FILSAFAT
UMUM
Resume Buku
( Filsafat Ilmu )
DATA BUKU
Judul
Buku : Filsafat Ilmu
Penulis : Dr. Cecep Sumarna
Penerbit : CV. Mulia Press,
Bandung
Tahun
Terbit : 2008
ISI
BUKU
MENGAPA
FILSAFAT ILMU
Sebelum membahas lebih jauh tentang filsafat ilmu, maka
penulisan dalam buku ini diawali dengan pertanyaan mengapa filsafat ilmu ?
Tentu saja dari maksud diawali dengan pertanyaan tersebut, bahwa penulis
berusaha mengajak pembacanya untuk lebih tertarik guna mengenal dan mendalami
filsafat ilmu, serta membenarkan beberapa kekeliruan pandangan terhadap
filsafat ilmu, dan menyatakan bahwa filsafat ilmu bukanlah ilmu filsafat.
Pada bab ini diulas pula tentang lahirnya filsafat ilmu,
dimana filsafat di satu sisi dapat menjadi pembuka lahirnya ilmu, di sisi
lainnya, juga dapat menjadi pembuka lahirnya ilmu, di sisi lainnya juga dapat
berfungsi sebagai cara kerja akhir ilmuwan . ”Sombongnya”, filsafat
sering disebut sebagai induk ilmu (mother of science) dan sekaligus
menjadi pamungkas keilmuan yang dalam beberapa hal tidak dapat diselesaikan
oleh ilmu.
Kenapa demikian ? Sebab filsafat dapat merangsang lahirnya
sejumlah keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai observasi dan
eksperimen yang melahirkan berbagai pencabangan ilmu. Realitas juga menunjukkan
bahwa hampir tidak ada satu cabang ilmu pun yang lepas dari filsafat atau
serendahnya tidak tidak terkait dengan persoalan filsafat. Bahkan untuk
kepentingan perkembangan ilmu itu sendiri, lahir suatu disiplin filsafat yang
khusus mengkaji ilmu pengetahuan. Rumusan ilmu dimaksud disebut filsafat
pengetahuan, yang berkembang dalam cabang baru yang disebut sebagai filsafat
ilmu.
SEJARAH
ILMU PENGETAHUAN
Pada bab ini, Dr. Cecep Sumarna, sang penulis buku, menjelaskan
tentang sejarah ilmu pengetahuan yang dimulai dari cara berpikir manusia yang
berbau mistik. Yunani Kuno memiliki peranan penting dalam melakukan proses
perubahan paradigm berpikir manusia dari sesuatu berbau mistik ke dunia ilmu,
dunia logika, dunia factual, dunia terukur. Para filosof besar
Yunani Kuno seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles, mampu membalikkan mitos
atau mistik menjadi ilmu. Yunani kuno didukung kuat dan luasnya aspek mitos di
kalangan masyarakat. Harus pula diakui, bahwa mitos dapat menjadi perintis
filsafat. Melalui mitos, manusia mampu melakukan percobaan untuk mengerti
tentang sesuatu secara filosofis-spekulatif,
Mite
(kata besar dari mitos) dapat mencari keterangan tentang asal usul alam semesta
dan kejadian yang berlangsung di dalamnya. Mite mampu memberikan
jawaban atas sejumlah pertanyaan dasar tentang asal usul alam semesta. Jawaban
yang diberikan mite atas pertanyaan dasar tentang asal usul alam semesta
ini, secara teoretik kemudian disebut dengan kosmogonis. Ketika sudah
menjadi kajian kosmogonis, tentu tidak lagi murni mistik Tetapi sedikit banyak
sudah filosofis sekaligus sedikit banyak ilmiah, dan lahirlah ilmu pengetahuan.
Di samping berbicara tentang sejarah ilmu pengetahuan yang
cakupannya di wilayah Yunani Kuno, Cecep Sumarna selaku penulis buku ini, juga
memiliki asumsi bahwa dunia Islam sebagai penyelamat ilmu pengetahuan Yunani
Kuno.
