About

Rabu, 28 Januari 2015

Hadits Jual, Beli, Riba, dan Hutang



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Muamalah adalah salah satu cara manusia untuk bertransaksi. Islam mengajarkan umat manusia untuk berlaku jujur sehingga menghasilkan transaksi yang halal. Banyak transaksi yang digunakan oleh sebagian orang- orang dengan carab yang asal. Tanpa memperdulikan cara mendapatkannya, melihat kadar barang, mengukur sifat barang, sehingga tidak memperdulikan kaidah- kaidah hukum Islam dan tidak memperdulikan haram atau halal.
Didalam hadits- hadits yang penulis cantumkan dalam makalah ini, berisi tentang salah satu hadits tentang transaksi jual beli: jual beli ijon, riba fadhol, upah pelacur, upah dari penjualan anjing, memberi tempo pembayaran hutang. Hadits ini bersisi tentang transaksi  kita lihat dalam kehidupan.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan jual beli, riba dan hutang?
2.      Bagaimana penjelasan serta analisis mengenai jual beli, riba dan hutang?
3.      Bagaimana aplikasi dalam kehidupan sehari-hari?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan  jual beli, riba dan hutang
2.      Untuk mengetahui penjelasan serta analisis mengenai jual beli, riba dan hutang
3.      Untuk mengetahui aplikasi dalam kehidupan sehari-hari.



