About

Rabu, 28 Januari 2015

Hadits Tentang Surga, Neraka, dan Kezuhudan



KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan hidayah-nya kepada kami sehingga pembuatan makalah yang berjudul “Hadits tentang surga, neraka, dan kezuhudan” terselesaikan dengan baik.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya dan para sahabatnya serta pengikut sampai akhir zaman.
            Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu tugas mata kuliah Hadits III dan Pembelajarannya. Pada kesempatan ini, kami juga ingin mengucapkan terimakasih kepada Bpk. Drs. H. Maslani, M.Ag atas arahannya, dan pihak-pihak lain yang telah membantu kami dalam penyelesaian makalah ini.
            Kami menyadari di dalam penulisan ini terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, demi kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat untuk kita semua. Amin Ya Rabbal’Alamin.



                                                                                    Bandung, Februari 2011
                                                                       


Penulis




BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar  Belakang Masalah
Seluruh yang bernyawa di dunia ini akan dihadapkan pada kematian. Tak ada seorangpun yang dapat menghalanginya. Sebagaimana firman Allah dalam surat ali imran ayat 185 yang berbunyi:
@ä. <§øÿtR èps)ͬ!#sŒ ÏNöqpRùQ$# 3 $yJ¯RÎ)ur šcöq©ùuqè? öNà2uqã_é& tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# ( `yJsù yyÌômã Ç`tã Í$¨Y9$# Ÿ@Åz÷Šé&ur sp¨Yyfø9$# ôs)sù y$sù 3 $tBur äo4quŠyÛø9$# !$u÷R$!$# žwÎ) ßì»tFtB Írãäóø9$# ÇÊÑÎÈ  
Artinya: ”Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”

Surga dan neraka adalah yang ghaib, yang tidak dapat dilihat dengan kasap mata, belum pernah didengar oleh telinga. Sebagaimana dalam sabda Nabi Muhammad SAW.
فِيْهَامَالاَ عَيْنٌ رَأَتُ وَلاَأُذٌنٌ سَمِعَتْ وَلاَ خَطَرَعَلَى قَلْبِ بَشَرٍ (رواه البخاري)
Artinya: Dalam surga itu keadaannya belum pernah dilihat oleh mata manusia, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah terlintas dalam hati (jiwa) manusia. (H.R. Bukhari)

Namun mengenai surga dan neraka, Allah telah memberikan gambaran keduanya dalam Al Quran dan hadits. Allah menjanjikan surga bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Sungguh bahagianya orang-orang  yang dapat merasakan kenikmatan surganya Allah. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 133 yang berbunyi:
 (#þqããÍ$yur 4n<Î) ;otÏÿøótB `ÏiB öNà6În/§ >p¨Yy_ur $ygàÊótã ßNºuq»yJ¡¡9$# ÞÚöF{$#ur ôN£Ïãé& tûüÉ)­GßJù=Ï9 ÇÊÌÌÈ
Artinya: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
            Begitupun sebaliknya, neraka disediakan bagi orang-orang yang durhaka dan melanggar aturan agama Allah. Sungguh malangnya orang-orang yang terjerumus ke dalam neraka akibat kemaksiatan yang telah diperbuatnya. Sebagaimana firman Allah dalam surat An Nisa ayat 14 yang berbunyi:
ÆtBur ÄÈ÷ètƒ ©!$# ¼ã&s!qßuur £yètGtƒur ¼çnyŠrßãn ã&ù#Åzôム#·$tR #V$Î#»yz $ygÏù ¼ã&s!ur ÑU#xtã ÑúüÎgB ÇÊÍÈ
Artinya: “Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.”
Siksa Allah tidak hanya diberikan ketika dalam neraka saja, namun siksa Allah juga diberikan  ketika kita masih di dunia baik berupa kesusahan dalam hidup, berbagai macam penyakit, dan lain-lain. Semua ini akibat perbuatan maksiat manusia.
Zuhud termasuk pada salah satu jalan untuk mengistiqomahkan diri dan melepaskan hati dari perkara duniawi. Zuhud  harus dibarengi dengan tawakal (K.H. Choer Affandy: Mutiara Hikmah.hal.67 dan 68).   
Zuhud berarti tidak menginginkan sesuatu yang bersifat duniawi. Secara khusus bisa menunjuk pada persoalan yang diharamkan. Sebagai upaya mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan dunia dan mengarahkan perhatiannya pada kehidupan akhirat (H.Dadan Nurul Haq: 2010: Ilmu Akhlak/Tasawuf: hal 141).
Menurut Harun Nasution, zuhud artinya meninggalkan dunia dan hidup kematerian (Abu bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarikat, Ramadhani, Semarang, 1979, hal.240).
            Mengenai hadits tentang surga, neraka, dan kezuhudan yang didalamnya meliputi hadits tentang neraka terlindung syahwat, azab turun terkena bagi anggota masyarakat, 3 hal yang menyertai jenazah, memandang yang lebih rendah, perbandingan makan orang yang beriman dan orang yang kafir akan dibahas secara rinci di bab  berikutnya.
B.                 Rumusan Masalah
1.      Orang - orang seperti apakah yang pantas menempati surga dan neraka
2.      Siapa yang mengakibatkan datangnya bencana dan bagaimana solusinya supaya bencana tidak selalu datang?
3.      Apa yang akan kita bawa ke akhirat nanti? Apakah keluarga dan harta akan menjamin kita masuk surga?
4.      Dalam hal apa kita harus memandang yang lebih rendah?
5.      Bagaimana perbandingan makannya orang mukmin dengan orang kafir?