MENGENAL FILSAFAT
Pada bab ini, penulis mengajak kita untuk lebih mengenal
filsafat dengan memahami filsafat itu sendiri. Dijelaskan dalam bab ini bahwa
filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia dan philosophos,
terstruktur dari kata philos dan Sophia atau philos dan shopos.
Philos berarti cinta, dan sophia atau shopos berarti
kebijaksanaan, pengetahuan tertinggi, hikmah.
Dalam arti yang agak umum, filsafat dapat digunakan untuk
menjawab berbagai pertanyaan yang muncul dalam pikiran manusia tentang berbagai
kesulitan yang dihadapinya, serta berusaha untuk menemukan solusi yang tepat.
Misalnya ketika kita menanyakan : “Siapa kita? Darimana kita berasal ? Mengapa
kita ada di suatu tempat ? Kemana kita akan pergi dan berlalu ? Apa yang
dimaksud dengan kebenaran dan kebathilan ? Dan apakah yang dimaksud dengan
kebaikan dan kejahatan ?
Namun demikian, dalam bab ini juga diungkapkan bahwa
filsafat dapat juga diartikan dalam arti yang khusus. Dalam arti
ini, kata filsafat biasanya bersinonim dengan sistem dari sebuah madzhab
tertentu dalam filsafat. Misalnya, filsafat dirangkaikan dengan salah
seorang filosof, seperti filsafat Aristoteles atau filsafat Plato.
Rangkaian kata filsafat dengan nama seorang filosof tertentu mengindikasikan
bahwa setiap filosof dengan aktivitas filsafat yang dilakukannya bermaksud
membangun suatu bentuk penafsiran yang lengkap dan menyeluruh terhadap segala
sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh filosof tertentu itu.
Selanjutnya, penulis menjelaskan juga tentang ciri berpikir
filsafat dengan ciri-ciri sebagai berikut : radikal, sistemik, universal dan
spekulatif. Berpikir radikal artinya berpikir sampai ke akar persoalan.
Sistemik adalah berpikir logis, yang bergerak selangkah demi selangkah, penuh
kesadaran, berurutan dan penuh rasa tanggung jawab. Universal artinya berpikir
secara menyeluruh tidak terbatas pada bagian-bagian tertentu, tetapi mencakup
keseluruhan aspek, yang konkret dan abstrak atau yang fisik dan metafisik.
Terakhir, spekulatif, karena seorang filosof memiliki cara berpikir yang spekulatif,
maka seorang filosof terus melakukan ujicoba dan memberikan pertanyaan terhadap
kebenaran yang dianutnya.
METAFISIKA
Buku yang berjudul Filsafat Ilmu ini, menjelaskan
pula tentang metafisika. Dalam filsafat ilmu, metafisika perlu dibahas,
karena memiliki nilai guna sebagai bahan studi atau pemikiran tentang sifat
tertinggi atau terdalam (ultimate nature) dari keadaan atau kenyataan
yang tampak nyata dan variatif. Melalui pengkajian dan penghayatan terhadap metafisika,
manusia akan dituntun pada jalan dan penumbuhan moralitas hidup.
Hubungan antara metafisika dengan filsafat ilmu dapat
diibaratkan seperti hubungan dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan meski
gampang dibedakan. Filsafat ilmu membincangkan persoalan metafisika
lebih karena hampir tidak ada ilmupun yang terlepas dari persoalan metafisika.
Bahkan dalam banyak hal, ilmu dan pengkaji ilmu (ilmuwan) yang kering makna metafisika
akan berakibat pada keringnya makna ilmu itu sendiri. Tentu ini subjektif,
tetapi kelihatannya sangat sulit ditolak.