BAB II
PEMBAHASAN

A.     Jual Beli
1)      Larangan jual beli ijon
وَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ: ( نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ اَلْمُحَاقَلَةِ, وَالْمُخَاضَرَةِ, وَالْمُلَامَسَةِ, وَالْمُنَابَذَةِ, وَالْمُزَابَنَةِ )  رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ
a.      Terjemah
Anas berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang jual-beli dengan cara muhaqalah, muhadlarah (menjual buah-buahan yang belum masak yang belum tentu bisa dimakan), mulamasah (menjual sesuatu dengan hanya menyentuh), munabadzah (membeli sesuatu dengan sekedar lemparan), dan muzabanah.  (Hadits Riwayat Bukhari)[1].
b.      Penjelasan dan Analisis:
Di atas, Rasulullah melarang jual beli salah satunya yaitu larangan jual beli ijon atau muhadlarah (menjual buah-buahan yang belum masak yang belum tentu bisa dimakan). Karena salah satu syarat barang yang boleh dijualbelikan yaitu diketahui keadaanya.[2] karen jual beli sepereti ini bisa merugikan si pembeli, karena hanya mengira- ngira tanpa tahu hasil dan manfaat yang dihasilkan. Seperti pada penjualan Buah yang masih belum matang yang masih ada dalam tangkainya, ataupun membeli anak hewan yang masih ada dalam kandungan. Seperti pada penjelasan hadits Riwayat Thabrani dibawah ini[3]:
وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: ( نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ تُبَاعَ ثَمَرَةٌ حَتَّى تُطْعَمَ, وَلَا يُبَاعَ صُوفٌ عَلَى ظَهْرٍ, وَلَا لَبَنٌ فِي ضَرْعٍ)  رَوَاهُ اَلطَّبَرَانِيُّ فِي اَلْأَوْسَطِ وَاَلدَّارَقُطْنِيُّ وَأَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ فِي اَلْمَرَاسِيلِ لِعِكْرِمَةَ, وَهُوَ اَلرَّاجِحُ. وَأَخْرَجَهُ أَيْضاً مَوْقُوفاً عَلَى اِبْنِ عَبَّاسٍ بِإِسْنَادٍ قَوِيٍّ, وَرَجَّحَهُ اَلْبَيْهَقِيُّ
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang menjual buah-buahan hingga masak, bulu yang masih melekat di punggung (hewan hidup), dan susu dalam tetek. (Riwayat Thabrani dalam kitab al-Ausath. dan Daruquthni. Abu Dawud meriwayatkan dalam hadits-hadits mursal ikrimah, ia juga meriwayatkan secara mauquf dari Ibnu Abbas dengan sanad kuat yang diperkuat oleh Baihaqi).
وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: ( نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ الْمُزَابَنَةِ; أَنْ يَبِيعَ ثَمَرَ حَائِطِهِ إِنْ كَانَ نَخْلاً بِتَمْرٍ كَيْلاً, وَإِنْ كَانَ كَرْماً أَنْ يَبِيعَهُ بِزَبِيبٍ كَيْلاً, وَإِنْ كَانَ زَرْعاً أَنْ يَبِيعَهُ بِكَيْلِ طَعَامٍ, نَهَى عَنْ ذَلِكَ كُلِّهُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ 
Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang jual-beli muzabanah, yaitu seseorang yang menjual buah kebunnya, jika kurma basah dijual dengan kurma kering bertakar, anggur basah dijual dengan anggur kering bertakar, dan tanaman kering dijual dengan makanan kering bertakar. Beliau melarang itu semua. (Muttafaq Alaihi).
Dalam hadits di atas menjelaskan dalam jual beli tersebut adalah batasan buah yang masih ada di pohonnya bisa dijual adalah jika sudah layak dimakan. Tanda-tanda buah itu sudah bisa dimakan berbeda-beda sesuai dengan jenis buahnya. Hal itu telah diisyaratkan di dalam riwayat Anas bin Malik ra.:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ بَيْعِ الْعِنَبِ حَتَّى يَسْوَدَّ وَعَنْ بَيْعِ الْحَبِّ حَتَّى يَشْتَدَّ
Rasulullah saw. melarang menjual anggur hitam hingga warnanya menghitam dan menjual biji-bijian hingga sudah keras (HR Abu Dawud).
Dalam hal buah-buahan, secara umum terdapat dua jenis. Pertama: buah-buahan yang ketika sudah tua/cukup umur bisa dipetik dan selanjutnya bisa masak, seperti mangga, pisang, dan pepaya.  Jika sudah ada semburat warna merah atau kuning yang menandakan sudah cukup tua, buah itu bisa dipetik dan nantinya akan masak. Jika belum tampak tanda-tanda seperti itu buah dipetik maka tidak bisa masak.  Buah-buahan jenis ini, jika sudah tampak tanda-tanda perubahan warna itu, yakni sudah cukup tua untuk dipetik, maka sudah boleh dijual meski masih di pohonnya.