BAB II
PEMBAHASAN

1. Hadits tentang neraka terlindung syahwat
حُجِبَتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ, وَحُجِبَتِ اْلجَنَّةُ بِالْمَكَادِهِ (متفق عليه)
Artinya: “ Diberi dinding (pagar) neraka itu dengan syahwat (yaitu yang merangsang ke jalan keburukan), dan diberi dinding surga itu dengan sesuatu yang dibenci (misalnya malas melakukan kebaikan) (H.R. Bukhari Muslim)
            Hadits di atas menjelaskan bahwa Allah menjanjikan bagi orang yang dapat menjaga syahwat atau hawa nafsunya terhadap hal-hal yang dilarang oleh Allah maka  haram hukumnya orang tersebut masuk ke dalam neraka. Dan orang yang malas dalam melakukan kebaikan maka orang tersebut dijauhkan dari pintu surga. Ini berarti berlaku bagi orang-orang yang selalu berbuat maksiat dan tidak melaksanakan perintah Allah swt.
   
2. Hadits tentang azab turun terkena bagi anggota masyarakat
كَيْفَ اَنْتُمْ اِذَاوَقَعَتْ فِيْكُمْ خَمْسُ . وَاَعُوْذُبِا اللهِ اَنْ تَكُونَ فِيْكُمْ اَوْتُدْرِكُوْهُنَّ. مَاظَهَرَتِ الْفاَ حِشَةُ فِى قَوْمٍ قَطُّ يُعْمَلُ بِهَافِيْهِمْ عَلاَ نِيَةً اِلاَّ ظَهَرَ فِيْهِمْ الطَّا عُوْنُ وَاْلاَوْجَاعُ الَّتِ لَمْ تَكُنْ فِيْ اَسْلاَفِهِمْ وَمَامَنَعَ قَوْمُ الَزَّ كَاةَ اِلاَّ مُنِعُوْ القَطْرَمِنُ السَّمَاءِ وَلَوْلاَ الْبُهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوْا. وَمَابَخِسَ قَوْمُ الْمِكْيَالَ وَالْمِيْزَانَ اِلاَّاُخِذُوْابَالسِّنِيْنَ وَشِدَّةِ الْمُؤْنَةِ وَجَوْرِالسُلْطَانِ. وَلاَحَكَمَ اُمَرَاؤُهُمْ بِغَيْرِمَا اَنْزَلَ الله ُاِلاَّ سَلَّطَ الله ُعَلَيْهِمْ عَدُوَّ هُمْ فَاسْتَنْفَدَ بَعْضَ مَافِى أَ يْدِهِمْ . وَماَعَطَّلُوْا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِمْ اِلاَّ جَعَلَ الله ُبَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ (رواه احمدوابن ما جه)
Artinya: “ Bagaimana kamu apabila dilanda lima perkara. Kalau aku ( Rasullah) aku berlindung kepada Allah agar tidak menimpa kamu atau kamu mengalaminya.1). jika perbuatan mesum dalam suatu kaum sudah dilakukan terang- terangan maka akan timbul wabah dan penyakit yang belum pernah menimpa orang- orang terdahulu. 2). Jika suatu kaum menolak mengeluarkan zakat maka Allah akan menghentikan turunya hujan. Kalau bukan karena binatang- binatang ternak tentu hujan tidak akan diturunkan sama sekali. 3). Jika suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan. Maka Allah akan menimpakan paceklik beberapa waktu, kesulitan pangan , dan kedzaliman penguasa. 4). Jika pengusa- penguasa mereka melaksanakan hukum yang bukan dari Allah. Maka Allah akan menguasakan musuh- musuh mereka untuk memerintah dan merampas harta kekayaan mereka. 5) jika mereka menyianyikan kitabullah dan sunah nabi maka Allah menjadikan permusuhan diantara mereka.