SUMBER
ILMU PENGETAHUAN
Sumber ilmu pengetahuan yang menjadi kajian di bab ini
adalah aspek-aspek yang mendasari lahirnya ilmu. Aspek-aspek tadi, mungkin
telah memperlihatkan perkembangan yang ada atau mungkin muncul di tengah
kehidupan manusia.
Cecep Sumarna, sang penulis, memberikan penekanan tentang
pentingnya mengkaji sumber ilmu pengetahuan didasarkan atas : 1) Adanya
perbedaan pandangan di kalangan filosof dan saintis tentang apa yang
menjadi sumber ilmu ; dan 2) Perbedaan ini ternyata berkonsekwensi pada
perbedaannya paradigma yang dianut masing-masing komunitas masyarakat dalam
memandang dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan.
Dilihat dari sejarah, lahirnya sumber ilmu pengetahuan
seperti terlihat dalam corak ilmu pengetahuan Barat kontemporer, namun sebenarnya
berakar dari tradisi dialektis filosof Yunani pada abad kelima dan keempat
sebelum masehi.
Perlu diketahui pula, ada cara lain yang juga dapat disebut
sebagai sumber pengetahuan, yaitu intuisi dan wahyu. Kelompok yang menganggap
bahwa intuisi dan wahyu dapat menjadi sumber pengetahuan adalah mereka yang
masih menjunjung tinggi peranan wujud tertentu di laut dzat atau benda fisik
yang tampak dan dapat dibuktikan oleh alat indera manusiawi.
Intuisi dapat juga dianggap dapat menjadi sumber pengetahuan
karena melalui intuisi manusia mendapati ilmu pengetahuan secara langsung tidak
melalui proses penalaran tertentu. Melalui intuisi, menurut Cecep Sumarna,
manusia secara tiba-tiba menemukan jawaban dari permasalahan yang dihadapinya.
PENALARAN
: SARANA BERPIKIR ILMIAH
Pada bab ini, Cecep Sumarna mencoba mengenalkan kepada pembacanya tentang
penalaran yang merupakan sarana berpikir ilmiah. Seseorang telah melakukan
pentalaran dengan benar, dan karena tidak disebut telah memiliki ciri berpikir
nalar, apabila ia memperlihatkan pemikirannya yang logic dan analytic.
Logika adalah suatu kegiatan berpikir dengan menggunakan suatu pola tertentu
atau menurut logika tertentu, ketidak konsistenan dalam menggunakan alur
logika, dapat menyebabkan kekacauan penalaran. Sedangkan analitik adalah
kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada logika ilmiah dengan
menggunakan langkah-langkah tertentu dalam bingkai ilmiah tadi. Cara berpikir
tertentu baru termasuk ke dalam suatu penalaran yang benar, apabila ia
menggunakan penalaran yang logis dan analitik.
Dengan demikian, pada intinya yang diungkapkan oleh Cecep
Sumarna pada bab ini adalah bahwa sarana berpikir ilmiah berlandaskan pada
logika. Dengan kata lain, logika adalah cara penalaran dalam menarik
kesimpulan, untuk memperoleh cara berpikir yang lebih shahih.
Dalam praktisnya, serendahnya terdapat dua cara penarikan
kesimpulan melalui cara kerja logika. Dua cara itu adalah : induktif dan
deduktif. Logika induktif diartikan sebagai penarikan kesimpulan dari
kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan
rasional. Logika deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari hal-hal yang
bersifat umum rasional menjadi kasus-kasus yang bersifat khusus sesuai fakta di
lapangan. Dalam implementasinya, kedua cara penarikan kesimpulan ini memiliki
implikasi yang amat luas, yang secara perlahan-lahan akan terurai melalui
berbagai penjelasan di bab berikut buku ini.