Kedua, buah-buahan yang harus dipetik ketika sudah masak seperti semangka, jambu, salak, jeruk, anggur, rambutan dan sejenisnya.  Jika sudah seperti itu maka buah yang masih dipohonnya boleh dijual. Batas tersebut bisa diketahui dengan mudah oleh orang yang berpengalaman tentangnya.
Ada juga tanaman yang kebanyakan dari jenis sayuran seperti ketimun, buncis, dan kacang panjang, yang jika bunganya sudah berubah menjadi buah, maka saat itu sudah mulai layak untuk dikonsumsi.  Buah tanaman sejenis ini, jika bunga sudah berubah menjadi buah, sudah boleh dijual.  Adapun jenis biji-bijian, seperti padi, kedelai, jagung dan sebagainya, maka sesusai hadis Anas di atas, sudah boleh dijual ketika sudah keras.
Tampaknya kelayakan buah untuk dikonsumsi itu tidak harus terpenuhi pada seluruh buah di kebun.  Hal itu adalah sangat sulit. Sebabnya, buah di satu kebun bahkan satu pohon memang tidak memiliki tingkat ketuaan yang sama dan tidak bisa masak secara bersamaan.  Ketuaan dan menjadi masak itu terjadi secara bertahap hingga seluruh buah di kebun menjadi tua/masak. Karena itu,  maksud yabduwa shalâhuhu itu adalah jika ada sebagian buah sudah layak dikonsumsi, maka buah yang sama di satu kebun itu boleh dijual semuanya, baik yang sudah mulai masak maupun yang belum.
Batas mulai layak dikonsumsi itu bergantung pada masing-masing jenis buah.  Misalnya jika sudah ada sebagian mangga yang masak maka semua mangga yang ada di satu kebun itu boleh dijual.  Jika ada sebagian semangka yang sudah layak dikonsumsi maka seluruh semangka jenis yang sama di kebun itu boleh dijual, termasuk yang masih muda. Jika sudah ada sebagian bunga ketimun yang berubah menjadi buah maka semua ketimun di seluruh kebun itu boleh dijual.  Jika ada sebagian tongkol jagung manis sudah layak dipetik maka seluruh jagung manis di kebun itu boleh dijual.
Jika buah yang masih di pohon itu dijual, lalu terjadi bencana cuaca seperti hujan, angin, hawa dingin, angin kering/panas, dsb, maka penjual wajib menarik diri dari harga buah yang mengalami cacat atau rusak dan mengembalikannya kepada pembeli.
c.       Aplikasi dalam kehidupan
Aplikasi berdasarkan hadits jual beli di atas dalam kehidupan ini dapat di contohkan seperti kasus seorang pemborong jambu ia memborong jambu yang masih mengkal dipohonnya. Sedangkan buah jambu yang terdapat pada pohon tersebut belum jelas takarannya, sehingga dapat merugikan sebelah pihak.
Ada hal yang menarik yang bisa kita ambil pelajaran moralnya dari perilaku semacam ini. Kita haruslah sabar dalam menjalani hidup, jangan terlena dengan angan-angan atau perkiraan-perkiraan yang menawarkan mendapatkan keuntungan secara instan. Biarlah berjalan sesuai dengan prosesnya. Bila dipaksakan sebelum waktunya, maka akan terasa pahit, seperti memakan buah yang belum matang langsung dimakan. Maka pasti akan terasa pahit di lidah. Namun, bila kita bersabar sampai datang waktunya, maka akan terasa manis, terjauh dari kemungkinan rugi, seperti kita makan buah yang sudah matang, maka akan terasa enak di lidah.
2)      Kehalalan hasil jual beli anjing dan upah pelacur
عَنْ أَبِيْ مَسْعُوْدٍ قَا لَ نَهَى رَسُوْ لُ اللهِ ص م: عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَ عَنْ مَهْرِ الْبَغِيَّ وَعَنْ حُلْوَا نِ الْكَاهِنِ  (الحرجه الستة)
a.      Terjemah
Ibnu Mas’ud menceritakan bahwa “Rasulullah Saw, melarang hasil uang penjualan anjing, upah pelacur, dan hadiah yang diberikan kepada dukun”. (H.R Bukhari, muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majjah)[4]
b.      Penjelasan dan Analisis:
Menjelaskan bahwa Rosullah  melarang pada hasil penjualan barang najis diantaranya anjing, upah dari pelacur, dan hadiah yang diberikan kepada dukun. Jenis transaksi ini haram dilakukan, karena kemudharatan yang dihasilkan. Anjing adalah salah satu barang najis yang dilarang oleh islam seperti dalam Qs. Al-maidah:
 حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ...
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah,
