi keputusan kepada mereka, dan menurut pendapat masyarakat, pekerjaan mendidik dapat
dilakukan siapa saja.[2]
Persoalan guru senantiasa aktual dan berkembang seiring
perubahan-perubahan yang mengitari, perubahan sains, teknologi, dan peradaban
masyarakatnya. Secara internal
berkaitan dengan kualifikasi, kompetensi, kesejahteraan, jaminan rasa aman, dan
semacamnya. Secara eksternal; krisis etika moral anak bangsa dan tantangan
masyarakat global yang ditandai tingginya kompetensi, transparansi, efisiensi,
kualitas tinggi dan profesionalisasi” (Sidi, 2001: 38).
Guru sebagai tenaga pendidikan
secara substantif memegang peranan tidak hanya melakukan pengajaran atau
transfer ilmu pengetahuan (kognitif), tetapi juga dituntut untuk mampu
memberikan bimbingan dan pelatihan. Di dalam Undang- Undang No. 20 Tahun 2003
ditegaskan pada pasal 39 bahwa:
Tenaga pendidikan selain
bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pelayanan dalam
satuan pendidikan, juga sebagai tenaga profesional yang bertugas merencanakan
dan melaksanakan proses serta menilai hasil pembelajaran, bimbingan dan
pelatihan.
Sebagaimana pengertian
profesional yang terdapat dalam UU Guru dan Dosen dapat diartikan profesional adalah
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.[3]
Sementara prinsip
profesionalitas guru dan dosen UU No.14 tahun 2005 pasal 7 ayat 1 merupakan
bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut;
1. Memiliki bakat,
minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
2. Memiliki kualifikasi
akademik atau latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
3. Memiliki kompetensi
yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
4. Memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
5. Memiliki kesempatan
untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar
sepanjang hayat;
6. Memiliki jaminan
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
7. Memiliki organisasi
profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas
keprofesionalan guru.
Secara akademis, seorang guru
profesional ia memiliki keahlian atau kecakapan akademis atau dalam bidang ilmu
tertentu; cakap mempersiapkan penyajian materi (pembuatan silabus; program
tahunan, program semester) yang akan menjadi acuan penyajian; melaksanakan
penyajian materi; melaksanakan evaluasi atas pelaksanaan yang dilakukan; serta
mampu memperlakukan siswa secara adil dan secara manusiawi.
Undang -Undang Guru No. 14 Tahun
2005 menyebutkan tentang hak dan kewajiban guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan. Hak seorang guru dalam tugas keprofesionalan adalah:
1. Memperoleh
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
2. Mendapatkan promosi
dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
3. Memperoleh
perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
4. Memperoleh kesempatan
untuk meningkatkan kompetensi;
5. Memperoleh dan
memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas
keprofesionalan;
6. Memiliki kebebasan
dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau
sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru,
dan peraturan perundang-undangan;
7. Memperoleh rasa aman
dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
8. Memiliki kebebasan
untuk berserikat dan organisasi profesi;
memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
9. Memiliki kesempatan
untuk berperan mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan
kompetensi;dan/atau
memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya (Bab IV Pasal 14, halaman 6).
memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya (Bab IV Pasal 14, halaman 6).
Dalam kewajibannya seorang guru profesional
dituntut untuk:
1. Merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi
hasil pembelajaran;
2. Meningkatkan dan
mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
3. Bertindak obyektif
dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku,
ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status
social ekonomi perserta didik dalam pembelajaran;
4. Menjunjung tinggi
peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai
agama dan etika; dan
5. Memelihara dan
memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.[4]
Tuntutan terhadap guru untuk
senantiasa mengikuti perkembangan sains, teknologi dan seni merupakan tuntutan
profesi sehingga guru dapat senantiasa menempatkan diri dalam perkembangannya.
Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi akibat kemajuan teknologi
yang memberikan banyak peluang untuk setiap orang menjadi guru bagi dirinya
sendiri, artinya ia bisa mengakess aneka jenis informasi sebagai pengetahuan
baru. Guru lebih diposisikian sebagai partner belajar, memfasilitasi belajar
siswa sesuai dengan kondisi setempat secara kondusif.
Untuk mencapai tujuan belajar
yang diinginkan, maka perlu dipersiapkan secara matang, dalam perencanaan
pembelajaran dan penyiapan materi yang sesuai dengan kebutuhan anak dengan
tetap berpijak kepada kurikulum yang menjadi acuan dan standar nasional.
Ketentuan membuat silabus, program semester, program tahunan, perencanaan
pembelajaran, melakukan evaluasi dan menganalisis hasil evaluasi adalah wajib.
