RESUME
TEORI SOSIOLOGI
KLASIK DAN MODERN
Doyle Paul Johnson
A. Pendahuluan
Perubahan
sosial merupakan perhatian utama para ahli teori sosial. Jika kita berpaling ke
abad ke dua puluh belakangan ini, jelas kelihatan bahwa kecepatan dan
kompleksitas perubahan sosial dalam masyarakat industri modern jauh lebih besar
dibandingkan dengan apa yang dibayangkan oleh para ahli teori sosial di masa
yang silam. Pernyataan bahwa kita hidup dalam satu abad, di mana perubahan
sosial terjadi secara pesat, sudah merupakan hal yang biasa dan dianggap
sepele. Tidak mengherankan, komunikasi antargenerasi sering tegang dan banyak
di antara kita melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi tiga puluh tahun yang
lalu sebagai satu sejarah kuno.
Berbicara
perubahan sosial masa kini, mudahlah untuk melebih-lebihkan dan terlampau
menekankan kasus menurut keunikannya sendiri. Juga pada diri manusialah yang
sering terlampu membesar-besarkannya, hanya karena dalam hidup pribadinya
mereka mengalami perubahan-perubahan penting sejalan dengan bertambahnya usia
mereka. Tetapi pertimbangan-pertimbangan ini, tidak perlu menghindarkan kita
dari satu afirmasi, bahwa kita hidup dalam satu masyarakat dinamis.
Banyak
ahli ilmu sosial modern menaruh perhatian pada pelbagai segi perubahan sosial,
dan beberapa di antaranya berusaha untuk menunjukkan kecenderungan yang akan
memungkinkan proyeksi-proyeksi tentang masa depan itu terciptakan. Beberapa
percaya akan adanya indikasi-indikasi bahwa kita ini ada pada jalan pintas yang
dalam jangka panjang, dapat menjadi penting untuk masa depan. Seperti halnya
Revolusi Industri di masa silam.
Teori
sosiologi tidak hanya memberikan formula dengan kekuatan magis untuk
menginterpretasi kenyataan sosial atau meramalkan masa depan dan memberikan
jalan keluar terhadap isu-isu permasalahan yang dihadapinya itu. Tetapi,
kerangka konseptual dan kerangka intelektual dari perspektif sosiologi serta
gaya analisa yang diberikan oleh teori-teori tertentu dapat membantu kita untuk
memahami dunia sosial kita sendiri, dan pada gilirannya dapat menunjang
obyektivitas, kepekaan, dan mungkin juga dapat meningkatkan efektivitas kita
dalam hubungan kita dengan orang lain. Selain itu, kita juga memperoleh
kepuasaan intelektual dari belajar mengenai strategi-strategi baru dalam menganalisa
dan memahami kenyataan sosial.
Buku
ini memperkenalkan ide-ide pokok yang diberikan oleh beberaap ahil teori dan
menunjukkan bagaimana ide-ide itu dapa diterapkan untuk meyempurnakan pemahaman
kita mengenai pengalaman sosial pribadi
serta masalah-masalah yang mejadi isu aktual dalam masyarakat. Dengan
melampirkan para ahli teori klasik yang merupakan roh pada setiap sub bab
pembahasan, seperti Auguste Comte, Karl Marx, Emile Durkheim, Max Weber, Georg
Simmel yang dijadikan referensi pokok.
B. Akar Sejarah Teori
Sosiologi
1. Politik Ekonomi Laissez-Faire ala Skotlandia-Inggris dan
Utilitarianisme Inggris
Teori
ini sangat bersifat individualistik dan memandang manusia itu pada dasarnya
bersifat rasional, selalu menghitung dan mengadakan pilihan yang dapat
memperbesar kesenangan pribadi atau keuntungan pribadi, dan mengurangi
penderitaan atau menekan biaya. Penerapan yang paling nyata dari pandangan ini
dapat dilihat dalam pasar ekonomi, di mana menurut ahli-ehli ekonomi klasik,
seorang manusia ekonomi mementingkan perhitungan dalam menentukan
pilihan-pilihan. Asumsi yang sama juga penting dalam teori-teori klasik
mengenai kejahatan dan hukuman.
Apabila
para ahli teori ini melihat lebih jauh di balik tingkatan individu, dan
berusaha untuk menjelaskan masyarakat atau struktur sosial, kontrak sosial
dapat merupakan suatu bentuk asumsi yang terdapat di dalamnya. Artinya, mereka
mengasumsikan bahwa manusia yang bertindak atas dasar kepentingan diri secara
rasional, secara sukarela masuk ke dalam suatu persetujuan yang sadar, di mana
mereka membatasi otonomi individunya sendiri, menciptakan suatu pengaturan, dan
bersepakat mematuhi peraturan yang dikembangkan untuk mengontrol kompetisi yang
tidak terkendalikan, dan menjamin sekurang-kurangnya kerja sama.
Tetapi
kontrol yang dikenalkan tidak boleh terlalu besar karena begitu orang-orang itu
merasa terdorong untuk mengejar kepentingan
pribadinya sendiri, maka kesejahteraan masyarakat akan terjamin. Adam
Smith menggunakan kiasan invisible hand untuk menggambarkan paradoks ini
dengan cara yang agak mistik, di mana ketamakan individu untuk memperoleh
keuntungan seakan-akan diubah dengan pengaturan tangan yang tidak kelihatan
itu, menjadi kesejahteraan masyarakat umumnya. Dalam karangannya yang berjudul The
Wealth of Nations, Smith
mengemukakan bahwa kesejahteraan masyarakat umumnya dalam jangka panjang, akan
sangat terjamin apabila individu itu dibiarkan atau malah di dorong untuk
mengejar keuntungan-keuntungan pribadinya. Perkiraannya adalah bahwa individu akan
menyumbangkan yang paling baik untuk masyarakat, dengan berusaha memenuhi
kebutuhan-kebutuhan orang lain dengan kegiatan yang sekaligus juga meningkatkan
kepentingan mereka sendiri.
Individu
tidak harus sadar bagaimana tindakannya itu dapat menyumbangkan kepentingan
umum. Kebanyakan dari mereka barangkali tidak sadar. Sebenarnya Smith
menekankan bahwa mereka yang mengatakan mau memajukan kesejahteraan rakyat,
dalam kenyataannya tidak berbuat demikian, mereka seperti yang mencurahkan
seluruh perhatiannya dalam mengejar kepentingan pribadi.
Implikasi-implikasi
kebijaksanaan umum yang bersifat laissez-faire dari pendekatan ini,
dalam hal tertentu masih dapat ditemukan dalam argumentasi-argumentasi
dari usaha swasta dalam partai republik
konservatif. Juga teori yang bersifat paradoks itu – bahwa tindakan individu
itu menymbangkan pada masyarakat umum yang lebih luas, yang mungkin mereka
tidak sadari, dan bahwa mungkin juga
bertentangan dengan hasil yang mereka maksudkan – merupakan satu argumentasi
dasar dalam teori fungsional masa kini. Pendekatan individiualistik serta
asumsi bahwa secara sadar orang menentukan pilihan-pilihan yang bersifat
rasional agar keuntungannya diperbesar juga merupakan pokok-pokok dasar yang
terdapat dalam teori pertukaran masa kini.
2. Positivisme Prancis Sesudah
Revolusi
Pendekatan ini diwakili oleh St. Simon dan Comte pada
awal pertengahan abad kesembilan belas, dan oleh Durkheim pada akhir abad
kesembilan belas dan awal abad ke dua
puluh. Kata positivisme menunjuk pada pendekatan terhadap pengetahuan
empiris. Menurut pendekatan ini, semua yang kita tahu akhirnya berasal dari
pengalaman inderawi atau data empiris. Hal ini memperlihatkan suatu perubahan
dari pandangan tradisional yang menerima wahyu atau tradisi sebagai suatu
sumber pengetahuan yang lebih mendasar daripada data yang diperoleh lewat
indera manusia. Tetapi menurut kaum positivis, wahyu dan
kepercayaan-kepercayaan agama hanyalah
tahayul belaka, yang menurut mereka pasti akan diganti oleh ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan mencakup suatu pendekatan sistematis dalam
mengumpulkan data empiris dengan tujuan
untuk menemukan hukum-hukum alam. Suatu hukum alam hanyalah merupakan satu
pernyataan mengenai suatu keseragaman hubungan yang terdapat di antara
gejala-gejala empiris.