Dalam kata “daging babi “ dikiaskan dengan anjing sperti, penjelasan dalam hadits dibawah ini[5]:
عَنْ جَابِرْ رض أَنَّ رَسُوْلُ الله ص م قَالَ إِنَّ اللهَ وَ رَسُوْلُهُ حَرَمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيْرِ وَالأَصْنَامِ (رواه بخرى والمسلم)
Dari Jabir r.a Rasulullah Saw bersabda “Sesungguhnya Allah dan Rasulnya telah mengharamkan jual arak, bangkai, bangkai, babi, dan berhala” (H.R Muttafakun alaih)
Selain diharamkan jual beli anjing, rasulullah juga mengharamkan pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan melacur karena melacur/berzina merupakan perilaku yang diharamkan oleh Allah. Selain dari itu, Rasulullah juga melaknat wanita yang ditato dan juga orang yang mentato seperti dalam hadis dibawah ini :
وَفِى حَدِيْثِ أََبِِيْ جُحَيْفَةَ قَا لَ : نَهَى رَسُوْ لَ الله ص م عَنْ كَسْبِ الْبَغِيَّ وَ لَعَنَ الْوَا شِمَةَ وَ المُسْتَوْشِمَةِ (اخرجه البخري) 
Dalam hadits Abu Juhaifah, dikatakan bahwa “Rasulullah Saw, melarang pendapatan dari melacur dan melaknat wanita yang di tato dan wanita yang meminta untuk di tato pada tubuhnay.,”. (H.R Bukhari dan Abu Daud)[6]
وَعَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَا لَ : نَهَى رَسُوْلَ اللِه ص م عَنْ كَسْبِ الْإِلمَاءِ
 (اخرجه البخري و أبو داود)
Abu Hurairah r.a menceritakan, “Rasulullah melarang pendapatan dari budak wanita yang dipaksa tuanya untuk melacur”.[7]
Dari hadis kedua diatas, Rasulullah juga melaknat dan juga mengharamkan pendapatan bagi orang yang memaksa orang lain untuk melacur. Karena hal ini merupakan tindakan dzolim dan merusak kehidupan orang lain.
وَ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ وَهُوَ يَخْطَبُ يَقُوْلُ : لاَ تُكَلِّفٌوْا الأَمَةَ غَيْرَ ذَاتِ الصَّنْعَةِ الْكَسْبَ فَإَنَّكُمْ مَتَى كَلَّفْتُمُوْهَا ذَالِكَ كَسَبَتْ بِفَرْجِهِا وَلاَتُكَلِّفُوْاالْصَغِيْرَالْكَسْبَ فَإِنَّهُ إِذَا لَمْ يَجِدْ سَرَقَ وَعِفُّوْا إِذْ أَعَفَّكُمْ الله وَعَلَيْكُمْ مِنَ الْمَطَاعِمِِ بِمَا طَا بَ مِنْهَا  (اخرجه مالك)
Diriwayatkan bahwa pada suatu ketika, Utsman berkhutbah, “Janganlah kalian membebani bydak wanita yang tidak mampu bekerja untuk bekerja karena engkau memaksanya bekerja, ia akan bekerja dengan menjual dirinya. Janganlah kalian memaksa anak-anak kecil kalian sebab jika engkau memaksanya bekerja dan ia tidak bisa bekerja, ia akan mencuri. Tinggalkanlah pekerjaan yang buruk dan bersabarlah atasnya karena Allah akan memberikan jalan untuk menghindarkan diri dari yang haram dan buruk dengan kekayaan. Dan hendaklah kalian mencari sesuap nasi (pangan) dengan jalan yang halal”.
(H.R Malik)
Jual beli menurut bahasa berarti Al-ba’i, Al-tijarah dan Al-mubadalah, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam QS.Al fatir: 29 yang artinya mereka mengharapkan tijarah (perdagangan) yang tidak akan rugi. Menurut istilah yang dimaksud dengan jual beli ialah menukar barang dengan barang, atau menukar barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lainya.
Jual beli menurut ulama Malikiyah ada 2 macam yaitu jual beli yang bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus. Jual beli dalam arti umum ialah suatu peroikatan tukar menukar sesuatu yang bukan pemanfaatan yang kenikmatan. Perikatan adalah akad yang mengikat dua belah pihak. Sedangkan tukar menukar yaitu salah satu pihak menyerahkan ganti penukaran atas sesuatu yang ditukarkan oleh pihak lain. Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik.[8]
Dalam jual beli itu terdapat rukunnya, yaitu:  [9]
1.      Penjual dan pembeli
-         Berakal
وَلا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا... (النساء: 5)
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja...”
-         Kehendak sendiri atau tanpa paksaan
-         Tidak mubazir
-         Baligh
2.      Uang dan benda yang dibeli
-         Suci
-         ada manfaatnya
-         barang itu dapat diserahkan (barangnya nyata)
-         barang tersebut benar-benar milik sipenjual
لآَبَيْعَ إِلاَّفِيْمَا يُمْلَكَ (رواه ابوداودوالترمدى)