Musibah datang silih berganti melanda muka bumi ini. Korban jiwa dan harta benda tak terhitung lagi. Semua terjadi di negeri ini. Ada yang mengatakan, bencana datang karena ulah tangan-tangan rakus kita sendiri. Tangan-tangan rakus kita yang berlumur dosa ini, telah menjadi penyebab kehancuran sebagian wilayah negeri ini. Tangan-tangan rakus berlumur dosa ini, telah menjadi penyebab datangnya penderitaan bagi sebagian saudara-saudara kita di muka bumi ini.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar Rum ayat 41 yang  berbunyi:
tygsß ßŠ$|¡xÿø9$# Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur $yJÎ/ ôMt6|¡x. Ï÷ƒr& Ĩ$¨Z9$# Nßgs)ƒÉãÏ9 uÙ÷èt/ Ï%©!$# (#qè=ÏHxå öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_ötƒ ÇÍÊÈ
Artinya:. “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Jadi, penyebab utama terjadinya bencana di muka bumi  ini karena kesalahan manusia sendiri, karena dosa-dosa yang dilakukan oleh masyarakatnya sendiri yakni dosa-dosa yang telah dilakukan terhadap Allah, Rasul saw, dosa pada sesama manusia, dan alam sekitarnya.
Kemudian apa solusinya agar bencana tidak selalu datang?
Pertama, kita semua harus bertaubat kepada Allah SWT. Atas segala dosa-dosa ynag telah kitaa perbuat, agar Allah SWT berkehendak mencabut bencana dan menuntun kita kepada jalan-Nya, dan bisa introspeksi diri akan kesalahan yang telah kita lakukan.
Kedua, menggerakan amal shadaqah, karena dengan ber-sadaqah kita bisa terhindar dari bala’ (bencana). Selain itu, kita juga harus saling maaf-memaafkan atas kesalahan sesama manusia. Jangan sampai muncul provokator yang dapat memecah belah umat yang berakibat datangnya bencana.
Ketiga, umat Islam harus berdoa memohon pertolongan dan perlindungan Allah SWT sebagai mana doanya Nabi Yunus dalam QS al-Anbiyaa’ 87–88:
#sŒur ÈbqZ9$# ŒÎ) |=yd©Œ $Y6ÅÒ»tóãB £`sàsù br& `©9 uÏø)¯R Ïmøn=tã 3yŠ$oYsù Îû ÏM»yJè=à9$# br& Hw tm»s9Î) HwÎ) |MRr& šoY»ysö6ß ÎoTÎ) àMZà2 z`ÏB šúüÏJÎ=»©à9$# ÇÑÐÈ $uZö6yftGó$$sù ¼çms9 çm»oYø¯gwUur z`ÏB ÉdOtóø9$# 4 šÏ9ºxx.ur ÓÅÖGçR tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÇÑÑÈ
Artinya: “Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam Keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), Maka ia menyeru dalam Keadaan yang sangat gelap (967): ‘Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha suci Engkau, Sesungguhnya aku adalah Termasuk orang-orang yang zalim.’ Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. dan Demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman,” (QS al-Anbiyaa’ 87–88).