Pertumbuhan
sosiologi di Prancis mencerminkan keyakinan bahwa masyarakat atau kehidupan
sosial merupakan bagian dari alam dan dikendalikan oleh hukum-hukum alam yang
dapat ditemukan dengan menerapkan teknik ilmiah yang sama dalam penelitian seperti
yang digunakan dalam ilmu pengetahuan lainnya. Lagi pula, sekali hukum-hukum
itu ditemukan, maka hukum-hukum itu dapat dipergunakan sebagai dasar untuk
perubahan sosial dan reorganisasi masyarakat. Keteraturan sosial dan kemajuan
lalu akan didasarkan pada prinsip-prinsip yang secara ilmiah sudah dibangun,
dan perdamaian serta pencerahan akhirnya akan menggantikan perang, konflik,
tahayul, dan kebodohan.
Visi
mengenai peranan pemerintah dalam reorganisasi sosial ini berbeda dari tekanan laissez-faire
dalam ekonomi politik di Inggirs. Kalau tekanan laissez-faire tetap
hidup dalam bentuk yang sudah
disesuaikan dengan pembenaran ideologis
mengenai sistem usaha bebas, idealnya kelompok positivis dalam reformasi yang
didasarkan pada rasio dinyatakan dalam sejumlah program sosial yang
berorientasi pada manusia (people oriented), di mana secara serius
mereka berusaha untuk mengikutsertakan hasil penelitian mutakhir dalam
ilmu-ilmu sosial untuk manusia. Satu contoh adalah penggunaan teknik modifikasi
perilaku dalam rehabilitasi kenakalan remaja.
3. Historisisme Jerman
Berlawanan dengan positivisme Prancis, tradisi
historisi Jerman menekankan perberdaan antara ilmu pengetahuan alam dan ilmu
pengetahuan sosial. Hukum-hukum alam menentukan peristiwa-peristiwa dalam dunia
fisik, tetapi dunia manusia adalah dunia kebebasan dan pilihan-pilihan yang
bersifat sukarela, tidak seperti hukum-hukum fisik atau hukum alam yang
deterministik. Mengandaikan bahwa manusia tunduk pada jenis hukum yang sama
seperti gejala-gejala alam berarti menyangkal kebebasan manusia.
Tidak
hanya manusia benar-benar mengatasi dunia determinstik ilmiah, tetapi mengerti
perilaku manusia dan kebudayaannya, mencakup suatu jenis pemahaman yang berbeda
dari pemahaman hukum dalam ilmu alam. Untuk mengerti atau menjelaskan perilaku
manusia, dituntut lebih dari hanya sekedar menggambarkan pernyataan-pernyataan
yang ada di kulit luar. Sebaliknya, perlu mendalami artinya yang berarti sadar
akan orientasi subyektif dan maksud individu yang terlibat di dalamnya. Untuk
mengerti dinamika suatu masyarakat, perlu bagi seorang penganalisa sosial untuk
mendalami kebudayaan dari dalam, mengalami sendiri pandangan hidupnya yang
khusus, ideal, dan nilai-nilai serta artinya.
Tekanan ini mencerminkan suatu tradisi idealistik
yang kaut di dalam pemikiran sosial Jerman, dan barangkali paling menonjol
dinyatakan oleh Hegel. Dari segi filosofis, idealisme menekankan kenyataan
dunia ide-ide dan pentingya dalam kehidupan manusia. Pemahaman terhadap
arti-arti subyektif atau pandangan hidup budaya tidak diperlukan untuk mengerti
dan menjelaskan gerak-gerak benda fisik, tetapi sangat penting untuk mengerti perilaku manusia.
Sehubungan
dengan tekanan pada kebudayaan ini, para historisi Jerman memandang setiap
masyarakat sebagai unik, dan hanya dapat dimengerti dalam hubungannya dengan
tradisi-tradisi budayanya sendiri. Hal ini berbeda dari asumsi positivis
Prancis di mana hukum-hukum alam universal yang dapat ditemukan dengan
metode-metode ilmiahlah yang mengatur semua masyarakat. Daripada mencari
hukum-hukum universal, tradisi historisi
Jerman memprakarsai pemahaman akan jiwa (spirit) suatu masyarakat tertentu,
dengan suatu studi menyeluruh tentang kebudayaannya yang khusus dan pelbagai tahap sejarah dan
dilewatinya. Hal ini tidak mengabaikan studi perbandingan, tetapi studi-studi
serap itu tidak boleh mengabaikan pentingnya perbedaan-perbedaan antara satu
masyarakat dengan masyarakat lainnya.
Marx
dan Weber merupakan ahli waris tradisi historis Jeman. Tetapi Marx akhirnya
menolak anggapan bahwa nilai-nilai budaya dan ideal-idealnya mempengaruhi
perilaku manusia terlepas dari dasar-dasar materialistisnya. Banyak dari
strategi metodologis yang dikembangkan Weber mencerminkan usahanya untuk tetap
menekankan gejala-gejala historis dan budaya sebagai yang unik, dan sementara
itu, membandingkannya dengan gejala-gejala lintas budaya untuk mengangkat
sosiologi sebagai disiplin yang umum.
4. Pragmatisme Amerika dan
Psikologi Sosial
Sebagian besar sosiologi Amerika masa kini mencerminkan
akar-akar yang sudah ditanamkan di Eropa. Teori-teori Eropa dimasukkan dalam
perspektif sosiologi Amerika oleh Talcott Parsons dan lain-lain. Sumbangan
Amerika yang penting terutama dalam perkembangan psikologi sosial, khususnya
perspektif interaksionisme simbol. Perkembangan ini dikatakan dengan aliran
Chicago tahun 1920 sampai tahun 1930.
Satu
sifat yang khas dalam mentalitas Amerika adalah bahwa mereka tidak tahan akan
ide-ide yang sangat spekulatif, yang tidak mempunyai nilai praktisnya. Sebaliknya,
ide-ide dan kepintaran manusia sangat erat kaitannya dengan tindakan. Ide-ide
dikembangkan atau dipelajari dalam membuat keputusan-keputsan untuk mengatasi
masalah-masalah hidup yang nyata. Titik pandangan ini dapat dilihat pada dasar
perubahan-perubahan yang sangat terkenal dari John Dewey dalam filsafat
pendidikan dan teknik. Dewey adalah seorang yang kritis terhadap
praktek-praktek pendidikan tradisional, karena dibuat terlalu terpisah dari
dunia belajar sehari-hari. Sebagai alternatif, Dewey mengusulkan untuk mengatur
pengalaman-pengalaman belajar di bangku sekolah sedemikian rupa, sehingga
mencerminkan sedekat mungkin dengan kehidupan. Contohnya, prinsip-prinsip
demoiratis dlapt lebih efektif dipelajari dengan mengambil bagaian dalam
membuat keputusan-keputusan demokratis
dalam bangku sekolah daripada menghafal Declaration of Independence,
atau proposisi-proposisi abstrak lainnya. Sekarang ini prisnip-prinsip dan p
raktek-praktek pendidikan mencerminkan pengaruh yang sangat dalam dari tekanan Dewey
pad abelajar dengan berbuat (learning by doing).