“Tidak sah jual beli kecuali barang yang dimiliki sendiri”. (H.R Abu Dawud dan Tirmidzi)

3.      lapadz ijab qabul
إِنَّمَا الْبَيْعَ عَنْ تَرَاضٍ. (رواه إبن حبّان)
“Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika saling suka”. (H.R Ibnu Hibban)

c.       Aplikasi dalam kehidupan
Di zaman sekarang ini banyak kita temui hal yang haram, namun dianggap halal karena sudah menjadi kebiasaan. Janganlah campur adukan hal yang halal dengan yang haram. Seperti contohnya, kita menjual anjing untuk mendapatkan uang yang akan digunakan untuk kelangsungan hidup atau kegiatan amal yang lain. Maka, walaupun alasannya untuk menafkahi keluarga, seberapa mepetnya pun, dalam pandangan Islam tetap dianggap haram, walaupun hasilnya akan digunakan untuk sesuatu yang baik secara agama.

B.     Riba 
عَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ: ( لَعَنَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم آكِلَ اَلرِّبَا, وَمُوكِلَهُ, وَكَاتِبَهُ, وَشَاهِدَيْهِ, وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَلِلْبُخَارِيِّ نَحْوُهُ مِنْ حَدِيثِ أَبِي جُحَيْفَة
a.      Terjemah
Jabir Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Beliau bersabda: "Mereka itu sama." (Hadits Riwayat Muslim).
وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( اَلرِّبَا ثَلَاثَةٌ وَسَبْعُونَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ اَلرَّجُلُ أُمَّهُ, وَإِنَّ أَرْبَى اَلرِّبَا عِرْضُ اَلرَّجُلِ اَلْمُسْلِمِ )  رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَهْ مُخْتَصَراً, وَالْحَاكِمُ بِتَمَامِهِ وَصَحَّحَهُ
Dari Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Riba itu mempunyai 73 pintu, yang paling ringan ialah seperti seorang laki-laki menikahi ibunya dan riba yang paling berat ialah merusak kehormatan seorang muslim." (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan ringkas dan Hakim dengan lengkap, dan menurutnya hadits itu shahih).
a.      Penjelasan dan analisis :
Riba menurut bahasa arab ialah lebih (bertambah). Adapun yang dimaksud disini istilah syara’ adalah akad yang terjadi dengan penukaran yang tertentu, tidak diketahui sama atau terlambat menerimanya. Beberapa macam riba:
-         Riba Fadli (menukarkan dua barang yang sejenis dengan yang tidak sama)
-         Riba qardi (utang dengan syarat ada keuntungan bagi yang memberi utang)
-         Riba yad (berpisah dari tempat akad sebelum timbang terima)
-         Riba nasa’ (disyaratkan salah satu dari kedua berang yang dipertukarkan ditangguhkan penyerahannya)[10]
Hukum dari memakan riba itu sendiri adalah haram dan Allah melaknat orang yang memakan riba beserta orang yang menjadi saksi dalam pelaksanaannya.
Dalam pembahasan kita kali ini adalah riba fadli. Riba fadhli atau Riba Fadhal ialah berlebihan salah satu dari dua pertukaran yang diperjualbelikan. Bila yang diperjualbelikan sejenis, berlebih timbangan nya pada barang-barang yang ditimbang, berlebih takarannya pada barang-barang yang ditakar, dan berlebih ukurannya pada barang-barang yang diukur. [11]
وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( لَا تَبِيعُوا اَلذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلَّا مِثْلًا بِمِثْلٍ, وَلَا تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ, وَلَا تَبِيعُوا اَلْوَرِقَ بِالْوَرِقِ إِلَّا مِثْلًا بِمِثْلٍ, وَلَا تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ, وَلَا تَبِيعُوا مِنْهَا غَائِباً بِنَاجِزٍ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah menjual emas dengan emas kecuali yang sama sebanding dan jangan menambah sebagian atas yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali yang sama sebanding dan jangan menambah sebagian atas yang lain, dan janganlah menjual perak yang tidak tampak dengan yang tampak." Muttafaq Alaihi.
وَعَنْ عُبَادَةَ بْنِ اَلصَّامِتِ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اَلذَّهَبُ بِالذَّهَبِ, وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ, وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ, وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ, وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ, وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ, مِثْلًا بِمِثْلٍ, سَوَاءً بِسَوَاءٍ, يَدًا بِيَدٍ, فَإِذَا اِخْتَلَفَتْ هَذِهِ اَلْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Ubadah al-Shomit bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "(Diperbolehkan menjual) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama sebanding, sejenis, dan ada serah terima." Riwayat Muslim.
Dari kedua hadis diatas, menjelaskan bahwa kita tidak boleh menukar barang yang sejenis tapi kadarnya berbeda. Seperti menukar emas 24 karat sebanyak 2 gram dengan emas 19 karat sebanyak 3 gram. Hal ini termasuk dalam riba, karena dalam hadis kedua disebutkan syarat-syarat menukar barang yang sejenis itu yaitu :
1.      Barang yang ditukar itu sama sebanding;
2.      Barang yang ditukar itu sejenis;
3.      Ada serah terima.
Ada sebuah hal yang logis kenapa Rasulullah melarang riba semacam ini, karena pastinya ada pihak yang dirugikan atau terdzolimi. Inilah salah satu cara Islam melindungi umatnya.
b.      Aplikasi dalam kehidupan
Aplikasi dalam riba dalam kehidupan bisa dicontohkan kepada oknum tukang kerdit/rentenir yang menggandakan hasil dari penjualan barang sehingga harga barang yang ditawarkan melebihi dari harga barang yang ditawarkan, Contohnya: harga baju 50.000 tapi ketika dicicil selama satu bulan perminggunya 15.000 sehingga total dari keseluruhan 75.000 jadi lebihnya 25.000 maka itu bisa disebut riba.
Jadi pesan moral dari contoh kasus diatas sebagai pengaplikasian dalam kehidupan kita sehari-hari adalah bahwa riba itu bukan hanya dalam kasus kredit saja, tetapi sistim bunga dalam bank juga termasuk riba, jadi jika kita menggunakan jasa bank konvensional maka kita jangan mengambil bunganya, lebih baik lagi jika kita menggunakan jasa bank syari’ah yang jelas tidak terdapat sistem bunga sehingga tidak meresahkan.