METODE
BERPIKIR ILMIAH
Metode berpikir ilmiah adalah prosedur, cara dan teknik
memperoleh pengetahuan. Meski tidak semua pengetahuan didapatkan melalui metode
atau pendekatan ilmiah, tetapi apa yang disebut dengan ilmu, harus didapatkan
melalui pendekatan dan metode ilmiah. Kaidah filsafat ilmu, bahkan disebut
bahwa suatu pengetahuan, baru dapat disebut sebagai ilmu, apabila cara
perolehannya dilakukan melalui kerangka kerja ilmiah. Salah satu cara kerja
ilmiah dimaksud disebut metode ilmiah.
Dengan menggunakan metode berpikir ilmiah, manusia terus
menerus mengembangkan pengetahuannya. Dengan metodenya manusia terus memperoleh
kenikmatan dan kebahagiaan hidup. Perspektif ini oleh sang penulis buku ini
dikatakan hanya akan terwujud sikap ingin tahu manusia dan itu semua dilakukan
melalui metode berpikir tertentu yang disebut dengan metode berpikir ilmiah.
Manusia memiliki sifat ketergantungan yang luar biasa terhadap pengetahuan.
Sifat ingin tahu yang melekat pada diri manusia, telah mendorong manusia untuk
mengungkapkan pengetahuan, meski dengan berbagai cara dan pendekatan yang
digunakan.
Yang perlu kita ketahui dalam hal ini, bahwa secara
historis, ada empat cara manusia memperoleh pengetahuan, yaitu : 1) Berpegang
pada suatu yang telah ada (metode keteguhan); 2) Merujuk kepada
pendapat ahli (metode otoritas); 3) Berpegang pada
intuisi (metode intuisi), dan ; 4) menggunakan metode ilmiah.
MENYUSUN
PROPOSAL PENELITIAN
Kegiatan ilmiah, biasanya dilakukan melalui penelitian.
Sebuah penelitian biasanya diawali dari penyusunan proposal atau rencana
penelitian. Sehingga di dalam buku ini, sang penulis, Cecep Sumarna,
mengemukakan tentang beberapa langkah yang harus ditempuh peneliti dalam
merumuskan proposal penelitian. Langkah-langkah dimaksud adalah : latar
belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
menyusun kerangka teoritis, metode penelitian, menyusun laporan penelitian, dan
menyusun kesimpulan. Selain susunan di atas, dalam penelitian juga dilengkapi
oleh abstrak, daftar pustaka dan riwayat hidup peneliti.
ETIKA
Etika adalah salah satu unsure penting yang terdapat dalam
teori nilai. Kata teori nilai yang terdiri dari dua suku kata, yakni teori dan
nilai itu, tampaknya merupakan terjemahan dari bahasa Yunani, logos (akal
dan teori) dan aksios (nilai atau suatu yang berharga).
Para ahli filsafat sering menyebut teori nilai sama dengan aksiologi.
Seperti diketahui bahwa aksiologi merupakan bagian dari tiga cabang
besar filsafat ilmu, yakni : ontology, epistemology dan aksiologi. Aksiologi
sering disebut sebagai ilmu yang melakukan penyelidikan mengenai kodrat,
criteria dan status metafisik dari nilai.
Nilai disebut aksiologi, karena cabang filsafat ini
menyelidiki hakikat nilai ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Louis O.
Kattsoff menyebutkan beberapa cabang pengetahuan yang terkait dengan
masalah nilai, atau setidaknya berkeperluan terhadap nilai. Nilai dimaksud
seperti ekonomi, etika, estetika, filsafat agama dan epistemology kebenaran.
Bidang –bidang ini menurut Kattsoff, mesti dibingkai dalam kaidah nilai. Sebab
betapapun tingginya capaian fisik yang dihasilkan dari basis keilmuan di atas,
ia tetap akan kehilangan nilai substantifnya, tanpa nilai yang mengidealisir
system bangunannya.