Dewey
diingat orang sebagai seorang ahi filsafat pendidikan, bukan seorang pelopor
dlam sosiologi. Tetapi wawasannya yang sangat fundamental, yang memperlihatkan
hubungan erat antara pikiran dan tindakan, diambil oleh George Herbert Mead,
yang membantu meletakkan dasar-dasar bagi perspektif ineraksionismse simbol
dalam psikolgi sosial. Mead menekankan bahwa muncuylnya pikiran manusia
merupakan thap yang sangat penting dalam proses evolusi, membuat manusia
menjadi mungkin untuk mengatasi masalah. Hubungan yang demikian eratnya antar
apikiran dan atindkan sejalan dengan
pragmatisme Amerika serta tidak tahannya mereka akan spekulasi yang
tidak relevan itu.
Sifat
khas yang lain dri mentalitas Amerika yang mempengaruhi sosiologi Amerika
adalah tekaan yang kuat pada idnvidualisme. Dari awalnya memaeng nilai-nilai
inividiualistik dikembangkan dalam
menentang tuntutan-tuntutan yang menimbulkan konflik dari satu pemerintahan
sentral yang kuat. Belakangan ini orang sudah mulai lagi mengkritik
indiviiualisje yang sudah kendor dan
pelbagai ancaman untuk mengunkgapkannya. Perhaian kita di sini bukan
terhadap validitas kriatik-kritik seperti
itu atau rupa-rupa cara yang digunakan
orang untuk mengungkapkkan indiviudualisme dalam masyarakat Amerika sekarang
ini. Sebaliknya kita mencatat bahwa karena tekanan pada individualisme ini,
tidak mengherankan kalau sumbangan khusus dari para pelopor Amerika dlam
sosiologi berupa satu pandngan tingkatan mikro mengenai kenyataan sosial. Untuk
sebagian besar, gambaran tentang institusi-institusi sosial yang besar diperkat kembali oleh tradisi yang
sudah laam mapan, terlepas dari
keinginan individu atau keputusan-keputusannya, bukan merupakan sifat
orientasi orang Amerika terhadap kenyataan soail. Sebaliknya, kenyataan sosial
terdiri dari tindakan-tindakan soial individu dan pola-pola interaksi serta
struktur sosial atau isntitusi-institusi sosial yang dibangun atau diubah o eh
persetujuan-persetujuan antarindividu atau kelompok dalam bentuk negosiasi.
Tekanan pada struktur sosial yang besar dengan dinamika-dinamikanya yanag
khusus akhirnay dikembangkan dalam sosiologi Amerika, tetapi perkembangan ini
sangat dipengaruhi oleh para pelopoe sosiologi di Eropa.
Mentalitas
Amerika juga optiis terhadap kemajuan dan janji akan adanya reformasi-reformasi
sosial yang direncanakna. Hal ini berhubungan dengan tekanan pada pragmatisme
yang sudah kita lihat di atas. Tidak semua ahli sosiologi Amerika percaya bahwa
perubahan soial yang direncanakn itu harus meningkatkan kemajuan. Ahli sosial
berhaluan Darwinis seperti Sumner percaya bahwa kemajuan yang merupaan hasil
dari suatu proses evolusi alamaiah, dan
perubhan-perubahan yanga direncanan itu tidak harus membantu proses ini.
Sebenarnya dia ragu-ragu bahwa perubahan-perubahan yang demikian itu dapat
berhasil diterapkan dan direncanan, khususnya akalau perubahan-perubahan itu
bertentagan dengan kebiasaan-kebiasaan dan norma-norma masyarakat.
Tetapi
bagi kebanyakan ahli sosiolgi Amerika di
masa-masa awal, perhatian terhadap masalah-masalah sosial dan keinginan akan
perubahan-perubahan sosial sudah masuk
dalam sosiologi. Masalahnya adalah terutama mereka yang tinggal di daerah
khusus (getho) di pusat kota yang berulang kali didatangi oleh pelbagai
arus kelompok imiran. Kelompok-kelompok ini biasanya mulai hidup di neeri baru
pada jenjang sosial ekonomi yang paling bawah. Terlepas dari kelompok-kelompok
imogran khusus yang mana, daerah-daerah di pusat kota ini memiliki tingkat
kejahatan dan kenakalan yang tinggi, pengangguran, disorganisasi sosial,
perumahan yang parah, dan tanangan asimilasi ke dalam masyarakat Amerika.
Tetapi perubahan-perubahan yang mendahului atau yang direncanakan hampir tidak
sebesar seperti yang diimpikan oleh kaum
positivis Prancis. Pembaharu-pembaharu Amerika tidak begitu banyak tertarik
pada reorganisasi sosial, melainkan pada perubahan-perubahan perbaikan yang
diarahkan pada masalah-masalah yang khusus.
Singkatnya,
sosiologi Amerika sejak semula sudah
bersifat pragmatis, individualistis, dan optimis. Perspektif-perspektif
sosiologi masa kini mencerminkan akar-akar asli Amerika dan jug aide-ide yang
dicangkokkan dari Eropa. Di antaranya kita sudah lihat secure khusus mengenai
utilitarianisme dan ekonomi politik Inggris, positivisme Prancis, dan
historisisme Jerman.
Tetapi
baik sumber-sumber yang dulu maupun perspektif-perspektif masa kini tidak ada
yang emberikan jawaban yang terakhir. Barangkali dlam melihat kenyataan sosial
yang begitu terus-menerus berubah-ubah, suatu teori sosiologi yang definitif
yang menggambarkan dan menjelaskan kenyataan sosial secure adekuat dlam semua
kerumitannya dan mencapai kesimpulan akhir secure intelrktual, tidaklah
mungkin. Harapan-harapan yang memelopori yang dapat kita lihat dalam
usaha-usaha untuk menggumuli dan
memahami kenyataan sosial yang berubah dengan pesatnya, dialami oleh para
pelopor itui. Teori masa kini memperlihatkan jenis usaha y ang sama seperti dinamiak-dinamika sosial selanjutnya yang sudah muncuyl sebagai
akibat dari berdirinya sosiologi sebagai suatu disiplin akademis dengan sistem
penghargaan profesionalnya sendiri, hirariki prestise, dan sebagainya.
C. Tokoh-tokoh Teori Sosiologi
Klasik Eropa
1. Auguste Comte Verses
Pitirim Sorokin
Auguste Comte merupakan bapak sosiologi yang percaya
bahwa sifat dasar suatu orgasniasi sosial suatu masyarakat sangat tergantung
pada pola-pola berfikir yang dominan serta gaya intelektual masyarakt itu.
Dalam perspektif Comte, struktur sosial sangat mencerminkan epistemologi yang
dominna. Sejalan dengan posisi ini, Comte juga percaya bahwa begitu intelek
kita bertumbuh dan pengetahaun kita bertambah, masyarakat itu sendiri maju
(atau kemampuannya untuk maju bertambah).
Teori
sosiologi klasik dari Auguste Comte, merupakan suatu hal yang arbitrer. Banyak
idenya sudah taidak dikembangkan lagi oleh pengikut-pengikutnya. Juga sosiologi
masa kini mungkin merasa tidak berutang budi terhadap Comte sebanyak pada Emile
Durkheim, yang mengikuinya selama sekitar limma
puluh tahun; Durkheim mendirikan sosiologi sebagai sutu jenis I lmu
empiris yang sudah dibayankan Comte.
Meskipun
demikian, sumbangan Comte terhdap perkembngan sosiologi jauh lebih penting
daripada yang sering diketahui; secure kreatif dia menyusun sintesa dari banyak aliran pemikiran yang bertentangan
yang sudah dikembangkan oleh orang lain, dan dia sangat mengusulkan untuk
mendirikan ilmu tentang masyarakt dengan suau dasar empiris yang kuat (atau
positif). Dilihat secure keseluruhan, karyanya mencerminkan banyak dilema dan
ketegangan yang masih ada dalam usaha sosiologi; misalnya, ketegangan antara
stabilitas dan kemajuan, antara perspektif ilmiah sosiolgi untuk menggantikan
istilah yang mulanya dinamakan fiska sosial, ditolaknya ketika Quitelet mulai
menggunakan istilah ini untuk menggambarkan studi statistik yang dirintisnya
sendiri. Comte memusatkan perhatiannya pada tingkat kultural kenyataan sosial.