b.      Utang-piutang
1)      Menunda Pembayaran Utang
عَنْ أَبِىْ هُرَ يْرَ ةَ رَ ضِىَ أ للهُ عَنْهُ قَأ لَ : قَأ لَ ر سُوْ لَ أ أللهُ صَلّىَ أ للهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمْ (َمطْلُ ا لْغَنِىِّ ظُلْمٌ وَ إ ذَ ا اُ تْبِعَ اَ حَدَ كُمْ عَلىَ مَلِئٍ فَلْيَتَّبِعْ) متفق عليه
a.      Terjemah
“Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: “Bersabda Rasulullah Saw:”barang siapa yang menunda-nunda hutang, padahal ia mampu membayarnya, maka itu adalah suatu penganiayaan. Dan barang siapa seseorang diantara kamu memindahkan pembayaran hutangnya kepada orang lain, maka terimalah.” (Hadits disepakati Imam Bukhari dan Muslim)
b.      Penjelasan dan Analisis
Dalam penjelasan hadits ini menjelaskan bahwa orang yang menunda- nunda hutang tapi ia mampu untuk membayarnya maka orang tersebut sama saja dengan melakukan pengniayaan terhadap orang lain . Oleh karena itu, kita harus langsung dalam membayar  hutang. Kecuali jika ia menindahkan pembayaran hutang kepada orang lain yang berhutang kepadanya atau dalam istilah muamalah disebut Hiwalah. Maka hukumnya boleh. Seperti menurut Imam Malik orang yang menghiwalahkan hutang kepada orang lain, kemudian muhal alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia dan ia belum membayar kewajiban, maka muhal tidak boleh kembali kepada muhil. Sedangkan menurut Abu Hanifah, Syarih dan Utsman berpendapat bahwa dalam keadaan muhal alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia maka orang yang menghutamngkan kembali klagi kepada muhil untuk menagihnya[12].
Sementara itu syarat-syarat hiwalah menurut Syaid Sabiq sebagai berikut[13]:
1.      Relanya pihak  muhil dan muhal tanpa muhal alaih, jadi yang harus rela itu muhil dan muhal alaih. Bagi muhal alaih rela atau tidak rela tidak akan mempengaruhi kesalahan hiwalah.
2.      Samanya kedua hak baik jenis maupun kadarnya, penyelesaiannya, jangka waktu, kualitas dan kuantitasnya.
3.      Stabilnya muhal alaih, maka penghiwalahan kepada seorang yang tidak mampu membayar hutang adalah batal
4.      Hak tersebut diketahui secara jelas.
وَعَنْ جَا بِرٍ رَ ضِىَ ا لله عَنْهُ قَا لَ (تُوُ فِّى رَ جٌلُ مِنَّا فَغَسَّلْنَا هٌ وَحَنَّطْناَ هٌ وَ كَفَّنَّا هٌ ثٌمَّ اّ تَيْنَا بِهِ رَسٌوْ لَ ا للهِ صَلَّى اللهٌ عَلَيْهِ وَ سَلَّمْ فَقٌلْنَا : تٌصَلىِّ عَلَيْهِ ؟ فَخَطَا خٌطًّا ثٌمَّ قَا لَ : أَ عَلَيْهِ دَ يْنُ ؟ فَقٌلْنَا دِيْنَا رَ ا نِِ فَا نْصَرَفَ فَتَحَمَّلَهٌمَا أَبٌوْ قَتَادَةَ فَأَ تَيْنَاهُ فَقَالَ أَبٌوْا قَتَادَةَ الدِّيْنَارَانِ عَلَيَّ فَقَالَ رَسُوْلَ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمْ (حَقَّ الْغَرِيْمِ وِبَرَئِ مِنْهُمَا الْمَيْتُ؟ قَالَ نَعَمْ, فَصَلِّى عَلَيْهِ)
“ Dari Jabir ra. Ia berkata : “ Telah wafat diantara kami. Lalu kami memandikannya, mewangikannya, mengkafaninya. Kemudian kami hadapkan kepada Rasulullah Saw. Sambil kami berkata “shalat lah ia (Ya Rosulallah), lalu beliau melangkah beberapa langkah, dan bersabda:  “ Apakah mayat  ini punya tanggungan hutang?  “Ya, hanya dua dinar, “lalu beliau berpaling. Kemudian Abu Qotadah menanggung hutang dua dinar itu, lalu kami haturkan lagi kepada beliau. Maka Qotadah berkata: “dua dinar itu akulah yang menanggungnya (Ya Rosulallah)” maka Rasulullah bersabda: kamu lah yang berhak menanggung hutang si mayat itu dan ia telah terbebas dari hutangnya.” Jawab Abu Qotadah: “Ya”. Kemudian Rosulullah Saw, mensolatinya.” (HR. Imam Ahmad, Abu Daud dan Nasai).
Hadits diatas menjelaskan bahwa tanggungan hutang seseorang boleh ditanggung terlebih dahulu oleh orang yang ikhlas menanggungnya. Biasanya dalam penaganan terhadap hutang piutang dilakukan oleh pihak keluarga sebelum harta warisnya dibagikan, apabila yang mempunyai hutang tidak bisa membayar maka yang bertanggung jawab adalah pihak keluarga, dan apabila pihak keluarga tidak bisa menanggungg utang- piutangnya bisa oleh kerabatnya, maka apabila kerabatnya tidak bisa pula maka adalah orang yang ikhlas menaggungnya.
c.       Aplikasi dalam kehidupan
Dalam kasus ini bisa diterapkan pada seseorang yang berhutang kewarung secara kecil- kecilan sehingga menjadi sebuah total hutang yang menumpuk dari jumlah keseluruhan. Hingga orang yang berhutang ksusahan dalam membayarnya, hal itu tidak menjadi masalah jika ia ingat terhadap hutang tersebut, tapi jika maka hal tersebut bisa menjadi tanggungan orang yang berhutang, dan kewajiban orang yang di hutangi harap mengingatkan kepada orang yang berhutang.
Pesan moral dari hal tersebut sebaiknya kita jangan menunda-nunda terhadap pembayaran hutang, karena mungkin orang yang di hutangi itu membutuhkan uang, tapi malu untuk menagihnya, yang akhirnya dia merasa resah dan timbul ketakutan bahwa orang yang berhutang itu tidak membayarnya. Karena rasa keresahan dan ketakutan itu mungkin orang tersebut akan membicarakannya dengan orang lain dan menimbulkan ghibah yang akhirnya orang yang berhutang itu tidak akan dipercaya lagi
Kepercayaan itu sangatlah penting, dengan kepercayaan rasa cemas, ktakutan dan keresahan akan hilang. Akan tetapi tanggung jawab dari kepercayaan itu juga sangat penting agar tidak berimplikasi negatif.