Sehingga di dalam bab ini, Cecep Sumarna sang penulis buku
ini, berupaya menonjolkan semangat pada bab ini yang akan menguraikan tentang
nilai dalam ilmu. Bagaimana nilai harus diterapkan ketika berhadapan dengan
wilayah keilmuan? Apakah nilai dapat disusun dalam rumusan tunggal sehingga
diakui bahwa nilai itu mengandung makna universalnya atau tidak ? Lalu bagaiman
ilmuwan dan kita semua bersikap ketika fakta menunjukkan bahwa penilaian
terhadap nilai itu subjektif? Sebatas mana pula subjektivitas itu ditoleransi?
Inilah urgensi terpenting dari kajian BAB ini.
ESTETIKA
Di dalam bab estetika ini, penulis buku mengawali tulisannya
dengan suatu ungkapan yang cukup membuat orang penasaran untuk lebih memahami
bab ini, yaitu : menarik tidak untuk tertarik, mencintai tidak untuk
memiliki, memiliki tidak untuk mencintai, memiliki tidak untuk menikmati,
bahkan menikmati tak berarti harus mencintai dan memiliki.
Bab ini juga diawali dengan contoh-contoh penilaian estetika
dari kaum adam terhadap kaum hawa yang di dalam penilaian tersebut tidak
terlepas dari penilaian yang subjektif. Namun, yang perlu kita perhatikan dalam
estetika adalah bahwa estetika merupakan bagian dari tritunggal, yakni
teori tentang kebenaran (epistemologi), kebaikan dan keburukan (etika)
dan keindahan itu sendiri (estetika). Estetika misalnya berbicara
mengenai hakikat keindahan. Selain itu, estetika juga berbicara tentang teori
mengenai seni. Seni yang melukiskan bahasa perasaan.
Dengan demikian, estetika berarti suatu teori yang meliputi
: 1) Penyelidikan mengenai yang indah; 2) Penyelidikan mengenai
prinsip-prinsip yang mendasari seni; dan 3) Pengalaman yang
bertalian dengan seni, penciptaan seni, penilaian terhadap seni atau perenungan
terhadap seni.
BAHASA
& NOTASI ILMIAH
Di lautan yang teduh, setiap orang kemungkinan dapat menjadi
nakhoda perjalanan.
Kalimat ini menjadi awal tulisan dalam bab ini, yang pada hakekatnya penulis
buku ini ingin mengutarakan tentang fungsi bahasa dalam komunikasi. Setiap
komunikasi, pasti menggunakan bahasa. Bahasa adalah sarana berpikir. Bahasa
berguna untuk menjadi alat komunikasi dalam menyampaikan jalan pikiran dirinya
kepada orang lain. Melalui bahasa, manusia tidak mungkin berpikir secara
sistematis.
Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia.
Dengan bahasa, manusia mampu melakukan abstraksi sekaligus simbolisasi dari
realitas faktual empiris ke dalam dunia ide.
Bahasa dapat mendorong manusia melakukan proses
transformasi. Melalui bahasa, manusia dapat melakukan proses berpikir dengan
cara menarik realitas factual ke dalam dunia ide, meski objek-objek faktual
dimaksud tidak lagi factual-empiris dan telah berada di luar jangkauan dirinya.
Melalui bahasa manusia dapat melakukan komunikasi apa saja dari satu subjek
kepada objek lain.
Bahasa itu sendiri kadang tertuang dalam bentuk tulisan.
Sehingga penulis buku ini, Cecep Sumarna, berupaya memberikan penekanan
terhadap tulisan yang memiliki peranan yang cukup kuat dalam mempengaruhi
pikiran manusia. Di dalam tulisan ilmiah, mensyaratkan adanya notasi ilmiah. Ia
berfungsi untuk menjadi alat ukur penegakkan prinsip kejujuran ilmiah. Prinsip
dasarnya, setiap pemikiran tidak pernah berdiri sendiri, sebagai sesuatu yang
benar-benar baru. Setiap pengetahuan selalu dan pasti merupakan tumpukan
dan lanjutan dari satu item kepada item lain.