Comte
melihat masyarakat sebagai suatu keseluruhan organik yang kenyataaannya lebih
draipaddai sekedar jumlah bagian-bagian yang saling tergantung, tetapi
untuk mengerti kenyataan ini, metode
peenelitan empirs harus digunakan dengan keyakinan bahwa masyarakt menupakan
suatu bagian dari alam seperti alnya
gejala fisik. Andreski berpendapat, pendirian Comte bahwa masyarakt merupakan
bagian dari alam dan bahwa memperoleh pengetahuan tentang masyarakt menuntut
penggunaan metode-metode penelitian empiris dari ilmu-ilmu alam lainnya, merupakan sumbangannyayang tidak terhingga nialinya
terhadap perkembangan sosiologi. Tentu saja keyakinan inilah, dan bukan teori
substantifnya tentang masyarakat, yang bernilai bagi usaha sosiologi sekarang
ini.
Comte
membuat hukum tiga tahap, hukum ini merupakan usaha Comte untuk menjelaskan kemajuan evolusioner umat
manusia dari masa primitif sampai ke peradaban Prancis abad kesembilan belas y
ang sanat maju. Hukum ini, yang mungkin paling terkenal dari gagasan-gagasan
teoritis pokok Comte, tidak lagi diterima sebagai suatu penejasan mengenai p
erubahan sejarah secure memadai. Juga terlalu luas dan umum sehingg tidak dapat
benar-benar tunduk pada pengujian empiris secure teliti, yang menurut Comte
harus ada untuk membentuk hukum-hukum sosiologi. Singkatnya, hukum itu
menyatakan bahwa masyarakat (atau umat manusia) berkembang melalui tiga tahap
utama. Tahap-tahap ini ditentukan menurut cara berpikir yang dominan. Teologis,
metafisik, dan positif. Lebih lagi,
pengaruh cara berpikir yang berbeda-beda ini meluas ke pola-pola kelmbagaan dan
orgasniasi sosial masyarakat. Jadi watak struktur sosial masyarakt bergantung
pada gaya epistemologisnya atau
pandangan dunia, atau cara mengenal dan menjelaskan gejala yang dominan.
Kalau
membaca bukunya Course of Positive Philosophy, orang tidak bis alain kecuali mencatat
pandangan Comte yang meskipun cara-cara berpikir prapositif lebih rendah
daripada cara-cara berfikir positif modern di zamannya itu tahap-tahap yang
terdahulu ini memperlihatkan sumbangan yang berniali terhadap keterautaran
sosial di mana cara-cara berpikir itu dominan, dan dlam jangka panjang
menymbang perkembangan umat manusia y ang terus-menerus. Dalam penilaian ini,
Comter sama dengan kelompok progresif yang anmpaknya siap untuk menghapuskan
sebagian besar sejarah pemimiran manusia sebagai suatu cerita dongeng
bohong yang menyedihkan, atau takhayul
demi tahayul yang pengaruh kumulatifnya
menghalangi perkembangan manusia.
Sejalan
dengan perspektif organiknya, Comte sangat menerima salng ketergantungan yang
harmonis antara bagian-bagian masyarakt, dan sumbangannya terhadap bertahannya
stabilitas sosial. Meskipun keteraturan sosial dapat terancam oleh anarki
sosial, moral, dan intelektual, selalu akan diperkuat kembali. Sesungguhnya
periode sejarah yang lama sudah ditandai oleh stabilitas yang berarti, dan
sebagian tugas Comte, yang dia berikan sendiri, adalah menemukan sumber-sumber
stabilitas lain. Analisa Comte mengenai keteraturan sosial dapat dibagi dalam
dua fase. Pertama, usah auntuk menjelaskan keteraturan sosial secure empiris
dengan menggunakan metode positif. Kedua, usaha untuk meningkatkan kteraturan
sosial sebagai suatu cita-cita yang normatif dengan menggunakan metode-metode
yang bukan tidak sesuai dengan positivisme, tetapi yang menyangaktu perasaan
dan juga intelek.
Wawasan Comte terhdap konsekuensi-konsekuensi agama
yang menguntunkgna dan ramalannya mengenai tahap positif postreligius dalam
evolusi manusia menghadapan dia pada masalah rumit. Tidak seperti
pemikir-pemikir radikal dan revolusioner semasa dia, Comte menekankan
pehatiannya pada keteraturan sosial. Dia kuatir bahwa anarki intelektual dan
sosial di zamannya akan menghancurkan basis untuk kemajuan yang mantap. Begktu
dia melihat sejarah, dia mengakui bahwa agama di masa lamapu sudah menjadi satu
atonggak keteraturan sosial yang utama. Agama merupakan dasr untuk konsensus
universal dalam masyarakta, dan juga mendorong identifikasi emosional individu
dan meningkatkan altruisme. Tetapi kalau dilihat dalam perspektif ilmiah (atau
positif), agama didasarkan pada kekeliruan intelektual asasi yang mula-mula
sudah berkembang di saat-saat awal
perkembangan intektual manusia. Lalu pertanyaan rumit yang dihadapi
Comte adalah bahwa bagaimana keterturan sosial itu dapat dipertahankan dalam
masyarakat positif di masa yang akan datang, dengan satu dasar tradisi pokok
mengenai sosial yang digali oleh positivisme.
Teori
Comte mengenai kemajuan linear yang didasarkan pada pertumbuhan ilmu yang
mantap, kemudian bertentangan dengan model siklus perubahan sosial yang
diberikan Sorokin. Sorokin sama dengan Comte dalam tekanannya pada pandangan
dunia dasar atau corak-corak pemikiran yang dominan sebagai kunci untuk
memahami kenyataan sosial. Sorokin mengidentifikasi tiga mentalitas buday ayang
poko; yang ideasional, idealistik, dan yang inderawi. Mentalitas-mentalitas itu
mewujudkan diri sebagai tema-tema pokok yang mendasari, yang dintakan dalam
pelbagai karya seni, sistem filsafat, kode hukum dan orgasniasi politik, dan
dalam hubungan-hubungan sosial dinyatkaan dalam pelbagai isntitusi sosial.
Sejalan dengan model siklusnya tentang perubahan budaya, Sorokin tidak
mengharapkan kemajuan ilmiah atau material yang terus-menerus. Sebaliknya, dia
percaya bahwa peradaban Barat abad kedua puluh, sedang mendekati berakhirnay
tahap inderawi yang sudah lama itau, dan yang akhinrya menuju kembali ke suatu
bentuk sistem ideasional. Alasannya terletak pada runtuhnya kesepakatan
intelektual dan tanggung jawab moral serta penekanan yang terlampau berlebih-lebihan
pada kesenangan materil.
Baik
Comte maupun Sorokin merasa bahw aperubahan dalam kebudayaan non materil
merupakan kunci untuk memahami dinamika perubahan sosial. Sebagai alternatifnya
adalah penekaan pada p erubahan-perubahan dalam kebudayaan material, seperti
perkembangan teknologi atau industri sebagai aspek penting dalam perubahan sosial budaya. Hal ini dinyatkan
dalam pandangan Ogburn bahwa kebiasaan-kebiasaan dan pola-pola normatif
masyarakt tertinggal di belakang perubahan dalam teknologi. Teori ketinggalan
budya (cultural lag) Ogburn, toh dikritik juga karena kegagalannya untuk
melihat situasi-situasi di mana kebudayaan materil ketinggalan di belakang
perkembangan-perkembangan dalam kebudayaan non materil.