2)      Memberi Tempo Pembayaran Hutang
مَنْ نَفَّسَ عَنْ غَرِيْمِهِ أَوْ مَحَا عَنْهُ كَانَ فِى ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه مسلم)
a.      Terjemah
“Barang siapa memberi kelonggaran waktu pembayaran kepada orang yang berhutang ataun menghapuskannya hutang itu maka ia akan berada dalam naungan Arshy (kursi kerajaan) Allah pada hari kiamat.” (HR.Muslim)
b.      Penjelasan dan Analisis
Artinya: tidak ada seseorang hamba yang mempunyai niat untuk melunasi hutangnya, melainkan dia akan dapat pertolongan dari allah.[14]
Kata aisyah saya mencari pertolongan allah itu. Menurut saya sudah jelas pula sebuah hadits itu: seseungguhnya akan diampuni orangyang mati syahid itu semua dosanya dan selain uatagnya:dalam hadits lain” sekarang sudah dingin kulitnya” rosullah bersabda demikian itu kepada orang yang melunasi utang orang mati dalam kaadaan menaggug bebat hutang.
Menurut saya(Sha saha’ain) : mungkin bahwa makna tidak akan diampuni orang utang yang mati syahid itu bahwa dia tetap menaggung utang itu sehingga allah melunasi uangya itu pada hari kiamat kelak, dan tidak mesti dia disiksa dialam kburnya karena amsih dada tanggunggan utang itu. Dan makna sabdanya”sudah dingi kulitnya” bahwa ia selamat dari siksa akibat masih ada utangnya. Dan mungkin maksudnay ialah.bagi oarng- orang yang berhutang dan tidak ada niat untuk meluasi hutangnya itu.
c.       Aplikasi dalam kehidupan
Selayaknya manusia kita harus saling tolong menolong, dalam hal ini yang dimaksudkan saling menolong adalah saling menolong terhadap kelonggaran dalam tempo pelunasan hutang, maka berilah kesempatan pada orang lain untuk memberikan jangka waktu atau tempo dalam pelunasan hutang tersebut. Agar orang yang berhutang itu tidak merasa terbebani. Namun jika orang yang berhutang itu tidak mampu juga untuk melunasi hutangnya alangkah baiknya bagi kita untuk mengikhlaskanya untuk mendapatr ridha Allah.
Jadi pesan moral dari hadits tersebut  bahwa jangka waktu dalam pelunasan hutang itu sangat penting, oleh karena itu butuh keikhlasan dan kesabaran dalam menanganinya. Tapi jika kita yang berhutang janganlah menganggap kesabaran dan keikhlasan itu sebagai kelonggaran sehingga kita lalai akan membayarnya. Dalam islam, Allah tidak memberatkan hambaNya.



BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Dalam makalah ini telah dijelaskan bahwa Allah dan Rasulullah telah mengatur aturan muamalah yang terbaik bagi manusia. Seperti Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Jual beli adalah menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan. Sedangkan riba adalah akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui perimbangannya menurut ukuran syara, ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak atau salah satu keduanya. Dalam kehidupan sekarang, perilaku riba menjadi sesuatu yang sudah merebak dimana-mana dan dianggap hal yang biasa. Untuk itu perlu ada sebuah tindakan penyadaran akan perilaku tersebut adalah salah.
Selain dari prilaku riba, dalam bermuamalah juga kita kenal dengan adanya istilah hutang. Hutang adalah menyerahkan harta dan benda kepada seseorang dengan catatan akan dikembalikan pada waktu kemudian. Misalnya, hutang Rp. 1000.000 maka kemudian melunasinya Rp. 1000.000 tanpa ada tambahan dalam pelunasannya dan dikembalikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Kehalalan adalah hal yang utama dalam bermuamalah, oleh karena itu kita harus bermuamalah dengan baik, maksudnya bermuamalah sesuai kaidah islam, agar kita mendapat ridha Allah dan selamat di dunia dan akhirat.
B.     Kritik dan  saran
            Pembahasan dalam makalah ini kami ambil dari berbagai buku sumber referensi. Setelah pembaca membaca makalah ini, kami berharap pembaca menemukan berbagai kekurangan  sehingga pembaca berkeinginan untuk lebih mendalami tentang materi yang kami bahas ini.
DAFTAR PUSTAKA
A. Hasan.
2002    Tarjamah Bulughul Maram. CV. Diponogoro. Bandung.
Al Imam Abi Al Hasan Nurudin dkk.
2000    Hadits Qudsi yang Shahih dan Penjelasannya. Gema Risalah Pres. Bandung.
Hendi Suhendi.
2008    Fiqh Muamalah. PT Raja Grafindo. Jakarta.
Hufaf Ibry dkk
1994    Fathul Qorib Al Mujib. Tiga Dua. Bandung.
Husein Bahreisj.
1980    Pedoman Fiqh Islam. Al Ikhlas. Surabaya
____________,2003   Ensiklopedi Hadits Nabi Shahih Bukhari-Muslim. Bintang Usaha Jaya. Surabaya
Husein Bahreisj. TT.
Hadits Shahih AL-Jamus Shahih Bukhari Muslim. Karya Utama. Surabaya
Muhammad Rifa’i dkk
1978    Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar. PT. Karya Toha Putra. Semarang
Muhammad Abuckar.
1992    Terjemahan Subulussalam 3. Al Ikhlas. Surabaya
Muhammad Shidiq Hasan Khan.
2009    Ensiklopedia Hadits Shahih kumpulan hadits shahih wanita,  PT. Mizan Publika. Bandung.
Muhsin Qiraati.
2003    Mencegah Diri dari Berbuat Dosa. Lentera. Jakarta.
Mustafa Dieb
2009    AL Fiqh Sunnah Imam Syafi’i. Pustaka Darul Ilmi. Bandung.
Samsul Rijal Hamid
1997    Buku Pintar Agama Islam. Penebar Salam. Jakarta.
Sulaiman Rasyid
1987    Fiqih Islam. Sinar Baru. Bandung.
Sopian Anwar Mupid.
2010    MS. Islam dan Ekologi Manusia. Pustaka Darul Ilmi. Bandung.
Taufik Abdulah.
2002    Ensiklopedia Tematis Dunia Islam. PT. Ichtiar Baruvan Hoeve. Jakarta
Topo Susanto.
2003    Membuka Hukum Pidana Islam. Gama Insan Press. Jakarta.


