BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai akhir dari masa remaja adalah masa dewasa, atau ada
juga yang menyebutnya masa adolesen. Ketika mereka meginjak dewasa, pada
umumnya mempunyai sikap: enemukan pribadinya, menentukan cita-citanya
menggariskan jalan hidupnya ,bertanggung jawab, menghimpun norma-norma sendiri.
Sebagaimana kita ketahui bahwa tingkat perkembangan agama
pada masing-masing individu selalu berbeda-beda dan mengalami proses sesuai
perkembangan jiwanya. Bahkan apat
dikatakan semakin bertambah usia maka semakin tingggi keagamaan yang ia miliki.
Begitu juga dengan masa dewasa. Ketika seseorang menginjak
dewasa maka banyak hal yang ia rasakan sebagai akibat dari keagamaan. Dalam
mengalami proses tersebut banyak hal ang mempengaruhinya. Untuk dapat
berkembang secara normal, manusia membutuhkan antuan dari luar dirinya, dapat
berupa bimbingan dan pengarahan dari lingkungannya. Dengan adanya bimbingan dan
pengarahan tersebut diharapkan sejalan dengan kebutuhan manusia itu sendiri ang
sudah tersimpan sebagai potensi bawaannya.sehingga apabila tidak searah dengan
potensi ang dimilikinya akan berdampak negatif pada perkembangan manusia itu
sendiri. Hal tersebut kan terlihat dalam berbagai sikap dan tingkah laku yang
menyimpang dalam kaitannya dengan egagalan manusia untuk memenuhi kebutuhan
baik yang berupa fisik/non psikis. Sehubungan engan hal tersebut, maka dalam
hal mempelajari perkembangan jiwa keagamaan, perlu dilihat ulu
kebutuhan-kebutuhan manusia secara menyeluruh. Sebab kebutuhan yang kurang
seimbang antara kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani akan menyebabkan
timbulnya ketimpangan alam perkembangan.
BAB II
PERKEMBANGAN AGAMA PADA MASA DEWASA
Jiwa keagamaaan yang termasuk aspek rohani (psikis) akan
sangat tergantung dari perkembangan aspek fisik. Begitu juga sebaliknya. Oleh
karena itu sering dikatakan bahwa kesehatan fisik akan berpengaruh pada
kesehatan mental. Selain itu juga ditentukan oleh tingkat usia. Setiap masa
perkembangan manusia memiliki ciri-ciri tertentu. Begitu juga dengan
perkembangan jiwa keagamaan.
A.
Macam-macam Kebutuhan
1. Menurut
J.P. Guilford, terdiri dari
a. Kebutuhan
individual
Pada kebutuhan individual ini semuanya berhubungan dengan
kebutuhan jasmani. Kebutuhan ini bergantung pada diri seseorang. Bagaimana dia
merawat dan menjaga keseimbangan tubuhnya dalam kehidupannya. Kebutuhan
invidual ini terdiri dari:
1) Homeotatis
(kebutuhan yang dituntut tubuh dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan.
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan tubuh akan zat; protein, air, garam, mineral,
vitamin, oksigen dan lainnya.
2) Regulasi
temperature, penyesuaian tubuh dalam usaha mengatasi kebutuhan akan perubahan
temperature badan. Pusat pengaturannya berada di bagian otak yang disbut
Hypothalsum.
3) Tidur,
kebutuhan manusia yang perlu dipenuhi agar terhindar dari gejala halusinasi.
4) Lapar,
kebutuhan biologis yang harus dipenuhi untuk membangkitkan energi tubuh seperti
organis.
5) Seks,
kebutuhan seks sebagai salah satu kebutuhan yang timbul dari dorongan
mempertahankan jenis.
2. Kebutuhan
social (rohaniah)
Kebutuhan social manusia tidak disebabkan pengaruh yang
datang dari luar (stimulas) seperti layaknya pada binatang. Kebutuhan social
pada manusia berbentuk nilai. Jadi kebutuhan itu bukan semata-mata kebutuhan
biologis melainkan juga kebutuhan rohaniah. Bentuk kebutuhan ini terdirio dari;
pujian dan binaan, kekuasaan dan mengalah, pergaulan, imitasi dan simpati, dan
perhatian.
3. Kebutuhan
akan agama
Manusia disebut sebagai makhluk yang beragama (homo
religious). Allah membekali manusia itu dengan nikmat berpikir dan daya
penelitian, diberinya pula rasa bingung dan bimbang untuk memahami dan belajar
mengenali alam sekitarnya sebagai imbangan atas rasa takut terhadap kegarangan
dan kebengisan alam itu. Hal inilah yang mendorong manusia tadi untuk untuk
mencari-cari suatu kekuatan yang dapat melindungi dan membimbingnya disaat-saat
yang gawat.