3. Hadis tentang 3 hal yang menyertai jenazah
يَتْبَعُ اْلمَيِّتَ ثَلاَثَةُ, اَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى وَاحِدُ, يَرْجِعُ اَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ (رواه الشخان)
Artinya: “ Yang mengikuti orang mati itu ada tiga macam yaitu:
1). Keluarganya
2). Hartanya
3). Amal (perbuatannya).
Maka kembalilah dua macam, dan yang tinggal adalah satu. Kembalilah keluarganya dan hartanya dan tinggallah amalnya.”
Hadits ini telah dijelaskan oleh Al-Hafiz Ibnu Rajab Al-Hambali di dalam risalah yang sangat berharga, aku merangkum penjelasannya dalam bahasan yang singkat ini: Dia berkata, “Dan tafsir hadits ini adalah bahwa anak Adam mesti memiliki keluarga yang selalu bergaul dengan dirinya, harta sebagai bekal hidupnya, dua shahabat ini selalu menyertainya dan suatu saat akan berpisah dengannya. Maka orang yang berbahagia adalah orang yang menjadikan harta sebagai sarana untuk berdzikir kepada Allah SWT, dan menafkahkannya untuk kepentingan akhirat, dan dia mengambil harta itu sebatas kebutuhan yang bisa menyampaikannya untuk kehidupan akherat, dia mencari istri yang shalehah yang bisa menjaga keimanannya. Adapun orang yang menjadikan harta dan keluarga yang menyibukkannya sehingga melalaikan Allah SWT maka dia temasuk orang yang merugi, sebagaimana firman Allah SWT, tentang orang-orang Badui:
شَغَلَتْنَا أَمْوَالُنَا وَأَهْلُونَا فَاسْتَغْفِرْلنَا
Artinya:  "Harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami…”. (QS. Al-Fath: 11).

Firman Allah swt. yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Munafiqun: 9).
            Maka apabila anak Adam mati, dan meninggalkan dunia ini maka dia tidak mengambil manfaat apapun dari keluarga dan hartanya kecuali do’a keluarga baginya, permohonan ampun mereka untuk dirinya dan perbuatan-perbuatan yang dijelaskan oleh syara’ yang bisa mendatangkan manfaat untuk dirinya serta apa yang di keluarkan dari hartanya untuk kebutuhan dirinya.
            Adapun teman pertama adalah keluarga, maka keluarga tidak akan memberikan manfaat apapun baginya setelah kematiannya kecuali orang yang memintakan ampun baginya dan berdo’a baginya seperti apa yang telah disebutkan sebelumnya. Bisa jadi keluaraganya tidak berdo’a baginya, sebab bisa jadi orang lain yang lebih jauh, lebih memberikan manfaat bagi keluarganya.
Adapun teman yang kedua adalah harta, maka dia tidak mengikuti pemiliknya dan tidak pula masuk ke dalam kuburnya, dan kembalinya harta tersebut sebagai kalimat kiasan bahwa harta itu tidak menemani pemiliknya di dalam kuburnya dan tidak masuk ke dalam liang kubur pemiliknya.
Adapun teman yang ketiga adalah amal yang mengikuti pemiliknya ke dalam kubur dan hidup bersamanya dalam kubur tersebut, dia bersamanya pada saat dibangkitkan  menghadap Allah SWT. Amal itu menyertainya pada saat dikumpulkan di padang mahsyar, di atas shirot, pada saat ditimbang dan dengan amal itu pula seseorang akan memperoleh tingkat kedudukannya di surga atau di neraka.
4. Hadis tentang memandang yang lebih rendah
اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ اَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْاإِلَى مَنْ هُوَفَوْقَكُمْ فَاِنَّهُ اَجْدَرُ اَنْ لاَتَزْدَرُوْا نِعْمَةَ الله ِعَلَيْكُمْ (رواه مسليم)
Artinya : “ Pandanglah orang yang dibawah kamu dan janganlah memandang kepada yang
diatasmu, karena itu akan lebih layak bagimu untuk tidak menghina kenikmatan Allah untukmu.”
Dalam kitab Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh Jâmi' at-Tirmidzi, Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri menjelaskan: Pertama, memandang kepada orang yang tinggi dalam urusan agamanya maknanya adalah memandang kepada orang yang lebih banyak ilmu agamanya, amal shalihnya, sikap qanâ'ah-nya dan riyâdhah (pengendalian jiwanya). Kedua, melihat kepada orang yang lebih rendah dalam urusan dunianya maksudnya adalah melihat kepada orang yang lebih fakir dan lebih sedikit hartanya. Ketiga, yang dimaksud dengan memandang kepada orang yang lebih rendah dalam urusan agama adalah bahwa ia merasa cukup bahkan bangga dengan amal shalih yang telah ia lakukan. Keempat, yang dimaksud melihat kepada orang yang lebih tinggi dalam urusan dunianya adalah melihat kepada orang kaya yang selalu fokus mengejar kekayaan, diperbudak harapan dan angan-angan serta berlaku riya.
Kutipan hadits serta beberapa komentar di atas pada dasarnya mengajari kita agar: Pertama, dalam urusan agama kita harus selalu melihat kepada orang yang lebih tinggi dan lebih utama dari diri kita. Dengan itu, kita akan selalu merasa diri kita kurang dalam kualitas beragama maupun dalam kuantitas amal shalih kita. Dengan itu pula, kita akan senantiasa terdorong untuk terus mengejar segala kekurangan kita dalam beragama untuk menuju 'kesempurnaan' agama kita. Kedua, dalam urusan dunia kita selalu melihat kepada orang yang lebih rendah  dari kita. Memperhatikan keadaan mereka, jika orang lain termasuk orang miskin maka kita harus berusaha membantunya sesuai kemampuan yang kita miliki. Orang muslim yang membantu meringankan kesulitan orang lain, iaakan mendapat pahala yang lebih besar dari Allah swt. Dengan itu, kita selalu banyak bersyukur atas apa yang kita miliki, tidak mudah berkecil hati dan berduka atas sedikitnya harta.
Sayangnya, banyak di antara kita yang justru bersikap sebaliknya memandang 'ke bawah' dalam urusan agama, tetapi melihat 'ke atas' dalam urusan dunia. Akibatnya, dalam hal kualitas beragama dan kuantitas amal-amalnya, ia merasa cukup dan tak pernah merasa kekurangan. Sebaliknya, dalam urusan dunia, ia tak pernah merasa puas atas apa yang dia miliki dan terus terobsesi untuk mengejarnya lebih banyak lagi. Tak jarang, dengan itu ia dilalaikan oleh kesibukan mencari harta untuk kehidupan dunia yang fana dan semu ini, serta lupa untuk terus memperbanyak amal shalih demi bekal untuk kehidupan akhirat yang abadi dan hakiki.