Kewajiban administratif tersebut menjadi mutlak ketika mengacu kepada UU No.14
Tahun 2005 pasal 20. Ini persoalan kerja profesional yang dapat berimplikasi
luas bukan hanya terhadap guru tetapi juga bagi peserta didik dan orang tua
siswa yang menikmati jasa layanan sekolah. Jika guru mengabaikan kewajiban tersebut, maka
dapat diartikan melanggar Undang-undang. Pelanggaran terhadap Undang-undang implikasinya
akan dapat menuai sanksi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam kerja profesional guru
dituntut untuk bisa melayani siswa sebagai subyek belajar dan memperlakukannya
secara adil, melihat keberbedaan sebagai keberagaman pribadi dengan aneka
potensi yang harus dikembangkan. Maka hubungan antara guru dengan siswa
merupakan pola hubungan yang fleksibel, ada kalanya guru menempatkan diri
sebagai patner belajar siswa, saat yang lain sebagai pembimbing, dan berposisi
sebagai penerima informasi yang belum diketahuinya. Disinilah pembelajaran
berlangsung dalam sebuah orkestrasi pembelajaran yang melihat segala sesuatu di
sekitar guru sebagai pembelajar sebagai potensi untuk mencapai kesuksesan
belajar .
Ukuran kesuksesan kerja profesional
bagi seorang guru dapat dilihat dari target yang ingin dicapai dalam
pembelajaran, serta kemampuan mengoptimalkan fasilitas belajar dan kondisi
setempat. Bahwa umumnya keterbatasan menumbuhkan kreativitas pembelajaran.
Ketika tujuan Sistem Pendidikan Nasional ingin mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggungjawab (Pasal 3 UU.No.20 Tahun 2003), maka
kerja profesionalisme guru harus dilandasi oleh nilai dan tujuan sistem
pendidikan nasional. Disinilah peran ketauladanan guru tetap dibutuhkan sebagai
pembimbing dan pendamping anak didik atau siswa.
Persiapan pembelajaran menjadi
sesuatu yang wajib dikerjakan, dan pelaksanaan aplikasi dalam kelas berpijak
kepada persiapan yang telah dibuat dengan menyesuaikan terhadap kondisi
setempat atau kelas yang berbeda. Kepedulian untuk mengembangkan kemampuan
afektif, emosional, sosial dan spiritual siswa, sesuatu yang vital untuk bisa
melihat kelebihan atau keunggulan yang terdapat dalam diri anak. Peserta didik
diberi kesempatan untuk mengembangkan diri dan menemukan aktualisasi sehingga
tumbuh rasa percaya diri.
Kepedulian terhadap pengembangan
potensi yang dimiliki siswa merupakan suatu kebutuhan, ketika kerja guru
profesional masih menempatkan dirinya satu-satunya sumber informasi dan sumber
kebenaran. Sikap semacam ini bisa menjadi senjata bomerang yang akan menciderai
citra guru. Jika guru mengatakan anak-anak gagal menyerap informasi yang
disampaikan, secara implikatif menyiratkan kegagalan guru dalam menyampaikan
informasinya. Evaluasi tidak hanya mengukur kemampuan siswa dalam menyerap
informasi tetapi juga mengevaluasi keberhasilan guru dalam pembelajaran. Dari
sini, sebenarnya dapat terbangun interaksi antara guru dengan siswa dan dengan
orangtua. Kegagalan pembelajaran dapat bersumber dari siswa dan dapat pula
bersumber dari guru yang bertindak sebagai aktor dalam pembelajaran.
Secara implikatif sikap
profesionalisme guru dibutuhkan dalam upaya strategis untuk terlaksana dan
tercapainya tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi, dimulai dari implikasi dalam
kelas. lebih jauh akan berpengaruh terhadap sistem pendidikan yang berlangsung
dalam sekolah. Suatu sistem yang mencerminkan amanat Undang-Undang untuk
memanusiakan manusia, terciptanya pendidikan yang demokratis dan berwawasan
kebangsaan. Berkembangnya potensi manusia Indoensia yang bertakwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, tanpa lupa mengembangkan kecerdasan kognitif, afektif dan
psikomotriknya.
Profesionalisme guru merupakan
tuntutan kerja seiring dengan perkembangan sains teknologi dan merebaknya
globalisme dalam berbagai sektor kehidupan. Suatu pola kerja yang diproyeksikan
untuk terciptanya pembelajaran yang kondusif dengan memperhatikan keberagaman
sebagai sumber inspirasi untuk melakukan perbaikan dan peningkatan mutu
pendidikan.
Dalam penelitian
profesionalisme guru dalam pembelajaran dilihat dari segi persiapan mengajar guru,
terutama mulai dari; perencanaan pembelajaran yaitu penyusunan silabus dan
rencana pelaksanaan pembelajaran; dalam pelaksanaan pembelajaran yang dilihat
dari aspek pengelolaan kelas, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan
keterlibatan siswa; dari aspek evaluasi pembelajaran yaitu bagaimana
perencanaan penilaian dan pelaksanaan penilaian di kelas.