2. Karl Marx
Pusat perhatian Marx adalah pada tingkat struktur
sosial dan bukan pada tingkat kenyataan sosial budaya. Perbedaan yang kontras
dengan gambaran Comte dan Sorokin mengenai kenyataan sosial dan pusat perhatian
analisanya akan sangat jelsa. Mereka melihat ide-ide yang dominan atau
pandangan hidup sebagai kunci untuk memahamio kenyataan sosial; Marx memusatkan
perhatiannya pada cara orang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan fisiknya.
Dia jug amelihat hubungan-hubungan sosial yang muncul dari penyesuaian ini dan
tunduknya aspek-aspek kenyataan sosial dan buday apada asas ekonomi ini.
Walaupun ide-ide yang dominan atau p
andangan-pandangan hidup dasar itu kelihatannya merupakan kunci untuk memahami
suatu masyarakat, dalam kenyataannya, ide-ide bersifat epifenomenal; aratinya
ide-ide itu merupakan cerminan dari kondisi-kondisi itiu. Jadi, memusatkan
perhatian pada tema-tema intelektual utama seperti y ang dimanifestasikan dalam
kesenian, ilmu, filsafat, dan seterusnya, sama dengan menerima suatu cerminan
kenyataan yanga slah atau yang diidealkan saja sebagai kenyataan itu sendiri.
Bagi
Marx, kunci untuk memahami kenyataan sosial tidak ditermukan dalam ide-ide
abstrak, tetapi dlam pabrik-pabrik atau dalam tambang batu bara, di mana para
pekerja menjalankan tugas yang di luar batas kemanusiaan dan berbahaya,
untuk menghindadrkan diri dari mati
kelaparan; dalam kalangan penganggur di mana o rang menemukan harga dirinya
sebagai manusia y ang ditentukan oleh ketidakmampuannya untuk menjual tenaga
kerja mereka di pasaran; dalam kantor-kantor kapitalis di mana analisa
perhitungan pembukuan mengarah ke stu keputusan untuk meningkatkan penanaman
modal daripada untuk meningkatkan upah; dan akhirnya dalam konfrontasi
revolusioner antar apemimpin-pemimpin serikat buruh dan mereka yang mewakili
kelas kapitalis yang dominan. Peristiwa-peristiwa yang demikian itu merupakan
kenyataan sosial, bukan impian naif dan idealistik yang dibuat oleh ilmu pengetahuan, teknologi
dan pertumbuhan industri untuk meningkaktan kerja sama dan pengingkatan
kesejahteraan dalam abidang material semu aorang. Seperti kita akan lihat, Marx
juga mempunyai pandangan mengenai masyarakat utopis di masa depan, tetapi yang
hanya dapat muncul melalui perjuangan revolusioner, tidak sebagai suatu
pertumbuhan organis dari organisme sosial.
Dari
The Communist Manifesto dan Das
Kapital, secure tradisional sudah diasumsikan bahwa tekaan utama Marx
adalah pada kesbutuhan materil dan perjuangan kelas sebagai akibat dari
usaha-usha memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Dalam pandangan ini, ide-ide dan
kesadaran manusia tidak lain daripad arefleksi yang slah tentang
kondisi-kondisi materil. Asumsi tradisional ini gak menyimpang. Marx sangat
menekanak pentingya kondisi-kondisi materil yang bertentangan dengan idealisme
Hegel, tetapi di atidak menyangkal
kenyataan kesadaran subyektif atau peranan penting yang mungkin ikut menentukan
dlm perubahan sosial. Dia pasti tidak setuju dengan ahli filsafat materialis
yang menekankan bahwa semua kenyataan tidak lebih daripada benda-benda yang
bergerai. Juga dia tidak setuju dengan pandangan positivis bahwa teknik-teknik penelitian empiris y ang
digunakan dalam ilmu-ilmu alam cocok untuk menjelaskan periaku manusia atau p
erubhan sosial. Menurut Marx, suatu pemahaman ilmiah yang dapat diterima
tentang gejala sosial menuntut si ilmuwan itu utuk mengambil sikap yang benar
terhadap hakikat permasalahan itu. Hal ini mencakupi pengakuan bahwa manusia
atidak hanya sekedar organisme materil; sebaliinya, manusia memiliki kesadaran
diri. Artinya, mereka memiliki suatu kesadaran
subyektif tentang dirinya sendiri dan situasi-situasi materilnya.
Tekanan
materialisme Marx harus dimengerti sebagai reaksi terhadap interpretasi
idealistik Hegel mengenai sejarah. Filsafat sejrah ini menganggap bahwa suatu
peranan yang paling menentukan adalah yang berasal dari evolusi progresif
ide-ide. Marx menolak filsafat sejarah
Hegel ini karena menghubungkannya dengan evolusi ide-ide sebagai suatu peranan
utma yang berdiri sendiri dalam perubahan sejarah lepas dari hambatan-hambatan
dan keerbatasan-keterbatasan situasi materil atau hubungan-hubungan sosial yang dibuat orang dalam menyesuaikan dirinya
dengan situasi materil. Dalam pandangan ini, teri-teori idealistik seperti
teori Hegel itu, mengabaikan kenyataan yang jelas bahwa ide-ide tidak ada
secure terlepas dari orang-orang yang benar-benar hidup dalam lingkungan
materil dan sosial yang sungguh-sungguh riil. Ide-ide adlah produk kesadaran
subyekteif individui-individu, tetapi kesadaran tidak terpisah dari lingkungan
materil dan sosial, sellau kesadaran akan lingkungannya.
Dalam
The Germany Ideology, Marx dan Engels menelusuri perubahan-perubahan
utama kondisi-kondisi materil dan cara-cara produksi di satu pihak, dan
hubungan-hubungan sosial serta norma-nomra pemiikan di lain pihak, mulai
komunitas suku bangsa primitif sampai ke kapitalisme modern. Komunitas suku
bangsa primitif merupakan satu komunitas di mana milik dipunyai secure koektif
dan pembagian kerja sangat kecil. Tahap ini disusul oleh tipe struktur sosial
komunal purba yang ditandai oleh bentuknya yang lebih besar dan p embagian
kerja yang semakin tinggi, dan mulainya pemilikan pribadi. Tahap pokok
bdrikutnya adalah sistem feodal, yang meliputi perkembangan lebih lanjut dalam
pembagian keja dan pola-pola pemilikan kekayaan pribadi yang lebih ketat. Tahap
feodal ini akhirnya memberikan jalan bagi cara-cara produksi borjuis dan
hubungan-hubungan sosial yang menyertainya.
Inti
dari buku ini, bahwa manusia menciptakan
sejarahnya sendiri selam merak berjuang menghadapi lingkungan materilnya
dan terlibat dalam hubungan-hubungan sosial yang terbatas dalam proses ini.
Tetapi kemampuan manusia untuk membuat sejarahnya sendiri itu, dibatasi oleh
keadaan lingkungan materil dan sosial yang sudah ada itu. Dalam seluruh analisa,
Marx dan Engels sangat peka terhadap kontradiksi internal yang muncul dalam
pelbagai tahap sejarah. Mereka mengidentifikasi perbedaan kepentingan dari
suku-suku bangsa yang saling berlawanan. Visi Marx mengenai masyarakat komunis masa depan
sangatlah idealistis, dan kelihatannya mengusulkan suatu akhir kontradiksi
internal dan konflik-konflik kelas yang sudah menjadi rangsangan utama
perubahan sosial di masa lampau.
Teori
Marx mengenai alienasi dan pengasingan diri sangat dipengaruhi oleh pembalikan
Ludwig Feuerbach terhadap filsafat Hegel. Meskipun demikian, Marx juga
mengkritik Feuerbach. Khususnya dia menyerang penekanan materialsitis Feuerbach
yang berat sebelah serta pandangannya yang ahistoris abstrak mengenai individu
yang pasif, yang terpencil dari konteks sosialnya. Marx lebih menekankan pada
peranan aktif yang mungkin dimainkan individu dalam proses sejarah.