5. Hadis tentang perbandingan makan orang yang beriman dan orang yang kafir
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ حَدَّثَنَا بُرَيْدٌ عَنْ جَدِّهِ عَنْ أَبِي مُوسَى   عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُؤْمِنُ يَأْكُلُ فِي مِعًى وَاحِدٍ وَالْكَافِرُ يَأْكُلُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ
Artinya: “Hadis riwayat Abu Musa رضي الله عنه: ia berkata:Dari Nabi صلی الله عليه وسلم yang bersabda: Orang mukmin makan dalam satu usus dan orang kafir makan dalam tujuh usus.”
Hadits diatas sudah jelas bahwa dalam hal makan, makannya orang mukmin dengan orang kafir sangat jauh. Saking rakusnya orang kafir dalam makan. Mereka mengutamakan hawa nafsu semata. Sedangkan orang mukmin, makan pun harus sesuai dengan ajaran agama, tidak boleh terlalu kenyang.
Makan dan minumnya orang mukmin ada aturan atau tata caranya yakni sebagai berikut:
1.      Makanan dan minuman yang kita nikmati itu benar-benar dari yang halal
2.      Makanan dan minuman itu memang sehat untuk dikonsumsi
3.      Sebelum makan, cuilah tangan kita sampai bersih
4.      Mulailah makan dan minum dengan membaca basmalah dilanjutkan dengan membaca doa:
اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَافِيْمَارَزَقْتَنَاوَقِنَاعَذَابَ النَّارِ
Artinya: “Ya Allah berkahilah rezeki yang Engkau berikan kepada kami dan peliharalah kami dari siksaan api neraka”
5.      Gunakanlah tangan kanan untuk makan atau minum. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.
يَاغُلاَمُ سَمِّ الله ُتَعَالَى وَكُلْ بِيَمِنِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ (رواه البخارى ومسلم)
Artinya: “Wahai pemuda! sebutlah nama Allah (bacalah basmmalah), makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah apa-apa yang ada dihadapanmu.”
6.      Ambillah makanan  yangada di dekat kita, terutama pada saat makan bersama
7.      Usahakan makan dan minum sambil duduk
8.      Makanlah sedikit demi sedikit, jangan sampai menjejalkan makanan pada mulut kita
9.      Makan jangan sampai terlalu kenyang
10.  Jangan menyisakan makanan di dalam piring kita
11.  Apabila sudah selesai makan, bacalah doa berikut:
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ اَطْعَمَنَاوَسَقَانَاوَجَعَلَنَامِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
Artinya: “Segala puji bagi Allah yang memberikan kami makan dan minum dan telah menjadikan kami orang-orang Islam.”