Mengingat tugas dan tanggung jawab yang begitu kompleknya, maka profesi
ini memerlukan persyaratan khusus antara lain dikemukakan di bawah ini.
1.
Menuntut adanya keterampilan yang
berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
2.
Menekankan pada suatu keahlian
dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3.
Menuntut adanya tingkat pendidikan
keguruan yang memadai.
4.
Adanya kepekaan terhadap dampak
kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.[5]
Selain persyaratan tersebut, masih ada persyaratan yang harus dipenuhi
oleh setiap pekerjaan yang tergolong ke dalam suatu profesi antara lain :
1.
Memiliki kode etik, sebagai acuan
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
2.
Memiliki klien layana yang tetap,
seperti dokter dengan pasiennya, guru dengan muridnya.
3.
Diakui oleh masyarakat karena
memang diperlukan jasanya di masyarakat.
Atas dasar persyaratan tersebut, jelaslah jabatan professional harus harus
di tempuh melalui jenjang pendidikan yang khusus mempersiapkan jabatan itu.
Demikian pula dengan profesi guru, harus ditempuh melalui jenjang pendidikan
keguruan.
Bila diperhatikan syarat-syarat profesi tersebut di atas tampak bahwa
profesi pendidik tidak mungkin dapat dikenakan kepada sembarangan orang yang
dipandang oleh masyarakat umum sebagai pendidik. Jadi ditinjau dari rumusan
profesi sudah jelas dapat dibedakan antara pendidik dalam keluarga dan di
masyarakat dengan pendidik di lembaga-lembaga pendidikan yaitu dosen dan guru.
Tetapi bila ditinjau dari cara kerja kedua kelompok ini belum menunjukan
perbedaan yang jelas. Seharusnya bila konsepnya berbeda secara jela, maka
prakteknya pun juga berbeda. Sebab utamanya adalah karena pengertian pendidik itu
belum jelas sehingga membuat praktek pendidikan tidak tepat.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Profesionalisme guru merupakan
tuntutan kerja seiring dengan perkembangan sains teknologi dan merebaknya
globalisme dalam berbagai sektor kehidupan. Suatu pola kerja yang diproyeksikan
untuk terciptanya pembelajaran yang kondusif dengan memperhatikan keberagaman
sebagai sumber inspirasi untuk melakukan perbaikan dan peningkatan mutu
pendidikan.
Dalam penelitian
profesionalisme guru dalam pembelajaran dilihat dari segi persiapan mengajar
guru, terutama mulai dari; perencanaan pembelajaran yaitu penyusunan silabus
dan rencana pelaksanaan pembelajaran; dalam pelaksanaan pembelajaran yang
dilihat dari aspek pengelolaan kelas, metode pembelajaran, media pembelajaran,
dan keterlibatan siswa; dari aspek evaluasi pembelajaran yaitu bagaimana
perencanaan penilaian dan pelaksanaan penilaian di kelas.
Guru sebagai tenaga pendidikan
secara substantif memegang peranan tidak hanya melakukan pengajaran atau transfer
ilmu pengetahuan (kognitif), tetapi juga dituntut untuk mampu memberikan
bimbingan dan pelatihan.
Ukuran kesuksesan kerja profesional
bagi seorang guru dapat dilihat dari target yang ingin dicapai dalam
pembelajaran, serta kemampuan mengoptimalkan fasilitas belajar dan kondisi
setempat. Bahwa umumnya keterbatasan menumbuhkan kreativitas pembelajaran.
Ketika tujuan Sistem Pendidikan Nasional ingin mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggungjawab (Pasal 3 UU.No.20 Tahun 2003), maka
kerja profesionalisme guru harus dilandasi oleh nilai dan tujuan sistem
pendidikan nasional. Disinilah peran ketauladanan guru tetap dibutuhkan sebagai
pembimbing dan pendamping anak didik atau siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Moh. Uzer Usman.
1996 Menjadi
Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya.
Bandung.
E. Mulyasa.
2007 Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru,
PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Undang-undang Guru dan Dosen Nomor
14 tahun 2005.
Nana Syaodih
Sukmadinata.
2007 Pengembangan Kurikulum. PT
Remaja Rosdakarya, Bandung.
Made Pidarta.
2006 Landasan Kependidikan.
PT Rineka Cipta, Jakarta.
[1] Drs.
Moh. Uzer Usman. 1996. menjadi guru
profesional. bandung
: pt remaja rosdakarya. Hlm 14
[2] Prof. DR. Made Pidarta. 2006. Landasan
Kependidikan. Jakarta
: PT Rineka Cipta. Hlm. 265.
[3] Uu nomor
14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Hlm. 3
[4]
www.google.com.
[5] Drs. Moh. Uzer Usman. 1996. Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya. Hlm. 15
0 komentar:
Posting Komentar