Tulisan
Marx tahun 1844 Economic and Philosophical Manuscripts, merupakan satu
kritik terhadap teori-teori ekonomi politik yang sudah mapan di Inggris dari
Smith, Richardo, dan lain-lian. Ekonomi politik Iinggris didasrkan pada satu
pandnagan yang sangt individiualistis mengenai kkodrat manusia. Dengan latar
belakang filsafat dialektik Hegel, Marx menarik kesimpulan dari studinya
mengenai sitem kapitalis laissez-faire, yanag jauh lebih simpatik
daripada kesimpulan-kesimpulan pemikir Inggris itu. Khususnya id amenyayangkan
pengaruh-pengaurh individualisme yanag semakin meningkat serta sistem pasar
bebasnya dalam memecahkan ikatan-ikaan sosial, yang di masa lampu sudah
membantu memanusiakan hubungan-hubungan ekonomi. Dia melihat pengaruh-pengaruh
ini sebagai seuatu yang membuat manusia sebagai barang komoditi saja dalam
pasar, yang tenaganya diperjualbelikan seperti komoditi lainnya tanpa melihat
kebutuhan manusiawi mereka yang terlibat
dalam proses ini. Marx menekankan masalah ini dalam tulisannya yang terkenal Communist
Manifesto.
Manifestasi
yang lain dri alienasi dinyatakan dalam teoeri Marx mengenai negara. Dalam
sautu artikel yang ditulis di awal karirinya On The Jewish Question, dan
juga sebagai kritikannya terhadap Hegel seputar negara. Marx menganalisa
pembedaan antara negara dan masyarakat sipil Pembedaan ini bertalian dengan
pembedaanantara manusia sebagai individu dengan kebutuhan biologis dan kepentingan egoistisnya, dan manusia sebagai
mahluk sosial y ang memiliki suatu rumpun hidup yang sama. Analisa Marx tentang
negara berubah sedikit ketika dia mengembankgan gagasannya. Misalnya dalam The
German Ideology, Marx melihat negara sebagai suatu kompensasi dari
ketegangan dalam masyarakat yang muncul karena pembagian kerja.
Meskipun
pendekatan teoretis Marx keseluruhannya dapat diterapkan pada tahap sejarah apa
pun, perhatian utamanya adalah pada tahap masyarakat kapitalis—perkembangannya
sejak semula di akhir masa feodal, ketegangan-ketegangan dan
kontradiksi-kontradiksi internalnya, dan akhinrya bubar dan berubah menjadi
masyarakat komunis yanag akan datang
melalui kegiatan revolusioner kelas proletar. Maksud Marx dalam Das Kapital adalah untuk mengungkapkan dinamika-dinamika
yang mendasar dlam sitem kapitalis sebagai sistem yang bekerja secure akatual,
yang berlawanan dengan versi yang diberikan oleh p ara ahli ekonomi politik
yang bersifat naif.
3. Emile Durkheim
Pengaruh Durkheim pada perkembangan sosiologi di
Amerika masa kini, sangatlah besar, baik dalam metodologi maupun teori.
Pendiriannya mengenai kenyataan gejala
sosial yang berbeda dari gejala individui, analisanya mengenai tipe struktur
sosial yang berbeda dan mengenai dasar solidaritas serta integrasinyayang
berbeda-beda, perhatainna untuk menelusuri fungsi sosial dari gejala sosial
yang terlepas dari maksud atau motivasi yang adar dari individiu, pemecahan
sosiologisnya mengenai gejala seperti
penyimpanga, bunuh diri dan individualisme, serta studi statsitiknya yang
cermat mengenai angka bunuh diri sebagai contoh bagaimana menganalisa gejala
sosial secara empiris dalam semua baidang ini, Durkheim memberikan
sumbangan penting terhadap perkembangan
perspektif sosiologi modern. Pengaruhnya mungkin sangat mencolok dalam aliran
fungsionalisme sosiologi modern. Fungsionalisme juga menekankan integrasi dan
solidaritas, dan juga pentingnya memisahkan
analisa tentang konsekuensi-konsekuensi sosial dari gejala sosial, dari analisa
tentang tujuan dan motivasi yang sadar dari individu.
Perhatian
Durkheim terhadap solidaritas dan integrasi sosial muncul karena keadaan
keteraturan sosial yang goyah di masa Republik Ketiga sejak ia muda, dan juga
bersamaan dengan masa peralihan sistem pendidikan di Prancis. Karena kuatnya
perasaan antiklerikal di masa Republik Ketiga, kebanyakan sistem pendidikan
Katolik diganti dengan sistem pendidkan sekkuler. Dukheim merasa bahwa dalam
menghadapi masa peralihan ini, perlu dikembanagkan satu alternataif lain dari
dasar pendidikan moral agama tradisional. Singkatnya, apa yang dibutuhkan adalah suatu ideologi sekuler
atau sitem kepercayaan yang memberikan tonggak-tonggak moral dan etika dalam
suatu masyarakat sekuler.
Durkheim
mengakui Comte sebagai pendiri disiplin sosiologi (dan jug amengakui pengaruh
St. Simon) dan jug asependapat dengan pandangan Comte tentang masyarakat yang
bersifat organis. Yaitu hubungan antar gejala sosial yang bersiat timbal-balik, serta ide bahwa
kenyataan sosial melebih itingkatan individu. Juga pandangan Durkheim mengenai
fungsi pembagian kerja dalam meningkatkan integrasi sosial di dukung dengan
mengambil referensi Comte. Meskipun alaisia sosiologi Dukeheim lebih njelimiet
dan lebih penting untuk sosiologi masa kini dari pada sosiologi Comte, namun
Dukheim menemukan landasan umum yang kukat bagi ide-ide teoretsinya pada Comte.
Asumsi umum yang paling fundamental
dan mendasari pendekatan Durkehim terhadap sosiologi adalah bahwa gejala sosial
itu riil dan mempengaruhi kesadaran individu serta perilakunya yang berbeda
dari karakteristik psikologis, biologis, atau
karakteristik individu lain-lainnya. Tekanan Durkheim pad akenyataan
gejala sosial yang obyektif itu bertentangan tidak hanya dengan individualisme
yang berlebih-lebihan tetapi juga dengan para ahli teori yang pendekatannya
terlampau spekulatif dan filosofis. Di masa lampau spekulasi filosofis sudah
merupakan bentuk pemikiran yang utama tentang perilaku manusia dan tentang
masyarakat. Pun di masa Durkheim ada kalangan yang skeptis tentang kemungkinan
akan satu ilmu yang obyektif mengenai perilaku manusia atau gejala sosial.
Gejala sosial itu benar-benar dapat
dibedkan dari gejala yang benar-benar individiual (atau psikologis)? Durkheim
mengemukakan dengan tegas tiga karakteristik yang berbeda. Pertama,
gejala sosial bersifat eksternal terhadap individu. Durkheim menegaskan bahwa
ini merupakan cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang memperlihatkan
siat patut dilihat sebagai sesuatu yang berada di luar kesadaran individu. Kedua,
fakta yang memaksa individu. Bagi
Durkheim, bahwa individu dipaksa, dibimbing, diyakinkan, di dorong, atau dengan
cara tertentu dipengaruhi oleh pelbagai tipe fakta sosial dalam lingkungan sosialnya.
Ketiga, fakta itu bersifat umum atau tersebar secure meluas dalam satu
masyarakat. Dengan kata lain, fakta sosial itu merupakan milik bersama; bukan
sifat individu perorangan.
Berbagai sumber ketegangan yang
mengancam runtuhnya solidaritas sosial. Konflik antar kelompok, penyimpangan,
individualisme yang berlebihan, dananomi ditunjuk sebagai ancaman-ancaman yang
potensial, khussnya selama periode ransisi menuju suatu tipe struktur
sosial yang baru. Salah satu konsekuensi
utama runtuhnya solidaritas sosial adalah meningkatnya angka bunuh diri. Anlisa
Durkheim mengenai angka bunuh diri diperlihatkan sebagai suatu demonstrasi mengenai pentingnya tekanan pada
taingkat analisa struktur sosial, khususnya keadaan integrasi sosial dlam
masyarakat. Namun paradoksinya adalah bahw ameskipun penyimpangan berupa-rupa
macam mungkin mengancam solidartas sosial, reaksi masyarakat terhadap
penyimpangan itu memperkuat kembali dasar-dasar moral masyaraka itu.
Selain sumbangan-sumbangan teoretis
yang bersifat umum, ada juga bidang-bidang lain di mna sosiologi masa kini
berutang budi pada Durkheim. Dalam bidang metodologi, analisa statistik
mengenai angka bunuh diri serta korelasinya dengan karakteristik-karakteristik
lingkungan sosial lainnya yang dapat diukur, pantas disebut klasik.
Studinyayang terperinci mengenai klan-klan Arunta di Australia merupakan suatu
contoh awal yang gemiang mengenai penggunaan metoda studi kasus sebagai sumber
untuk generalisasi sosiologis. Akhirnya para ahli sosiologi agama masa kini masih
merasakan bahwa analisa Durkheim tentang landansan-landansan sosial bagi agama
dan slang ketergantungan antara agam dan struktur sosial merupakan bahan yang
paling penting bagi bidang mereka.
4. Max Weber
Weber memilih konsep
rasionalitas sebagai titik pusat perhatiannya yang utama. Konsep ini sama
pentingnya dengan konsep solidaritas untuk Durkheim, konflik kelas Marx,
tahap-tahap perkembangan intelektual Comte, dan mentalitas budaya untuk
Sorokin. Weber melihat perkembnagan masyarakat Barat yang modern sebagai suatu
hal yang menyangkut peningkatan yang mantap dalam bentuk rasionalitas.
Peningkatan ini tercermin dalam tindakan ekonomi individu setiap hari dan dalam
bentuk-bentuk organisasi sosial; juga terungkapkan dalam evolusi musik Barat.
Meskipun musik sering dilihat sebagai bahasa emosi, Weber memperlihatkan bahwa
musik juga tunduk pada kecenderungan rasionalisasi yang merembes pada
perkembangan kebudayaan Barat yang modern.
Mengikuti tekanan Weber pada konsep rasionalitas, kita mengidentifikasi
dua tipe tindkan rasional yang berbeda dan dua tipe tindakan yang non rasional.
Pelbagai aspek analisa Weber mengenai struktur sosial disinggung kembali.
Khususnya kita mendiskusikan model stratifikasi yang bercabang tiga dan
menunjukkan bagaimana pembedaan-pembedaan
dalam ekonomi, kelompok status, dan partai politik.
Akar motivasi individu jauh lebih
dalam daripada keputusan rasional yang disengaja mengenai alat dan tujuan atau
konfrmitas terhadap tuntutan dari mereka yang berotoritas. Analisa Weber mengenai
etika Protestan serta pengaruhnya dalam meningkatkan pertumbuhan kapitalisme
menunjukkan pengertiannya mengenai pentingnya kepercayaan agama serta nilai
dalam membentuk pola motivasional individu serta tindakan ekonominya. Pengaruh
agama terhadap pola perilaku individu serta bentauk orgasnasi sosial juga dpat
dilihat dalam analisa perbandingannya menenai agama-agama dunaia yang besar.
Tesis Weber yang berhubungan
dengan pengaruh Protestantisme terhadap
kepitalisme terutama terbatas pada tahap-tahap awal dari p erkembangan
kapitalisme dan pengaruh-pengaruh ini sama sekali tidak dimaksudkan, pun pada
masa itu. Dalam jangka panjang orientasi Protestan terhadap kegiatan duniawi
mungkin sudah imeymbang pertumbuhan mentalias sekuler yang merusan pengaruh
etika religis apa saja. Karena konsekuensi jangka panjang ini tidak
dimaksudkan, hal ini menunjukkan bahwa analisa Weber tidak terbatas pada
motiavasi yang sadar, meskipun dia tetap mempertahankan motif-motif pengertian
subyektif.
Karya Weber yang pertama-tama
dikenal di kalangan para ali ilmu sosial di Amerika adalah The Protestant
Ethic and the Spirit of Capitalism (diterjemahkan oleh Talcott Parsons dan
diterbitkan tahun 1930). Ini merupakan salah satu dari serangakian studi
perbandingannya mengenai pengaruh-pengaruh orientasi agama yang berbeda-beda.
Minat Weber tidak hanya terbatas pada agama saja.
Satu ciri khas karya Weber yang
perlu dicatat adalah bahwa ide-ide teoretisnya sangat luas terjalin dengan
analisa historis. Jangkauan pengetahuan sejarahnyayang mampu dia gunakan untuk
mengembangkan dan menggambarkan ide-ide teoretisnya mungkin tidak ada
bandingnya dengan para ahli teori klasik dan para ahli sosiologi masa kini.
Ahli teori klasik lainnya seperti Comte, misalnya, memasukkan data sejarah ke
dalam suatu kerangka teoretis yang sudah di bangunnya terlebih dahulu.
Sebaliknya analisa sejarah yang diberikan Weber merupakan suatu perspektif yang
kurang konsep-konsep teoretis dan kategori-kategori, daripada hanya sekedar
mencocokkan atau menggambarkan
konsep-konsep yang sudah disusun atas dasar yang lain. Hasilnya lebih
bersifat terbuka, lebih fleksibel dan tidak merupakan satu pendekatan dogmatis
untuk menganalisa sejarah.
Terlepas dari pengaruh Weber dalam bidang teori sosial dan
metodologi umumnya, sejumlah bidang sosiologi substantif berhutang budai pada
analisa Weber. Misalnya sosiologi agama masih menaruh minat pada pertanyaan
teoretis yang dikemukakan Weber sehubungan dengan dinamika prosessosial dalam
institusi-institusi agama (misalnya rutinisasi karisma), pengaruh agama
terhadap institusi lain-lainnya, peran agama dalam mendorong perubhan sosial.
Ornag yang belajar mengenai stratifikasi sosial masih menggunakan pembedaan
yang diberikan Weber antara tiga dimensi yang berbeda dalam stratifikasi. Ahli
sosiologi yang mengkhususkan dirinya dalam orgasniais yang kompleks, sering
menelusuri awal studinya ke analisa Weber mengenai orgasniasi birokratis. Slain
itu, sosiologi hukum, sosiologi politik, analisa sosiologi mengenai institusi
ekonomi, dan bidang perubahan sosial umumnya, semua mengambil ide-ide teoritis
dan analisa historis yang diberikan Weber.
Klasifikasi mengenai teori sosial
Weber menurut perspektif yang umum yang kita gunakan di sini, terlampau
menyederhanakan dan mengganggu atau merusakkan pendekatannya. Titik tolak bagi
teori Weber adalah individu yang bertindak yang tindakan-tindakannya itu hanya
dapat dimengerti menurut arti subyektifnya. Kenyataan sosial bagi dia pada
dasarnya terdiri dari tindkan-tindakan sosial individu yang berarti secara
subyektif.
Karena satuan analisa sosiologi yang
diberikan Weber adalah terutama tindakan individu, kita dapat mengklasifikasi
Weber yang memusatkan p erhatiannya pada tingkat individu sebagai kenataan
sosial. Namun minat Weber secure substantif membawa dia jah di balik tingkat
individual. Dia sangat banyak membahas tingkat struktur sosial (dalam
analisanya mengenai birokrasi atau sistem ekonoi kapitalis), dan tingkat budaya
(dalam analisanya mengenai orientasi agama). Dalam beberapa hal perhatian Weber
sejajar dengan perhatian Durkheim, Marx,
dan Comte. Dengan pelbagai cara semua ahli teori ini memperhatikan masalah yang berhubungan dengan runtuhnya
struktur sosial tradisional, struktur
sosial kecil dan munculnya masyarakat industri kota yang modern.
5. Georg
Simmel
Georg Simmer merupakan ahli
teori klasik terkemuka yang mempelajari proses interaksi di tingkat mikro.
Comte menekankan tingkat budaya dalam kenyataan sosial, khususnya tahap-tahap
perekmbangan intelektual. Marx dan Durkheim memusatkan perhatiannya pada
tingkat struktur sosial, meskipun keduanya berbeda secure substansial dalam
tekanan utamanya. Gambaran dasar Weber mengenai kenyataan sosial menekankan
individu dan tidanakn sosial yang berarati secure subyektif. Namun analisa
substantifnya sangat banyak berhubungan dengan tingkat struktur sosial dn
budaya, termasuk pola-pola perubahan sejarah yang penting.
Tetapi Simmel menekankan tingkat
kenyataan sosial yang bersifat antar pribadi (interpersonal), karena dia yakin
bahwaperkembangan sosiologi sebagai suatu disiplin tersendiri menuntut
pengendalian terhadap dua pandangan yang saling bertentangan, yakni antara
realisme dan nominalisme, yang dapat menjembatani keduanya. Posisi realis
(seperti tercermin dalam Durkheim) menekanakn bahwa struktur sosial memiliki
eksistensinya sendiri y ang riil dan obyektif, terlepas dari individu yang
mungkin kebetulan terlibat di dalamnya. Jadi masyarakt membentuk suatu
keseluruhan yang lebih besar daripada jumlah bagian-bagiannya. Sebaliknya,
posisi nominalis (tercermin dalam definisi Weber mengenai sosiologi)
menekankan bahwa hanya individiulah yang
riil secure obyektif dan bahwa masyarakt tidak lain daripada suatu kumpulan
individu danperilakunya. Dalam pandangan ini struktur sosial cenderung
dijelaskan menurut sifat-sifat individu atau tujuan-tujuannya yang sadar.
Posisi Simmel yang berada di antara
kedua ekstrem itu melihat bahw amasyarakat lebih dari pada hanya sekedar suatu
kumpulan individu serta pola perilakunya; namun masyarakat tidak indiependen
dari individu yang membentuknya. Sebaliknya, masyarakat menunjuk pada pola-pola
interaksi timbal-balik antarindividu. Pola-pola seperti itu bis amenjadi sangat
kompleks dalam suatu masyarakat yang besar dan bisa kelihatan sangat riil secara
obyektif pada individui. Tetapi, tanpa pola interaksi timbal balik yang
berulang-ulang sifatnya, kenyataan masyarakat itu akan hilang. Meskipun Simmel
terutama memperhatikan pola interaksi
yang kecil sifatnya, perspektifnya dapat juga diperluas ke institusi sosial
yang lebih besar.
Meskipun Simmel menolak model
masyarakat yang bersifat organik (seperti yang dikembangkan Comte di Prancis
dan Spencer di Inggris) dalam hal tertentu dia dipengaruhi oleh model evolusi
Spencer mengenai kompleksitas sosial y ang semakin bertambah. Spencer
menggunakan suatu model evolusi untuk berusha menjelaskan perubahan masyarakat
secure ertahap dari suatu struktur yang sederhana dengan differensiasi yang
rendah dan sangat homogen, ke suatu struktur yang lebih kompleks dengan
diferensiasi serta heterogenitas yang tinggi. Publikasi Simmel yang pertama
berjudul On Social Differentiational, sangat jelas memperlihatkan
pengaruh ini, seperti diskusinya mengenai dasar-dasar pembentukan kelompok yang
berubah dan keterlibatan sosial dari individu.
Pengaruh utama lainnya terhadap
Simmel adalah dari seorang ahli filsafat
Jerman yang terkenal, Immanuel Kant. Kant mengembangkan suatu perpsktif
filosofis yang didasarkan pada pembedaan antara persesi manusia mengenai gejala
dan hakiakt dasar dari benda-benda seperti mereka berada dalam dirinya sendiri.
Dia memperlihatkan bahwa kita tidak pernah dapat mengetahi benda seperti
benda itu berada dalam dirinya sendiri
tetapi hanya karena mereka muncul menurut kategori-kategori kesadaran atau
pikiran tertentu yang bersiat a priori.
Simmel memberikan suatu konsepsi
yang jelas mengenai pokok permasalahan yang tepat dalam sosiologi dan suatu
strategi yang bersifat umum untuk mengembangkan filsafat sosial atau filsafat
sejarah di lain pihak. Singkatnya, pendekatan Simmel meliputi
pengidentifikasian dan penganalisaan bentuk-bentuk yang berulang atau pola-pola sosiasi (sociation). Sosiasi
adalah terjemahan dari kata Jerman Vergesellschaftung, yang secure
harfiah berarti proses di mana masyarakat itu terjadi. Sosiasi meliputi
interaksi timbal-balik. Melalui proses ini, di mana individu saling berhubungan
dan saling mempengaruhi, masyarakat itu sendiri muncul.
Studi Simmel mengenai pola-pola
interaksi mengelakkan bahaya, namun sekaligus ju gamengakui bahwa kenyataan
sosial melampaui kenyataan dari sekadar jumlah anggota individual dalam
masyarakat. Kita lihat bahwa Simmel menjembatani kaum realis atau mereka yang
mempunyai gambaran yang bersifat organik mengenai kenyataan sosial (seperti
Comte dan Durkheim), dan gambaran kaum nominalis (seperti Weber). Para ahli sosiologi masa
kini mengakui bahwa kenyataan sosial terdidi dari bentuk-bentuk atau pola-pola
atau struktur-struktur interaksi dan hasil dari interaksi ini dalam kreasi
produk budaya yang bertahun-tahun.
Selain itu, pendekatan Simmel yang
bersifat dialektis juga merupakan suatu kerangka untuk sekaligus menghadapi
tekanan yang berlawanan antara Durkheim dan Marx. Tekanan Dukrehim pada
solidaritas dan kerja sama dan tekanan
Marx pada konflik, keduanya dapat dilihat dalam perspektif Simmel sebagai
bentuk-bentuk alternatif yang dapat ada secure serentak dlam ketegangan yang
bersifat dinamis. Campauran tertentu dari keduanya akan beragam dalam situasi
yang berabeda-beda, tetapi diskusi Simmbel mengenai bagaiman konflik itu dapat
diperbesar dalam hubungan yang akrab atau kelompok yang kompak memperlihatkan
bahwa kedua bentuk ini sama sekali tidak terlepas satu sama lain.
Pengaruh Simmel pada sosiologi
Amerika nampak dalam tekanan drai para ahli sosiologi aliran Chicago awal, pada
bentuk-bentuk soial dan proses-proses sosial. Beberapa dari tulisannya
diterjemahkan oleh Albion Small dan diterbitkan dalam American Journal of Sociology, suatu publikasi dari Universitas Chicago.
Bidang-bidang studi dari para ahli sosiologi dalam aliran Chichago sangatlah
berlainan, mulai dari psikologi sosial samapi ke ekoklogi, penyimpangan
terhadap organisasi sosial dan disorganisasi. Namun persamaan dari karya-karya
para perintis ini adalah suatu pengakuan yang eksplisit akan sifat dinamis
proses sosial itu. Pendekatan Simmel merupkan sautu strategi untuk
mengabstraksikan dari proses-proses sosial yang senantiasa berubah-ubah ini,
pola-pola tertentu yang berlaku atau bentuk-betuknya serta menganalisa
cara-cara yang tidak terbilang jumlahnya di mana pola-pola itu terjadi dalam
irama kehidupan sosial yang tidak henti-hentinya.
0 komentar:
Posting Komentar