Dorongan beragama merupakan salah satu dorongan yang bekerja
dalam diri manusia sebagaimana dorongan-dorongan lainnya, seperti makan, minum,
intelek dan lain sebagainya. Sejalan dengan itu maka dorongan beragama pun
menuntut untuk dipenuhi sehingga pribadi anusia itu mendapat kepuasan dan
ketenangan. Dorongan beragama juga merupakan kebutuhan insaniah yang tumbuhnya
dari gabungan berbagai factor penyebab dari rasa keberagamaan.
Menurut Dr. Zakiah Daradjat, dalam bukunya "Peranan
Agama dalam Kesehatan Mental", terdiri dari:
1. Kebutuhan
primer yaitu kebutuhan jasmaniah: makan, minum, seks dan sebagainya (kebutuhan
ini didapat manusia secara fitrah tanpa dipelajari).
2. Kebutuhan
sekunder
yaitu kebutuhan rohaniah: Jiwa dan social. Kebutuhan ini hanya terdapat pada manusia dan sudah dirasakan sejak manusia masih kecil.
yaitu kebutuhan rohaniah: Jiwa dan social. Kebutuhan ini hanya terdapat pada manusia dan sudah dirasakan sejak manusia masih kecil.
B.
Sikap keberagamaan pada masa remaja
Sebagai akhir dari masa remaja adalah masa dewasa, atau ada
juga yang menyebutnya masa adolesen. Ketika mereka meginjak dewasa, pada
umumnya mempunyai sikap: menemukan pribadinya, menentukan cita-citanya
menggariskan jalan hidupnya ,bertanggung jawab, menghimpun norma-norma sendiri.
Sikap-sikap di atas merupakan sikap yang mengawali masa
dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya pada masa dewasa, seseorang telah
menunjukan kematangan jasmani dan rohaninya, sudah memiliki keyakinan dan
pendirian yang tetap, serta perasaan social sudah berkembang. Tanggung jawab
individu, social dan susila sudah mulai tampak dan ia sudah mulai mampu berdiri
sendiri.
Gambaran psikis pada masa dewasa seperti di atas akan nampak
pada kesetabilan seseorang di dalam menentukan pandangan hidup atau agama yang
harus di anutnya berdasarkan kesadaran da keyakinan yang di anggap benar dan
diperlukan dalam hidupnya.ini mengandung pengertian bahwa apa yang dilakukan
seseorang dari paham keagamaan yang di anutnya akan dipegang teguh dan
diwujudkan lewat tingkah laku keagamaannya dalam kehidupan sehari-hari dengan
penuh tanggung jawab.
Tingkah laku keagamaan seseorang pada masa dewasa ini
berdasarkan tanggung jawab keagamaan yang ia pegangi, ia yakini secara mendalam
dan pahami sebagai jalan hidup. Hal itu sebagai akibat dari adanya kestabilan
dalam pandangan hidup keagamaan, yang dengan demikian akan didapati pula adanya
kestabilan dalam tingkah laku keagamaannya, dimana segala perbuatan dan
tyingkah laku keagamaannya senantiasa dipertimbangkan masak-masak yang dibina
diatas tanggung jawab, bukan atas dasar meniru dan ikut-ikutan saja.
Kestabialan dalam pandangan hidup beragama dan tingkah laku keagamaan seseorang, bukanlah kestabilan yang statis, melainkan kestabilan yang dinamis, di mana pada suatu ketika ia mengenal juga adanya perubahan-perubahan. Adanya perubahan itu terjadi karena proses pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan mungkin karena kondisi yang ada.
Dengan demikian orang dewasa sebenarnya mempunyai tanggung jawab yang besar mengenal apa yang harus dianut dan dikerjakannya.tanggung jwab itu bias meliputi tanggung jawab secara individu, social, maupun susila serta agama. Bertanggung jawab secara individu berarti berani berbuat harus berani menanggung resiko sebagai tanggung jawab perbuatannya. Bertangung jawab secara sosial berarti semua perbuatan dipikirkan dan diperhitungkan akibat-akibatnya terhadap orang lain dan terhadap masyarakat.
Kestabialan dalam pandangan hidup beragama dan tingkah laku keagamaan seseorang, bukanlah kestabilan yang statis, melainkan kestabilan yang dinamis, di mana pada suatu ketika ia mengenal juga adanya perubahan-perubahan. Adanya perubahan itu terjadi karena proses pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan mungkin karena kondisi yang ada.
Dengan demikian orang dewasa sebenarnya mempunyai tanggung jawab yang besar mengenal apa yang harus dianut dan dikerjakannya.tanggung jwab itu bias meliputi tanggung jawab secara individu, social, maupun susila serta agama. Bertanggung jawab secara individu berarti berani berbuat harus berani menanggung resiko sebagai tanggung jawab perbuatannya. Bertangung jawab secara sosial berarti semua perbuatan dipikirkan dan diperhitungkan akibat-akibatnya terhadap orang lain dan terhadap masyarakat.