Ada tiga bentuk sistem notasi ilmiah. Ketiga bentuk dimaksud
adalah : Pertama, harus teridentifikasi dari siapa penulis melakukan
rujukan. Kedua, media atau alat komunikasi yang dijadikan oleh
mereka yang pikirannya disadur. Ketiga, juga harus jelas lembaga yang
menerbitkan tulisan mereka yang oleh penulisan pikirannya disadur. Masuk dalam
ranah ini, termasuk tahun penerbitan dan halaman berapa mereka menulis.
Dalam bentuknya, notasi ilmiah dibagi ke dalam tiga bentuk.
Ketiga bentuk dimaksud adalah : 1) Catatan kaki (foot note); 2) In
Note (catatan di dalam tulisan), dan 3) End Note (diletakkan di
akhir tulisan).
PENUTUP
Buku yang ditulis oleh Cecep Sumarna ini, pada hakekatnya
ingin mengungkapkan tentang pengetahuan, ilmu dan anak turunannya (teknologi)
yang selalu menjadi perhatian orang. Wajar saja ini dituangkan dalam tulisan
ini, karena hampir setiap dinamika kehidupan manusia akan sangat tergantung
pada tiga persoaan di atas. Abad ini, yang disinyalir oleh berbagai ahli
sebagai abad informasi, telah menggeser paradigm berpikir masyarakat. Perubahan
paradigma dimaksud, salah satunya dipengaruhi kuat oleh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Perkembangan teknologi saat ini misalnya, bukan
hanya sekedar dijadikan alat, tetapi ia kini telah menjadi komoditi yang dapat
diperjual belikan dengan berbagai kepentingan.
Dihadapkan pada kondisi tersebut di atas, maka penulis buku
filsafat ilmu ini, yaitu Cecep Sumarna, beliau mampu mencermati dan
mengimbangi hal tersebut dengan menampilkan pemikirannya terhadap sesuatu yang
sedikit jarang dilakukan dan diperhatikan orang, dan ini menurut saya
cukup urgen untuk diteliti lebih jauh, yaitu pembahasan mengenai hakikat
pengetahuan, ilmu dan teknologi itu sendiri khususnya ketika harus berelasi
dengan manusia.
Harus diakui bahwa perhatian terhadap hal ini telah
melahirkan banyak aliran dalam filsafat dengan segala persamaan dan
perbedaannya, dan itu semua melahirkan filsafat ilmu yang dibahas secara
terperinci dalam buku ini oleh sang penulis Cecep Sumarna.
Namun, sebagai cendekiawan muslim, Cecep Sumarna dalam
mengembangkan tulisannya tentang filsafat ilmu masih berkiblat kepada
filosof-filosof Yunani. Walau demikian, terdapat upaya Cecep Sumarna untuk
mengimbangi kelemahannya ini dengan menampilkan beberapa filosof muslim, dan di
dalam buku ini juga dikemukakan tentang peranan dunia Islam sebagai penyelamat
ilmu pengetahuan Yunani Kuno. Di dalam buku ini juga terdapat semangat Cecep
Sumarna untuk melakukan islamisasi filsafat ilmu dan pengetahuan, namun
pengembangannya masih terbatas karena di dalam tulisannya masih terungkap
pandangan dan pemikiran para filosof Yunani Kuno, seperti Aristoteles, Socrates
dan lain-lain.
Walau demikian, perlu diakui, bahwa pemikiran-pemikiran yang
diangkat oleh Dr. Cecep Sumarna ini merupakan buah karya anak muda yang
produktif untuk membantu khazanah kita untuk memikirkan atau ikut serta
berpikir tentang masalah filsafat ilmu yang memegang peranan penting dalam
kehidupan manusia sehingga ilmunya dapat memberikan manfaat yang positif bagi
kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi ini
0 komentar:
Posting Komentar