HAKIKAT
DAN URGENSI BIMBINGAN DAN KONSELING
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Konseling sebagai seorang individu yang sedang berada dalam
proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah
kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli
memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan
tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah
kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan
konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan
kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier,
lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.
B.
Rumusan Masalah
- Hakikat Bimbingan dan Konseling
- Urgensi Bimbingan dan Konseling
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Bimbingan Konseling
Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya
landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih
penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya
disebut konseling, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau
mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi,
intelektual, sosial, dan moral-spiritual).
Konseling sebagai seorang individu yang sedang berada dalam
proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah
kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli
memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan
tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah
kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses
perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari
masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam
alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang
dianut.
Perkembangan konseling tidak lepas dari pengaruh lingkungan,
baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah
perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya
hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan yang terjadi itu
sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan
kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi
(kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku.
Perubahan lingkungan yang diduga mempengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan
perkembangan tersebut, di antaranya: pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat,
pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial ekonomi masyarakat, revolusi
teknologi informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga, dan perubahan
struktur masyarakat dari agraris ke industri.
Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti :
maraknya tayangan pornografi di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat
kontrasepsi, minuman keras, dan obat-obat terlarang/narkoba yang tak terkontrol;
ketidak harmonisan dalam kehidupan keluarga; dan dekadensi moral orang dewasa
sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup konseli (terutama pada usia
remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia),
seperti: pelanggaran tata tertib Sekolah/Madrasah, tawuran, meminum minuman
keras, menjadi pecandu Narkoba atau NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif lainnya, seperti: ganja, narkotika, ectasy, putau, dan
sabu-sabu), kriminalitas, dan pergaulan bebas (free sex).
Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak
diharapkan, karena tidak sesuai dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang
dicita-citakan, seperti tercantum dalam tujuan pendidikan nasional (UU No. 20
Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2)
berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki
kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri,
serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan
tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat
satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara
bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut.
B.
Urgensi Bimbingan dan
Konseling
Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan
bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional,
remedial, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang
berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling
perkembangan (Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan
konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling).
Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya
pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan
masalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar
kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga
bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling). Standar dimaksud adalah standar
kompetensi kemandirian.
Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak
diharapkan adalah mengembangkan potensi konseling dan memfasilitasi mereka
secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian.
Upaya ini merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus
dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang perkembangan konseli
beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal
adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi,
yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau
kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan
bidang administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan
konseling, hanya akan menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam aspek
akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek
kepribadian.
Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan
bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional,
remedial, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang
berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling
perkembangan (Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan
konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling).
Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya
pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan
masalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar
kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga
bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling). Standar dimaksud adalah standar
kompetensi kemandirian (periksa lampiran 1).
Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi
antara konselor dengan para personal Sekolah/ Madrasah lainnya (pimpinan
Sekolah/Madrasah, guru-guru, dan staf administrasi), orang tua konseli, dan
pihak-pihak ter-kait lainnya (seperti instansi pemerintah/swasta dan para ahli
: psikolog dan dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan di
Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam upaya membantu para konseli agar
dapat mengem-bangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik
menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.
Atas dasar itu, maka implementasi bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi
konseli, yang meliputi as-pek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait
dengan pengembangan pribadi konseli sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual
(biologis, psikis, sosial, dan spiritual).
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di
Sekolah/ Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya
landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih
penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya
disebut konseling, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau
mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi,
intelektual, sosial, dan moral-spiritual).
Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak
diharapkan seperti disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan
memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar
kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan wilayah garapan bimbingan dan
konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang
perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal
adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi,
yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau
kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya
melaksanakan bidang administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang
bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan konseli yang pintar dan
terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan
dalam aspek kepribadian.
DAFTAR
PUSTAKA
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia.
2007 Penataan
Pendidikan Profesional Konselor. Naskah Akademik ABKIN (dalam proses
finalisasi).
_____, 2005 Standar
Kompetensi Konselor Indonesia. ABKIN. Bandung.
Bandura, A. (Ed.).
1995 Self-Efficacy
in Changing Soceties. Cambridge University Press. UK Cambridge.
BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Balitbang Diknas.
2006 Panduan
Pengembangan Diri: Pedoman untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Draft, BSNP
dan PUSBANGKURANDIK, Depsiknas. Jakarta.
Browers, Judy L. & Hatch, Patricia A.
2002 The
National Model for School Counseling Programs. ASCA (American School
Counselor Association).
Cobia, Debra C. & Henderson, Donna A.
2003 Handbook
of School Counseling, Merrill Prentice Hall, New Jersey.
Comm, J.Nancy.
1992 Adolescence.
Myfield Publishing Company, California.
Corey, G.
2001 The
Art of Integrative Counseling. Brooks/Cole. Belomont CA.
Depdiknas.
2003 Pelayanan
Bimbingan dan Konseling. Puskur Balitbang, Jakarta.
_____, 2005 Permen
RI nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
_____, 2006 Permendiknas
no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.
_____, 2006 Permendiknas
no 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan SI dan SKL.
Direktorat
Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi.
2003 Dasar
Standardisasi Profesionalisasi Konselor. Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga
Kepen-didikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
Ellis, T.I.
1990 The
Missouri Comprehensive Guidance Model. The Educational Resources
Information Center. Columbia.
Engels, D.W dan J.D. Dameron, (Eds).
2005 The
Professional Counselor Competencies: Performance Guidelines and Assessment.VA:
AACD, Alexandria.
Gibson R.L. & Mitchel M.H.
1986 Introduction
to Counseling and Guidance. MacMillan Publishing Company. New York.
0 komentar:
Posting Komentar