[1] A. Hasan, Bulughul Ma’ram, bab hadits tentang jual beli
[2] Muhammad Rifai dkk.Kifayatul akhyar Hal 186
[3] Op cit
[4] Muhammad Shidiq Hasan Khan Ensiklopedia Hadits Shahih kumpulan hadits shahih wanita,hal 292
[5] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, hal: 78
[6] Op cit hal. 293
[7] Ibid
[8] Op cit,  hlm 67
[9]  Sulaiman Rasyid, fiqih islam hal 282
[10] Sulaiman Rasjid, 2009, Fiqih islam. Hal 290
[11] DR.H.Dendih Suhendih,Fiqh Muamalah, hlm 61
[12] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah hlm 103
[13] Ibid hlm 102
[14] Subulussalam, hlm 1756

1 komentar:

  1. HAPPY NEW YEAR HAPPY NEW YEAR HAPPY NEW YEAR
    DARI-rossastanleyloancompany

    Apakah Anda membutuhkan kredit yang urg?

    Sangat Cepat dan Transfer Instan ke rekening bank anda
    Bayar kembali bulan setelah Anda
    akun bank
    * Suku bunga rendah 2%
    * Pengembalian jangka panjang (1-30) Panjang
    * Pinjaman fleksibel dan gaji bulanan
    *. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membiayai? Setelah mengajukan pinjaman
    Anda mungkin mengharapkan jawaban kurang dari 24 jam
    pembiayaan dalam 48 Jam setelah menerima informasi yang mereka butuhkan
    Dari kru Di perusahaan pinjaman ROSSA STANLEY, kami adalah perusahaan pembiayaan yang berpengalaman yang menyediakan fasilitas pinjaman mudah untuk tulus, korporat, legal dan publik dengan tingkat bunga 2%. Kami memiliki akses ke koleksi uang tunai untuk diberikan kepada perusahaan dan mereka yang memiliki rencana untuk memulai bisnis tidak peduli sedikit atau besar, kami memiliki uang tunai. Yakinlah yang kesejahteraan dan Kenyamanan Anda adalah prioritas utama kami, di sini kami di sini untuk mengurus Anda.

    Hubungi perusahaan pinjaman yang sah dan dapat dipercaya dengan track record layanan yang memberikan kebebasan finansial kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa.
    Untuk informasi lebih lanjut dan pinjaman yang meminta untuk bisnis anda, belilah rumah, beli mobil, liburan, hubungi kami via,

    E-mail Resmi: rossastanleyloancompany@gmail.com
    Instagram resmi: Rossamikefavor
    Twitter resmi: Rossastanlyloan
    Official Facebook: rossa stanley favor
    CSN: +12133153118
    untuk respon cepat dan cepat.
    Silahkan mengisi aplikasi di bawah ini dan kami akan memanggil Anda lagi, Kami tersedia 24/7

    DATA PEMOHON

    1) Nama Lengkap:

    2) Negara:

    3) Alamat:

    4) Jenis Kelamin:

    5) Status Perkawinan:

    6) Pekerjaan:

    7) Nomor Telepon:

    8) posisi saat bekerja:

    9) Penghasilan:

    10) Jumlah Pinjaman yang Dibutuhkan:

    11) Durasi Pinjaman:

    12) nama facebook:

    13) nomor Whatsapp:

    14) Agama:

    15) Tanggal lahir:

    SALAM,
    Mrs.Rossa Stanley Favor
    ROSSASTANLEYLOANCOMPANY
    Email rossastanleyloancompany@gmail.com

    BalasHapus

Romi Syahrurrohim. Diberdayakan oleh Blogger.