Firman Allah swt. yang berbunyi:

ã@sWtB Èû÷üs)ƒÌxÿø9$# 4yJôãF{$%Ÿ2 ÉdO|¹F{$#ur ÎŽÅÁt7ø9$#ur ÆìŠÏJ¡¡9$#ur 4 ö@yd Èb$tƒÈqtFó¡o ¸xsWtB 4 Ÿxsùr& tbr㍩.xs? ÇËÍÈ
Artinya: “Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya?. Maka Tidakkah kamu mengambil pelajaran (daripada perbandingan itu)?.”

            Ayat diatas sudah dapat kita bayangkan, bagaimana perbandingan orang yang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar?. Sungguh tidak sama keadaan diantara keduanya. Berbanding sangat jauh. Begitulah perbandingan makan orang mukmin dengan orang kafir.


BAB III
PENUTUP
A.                SIMPULAN
Orang yang bisa menjaga syahwatnya maka haram hukumnya masuk neraka dan orang yang malas berbuat kebaikan akan dijauhkan dari pintu syurga
Bencana yang selama ini terjadi adalah akibat kesalahan-kesalahan manusia yang sudah tidak akrab lagi dengan alam. Ini merupakan azab Allah yang sudah ditampakkan didunia. Azab di dunia saja sudah seperti ini, apalagi azab Allah di akhirat kelak. Solusi agar bencana tidak selalu datang adalah kita harus bertaubat kepada Allah atas segala dosa-dosa yang telah kita lakukan, selalu bershadaqah dan selalu berdoa, memohon pertolongan kepada Allah swt.
            Ketika azal menjemput, tidak ada yang menemani kita kecuali amal perbuatan kita selama di dunia. Harta yang berlimpah ruah dan keluarga pun tidak akan menjamin kita masuk surga. Semua  tergantung amal perbuatan kita.
            Kita harus memandang yang lebih rendah dalam hal duniawi. Memperhatikan keadaan orang-orang yang kurang mampu, dan membantu mereka sekemampuan kita.
Perbandingan makan orang mukmin dengan orang kafir seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Sungguh, terlihat perbedaan keadaan antara keduanya. Dalam Islam, makan pun memiliki aturan-aturan tertentu, seperti membaca doa ketika hendak dan sesudah makan. Sedangkan orang kafir, hanya mementingkan hawa nafsu semata.
B.                 SARAN
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan - kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.



DAFTAR PUSTAKA

Al Quranul Kariim
Abu bakar Aceh.
            1979    Pengantar Ilmu Tarikat, Ramadhani, Semarang.
Bahreisj, Hussein.
                        Hadits Shahih Al-Jamiusshahih Bukhari-Muslim. Karya Utama. Surabaya.
Buku paket SMP kelas VIII.
Dadan Nurulhaq.
            2010    Ilmu Akhlak/Tasawuf. Kati Berkat Press. Bandung.
Choer Affandy.
                        Mutiara Hikmah. Pesantren Miftahul Huda. Tasikmalaya.
Imam Nawawi.
                        Al Adzkar An nawawi. Darul ‘ilmi. Surabaya.
M. Shalihin.
            2005    Akhlak Tasawuf Manusia, Etika, dan Makna Hidup. Nuansa. Bandung.
Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri
                        Kitab Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh Jâmi' at-Tirmidzi,
Muhammad Faiz Almath.
            1991    1100 Hadits Terpilih Sinar Ajaran Muhammad. Gema  Insani Press. Jakarta.
Jalaludin Abdurrahman.
            Kitab Jaami’us Shaghir. Maktabah Darul Ihya Kutubil ‘Arabiyah. Indonesia.
Rahmat Syafe’I.
            2000    Al Hadis. Pustaka Setia. Bandung.
Sulaiman Rasjid.
            1964    Fiqh Islam. Sinar Baru Algesindo. Jakarta.
Usin Artyiasa.
            2006    Kumpulan  do’a – do’a. Tafakur. Bandung.

1 komentar:

  1. Assalamu'alaikum
    Mohon izin copy paste tulisannya.
    Terimakasih banyak, ini sangat membantu.
    Jazakallohu Ahsanal Jaza'
    Wassalamu'alaikum

    BalasHapus

Romi Syahrurrohim. Diberdayakan oleh Blogger.