Bertanggung jawab secara susila dengan norma-norma susila,
perbuatan yang tidak bertentangan dengan etika, dan lebih dari itu
semuaperbuatan dan tingkah laku keagamaaanya maupun aktifitas kehidupan lainnya
hanya dituntut bertanggung jawab kepada Tuhan yang diimaninya. Di sinilah yang
nantinya akan melahirkan cirri lain bagi seorangn dewasa, yaitu adanya
kemandirian, di mana segala tingkah laku keagamaanya sudah dipikirkan
masak-masak, dikerjakan sendiri dan dipertranggung jawabkan, walaupun
kadang-kadang apa yang dilakukan tersebut sama dengan maksud orang lain atau
justru malah mendatangkan kritik bagi dirinya.
Kemantapan jiwa orang dewasa setidaknya memberikan gambaran mengenai bagaimana sikap dan tingkah laku keagamaan pada orang dewasa. Atas dasar ini acap kali sikap dan tingkah laku keagmaan seseorang di usia dewsa sulit untuk di ubah, kalaupun terjadi perubahan, maka sesungguhnya itu berangkat dari pertimbangan yang sangat matang dan sungguh-sungguh.
Kemantapan jiwa orang dewasa setidaknya memberikan gambaran mengenai bagaimana sikap dan tingkah laku keagamaan pada orang dewasa. Atas dasar ini acap kali sikap dan tingkah laku keagmaan seseorang di usia dewsa sulit untuk di ubah, kalaupun terjadi perubahan, maka sesungguhnya itu berangkat dari pertimbangan yang sangat matang dan sungguh-sungguh.
Apabila nilai-nilai agama yang mereka pilih untuk dijadikan
pandangan hidup, maka sikap keberagaman akan terlihat pula dalam pola kehidupan
mereka. Sikap keberagaman tersebut akan dilestarikan sebagai identitas dan
kepribadian mereka. Sehingga dapat membawa mereka secara mantap untuk dapat
menjalankan ajaran agama yang mereka anut. Sehingga tidak jarang ini akan
menimbulkan ketaatan yag berlebihan dan menjurus ke sikap fanatisme. Sikap
keberagamaan yang seperti ini umumnya dilandasi oleh pendalaman pengertian dan
perluasan pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya. Sikap keberagaman bagi
orang dewasa adalahbukan hanya sekedar ikut-ikutan tetapi adalah sikap hidup
baginya.
C.
Ciri-ciri sikap keberagamaan pada masa dewasa
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap
keberagaman pada orang dewasa antara lain memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
1. Menerima
kebenaran agama berdasar pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar
ikut-ikutan.
2. Cenderung
bersikap realis sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam
sikapa dan tingkah laku.
3. Bersikap
positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk mempelajaridan
memperdalam pemahaman keagamaan.
4. Tingkat
ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga
sikap keberagaman merupakan realisasi dari sikap hidup.
5. Bersikap
lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
6. Bersikap
lebih kritis terhadapa materi ajran agama sehingga kemantapan beragama selain
didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati
nurani.
7. Sikap
keberagaman cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing
sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta
melaksanakan ajkaran agama yang diyakininya.
8. Terlihat
adanya hubungan antara sikap keberagaman dengan kehidupan social sehingga
perhatian terhadap kepentingan organisasi social keagamaan sudah berkembang.
BAB III
PENUTUP
Sikap atau tingkah laku keagamaan seseorang pada masa dewasa
ini berdasarkan tanggung jawab keagamaan yang ia pegangi, ia yakini secara
mendalam dan pahami sebagai jalan hidup. Hal itu sebagai akibat dari adanya
kestabilan dalam pandangan hidup keagamaan, yang dengan demikian akan didapati
pula adanya kestabilan dalam tingkah laku keagamaannya, dimana segala perbuatan
dan tyingkah laku keagamaannya senantiasa dipertimbangkan masak-masak yang
dibina diatas tanggung jawab, bukan atas dasar meniru dan ikut-ikutan saja.
Kestabialan dalam pandangan hidup beragama dan tingkah laku
keagamaan seseorang, bukanlah kestabilan yang statis, melainkan kestabilan yang
dinamis, di mana pada suatu ketika ia mengenal juga adanya perubahan-perubahan.
Adanya perubahan itu terjadi karena proses pertimbangan pikiran, pengetahuan
yang dimiliki dan mungkin karena kondisi yang ada.
DAFTAR
PUSTAKA
Anshari
Hafi.
1991 Dasar-dasar
Ilmu Jiwa Agama, Usaha Nasional, Surabaya.
Daradjat
Zakiah.
1982 Peranan
Agama dalam Kesehatan Mental, PT Gunung Agung, Jakarta.
Jalaludin.
1998 Psikologi
Agama, PT. Raja Grasindo Persada, Jakarta.
Ramayulis.
2002 Psikologi
Agama, Kalam Mulia, Jakarta.
Sururin.
2004 Ilmu Jiwa
Agama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar