Ragam Metodologi Islam
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas Ridho dan petunjuk-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah
ini.Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia
dari zaman kebodohan ke zaman yang pernuh dengan cahaya ilmu pengetahuan.
Makalah ini di beri
judul “Ragam Metedologi Studi Islam”Dalam pembuatan makalah ini tentu saja
tidak lepas dari berbagai hambatan dan halangan. Oleh karena itu, penulis
berterimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya
makalah ini. Penulis juga berterimakasih kepada bapak dosen mata kuliah Pengantar Studi Islam yang telah memberikan
bimbingan sehingga mempermudah penulis untuk mencari bahan informasi tema yang telah dipilih.
Akhirnya, penulis
mengharapkan kritik yang membangun agar terciptanya karya-karya yang lebih baik
dan sempurna.
Penulis
Bandung, 25
Oktober 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada awal tahun 1970-an berbicara mengenai penelitian agama
dianggap tabu. Orang akan berkata: kenapa agama yang sudah begitu mapan mau
diteliti; agama adalah wahyu Allah. Sikap serupa terjadi di Barat. Dalam
pendahuluan buku Seven Theories Of Religion dikatakan, dahulu orang
Eropa menolak anggapan adanya kemungkinan meniliti agama. Sebab, antara ilmu
dan nilai, antara ilmu dan agama (kepercayaan), tidak bisa disinkronkan[1].
Kehadiran agama Islam yang dibawa
Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang
sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan
manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis,
tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan
progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual,
senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka,
demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik,
mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap
positif lainnya.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian metodologi
studi Islam?
2.
Apa saja ruang lingkup
metodologi studi Islam?
3.
Apa saja
pendekatan-pendekatan dalam metodologi studi Islam?
4.
Apa tujuan studi Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Metodologi
Menurut bahasa (etimologi), metode berasal
dari bahasa Yunani, yaitu meta (sepanjang), hodos (jalan). Jadi, metode adalah suatu ilmu tentang cara atau langkah-langkah yang di tempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk mencapai
tujuan tertentu. Metode berarti ilmu cara menyampaikan sesuatu kepada orang
lain. Metode juga disebut pengajaran atau penelitian.
Menurut
istilah“metodologi” berasal dari bahasa yunani yakni metodhos dan logos,
methodos berarti cara, kiat dan seluk beluk yang berkaitan dengan upaya
menyelsaikan sesuatu, sementara logos berarti ilmu pengetahuan, cakrawala dan
wawasan. Dengan demikian metodologi adalah metode atau cara-cara yang berlaku
dalam kajian atau penelitian[2].
Metodologi adalah masalah yang sangat penting dalam
sejarah pertumbuhan ilmu, metode kognitif yang betul untuk mencari kebenaran
adalah lebih penting dari filsafat, sains, atau hanya mempunyai bakat [3].
Cara dan prosedur untuk memperoleh
pengetahuan dapat ditentukan berdasarkan disiplin ilmu yang dikajinya, oleh
karena itu dalam menentukan disiplin ilmu kita harus menentukan metode yang
relevan dengan disiplin itu, masalah yang dihadapi dalam proses verivikasi
ini adalah bagaimana prosedur kajian dan cara dalam pengumpulsn dan analisis
data agar kesimpulan yang ditarik memenuhi persyaratan berfikir induktif.
Penetapan prosedur kajian dan cara ini disebut metodologi kajian atau
metodologi penelitian.
Selain itu metodelogi adalah
pengetahuan tentang metode-metode, jadi metode penelitian adalah pengetahuan
tentang berbagai metode yang digunakan dalam penelitian[4]. Louay safi mendefinisaikan
metodologi sebagai bidang peenelitian ilmiah yang berhubungan dengan pembahasan
tentang metode-metode yang digunakan dalam mengkaji fenomena alam dan manusia
atau dengan kata lain metodologi adalah bidang penelitian ilmiah yang
membenarkan, mendeskripsikan dan menjelaskan aturan-aturan, prosedur-prosedur
sebagai metode ilmiah[5].
Ketika metode digabungkan dengan
kata logos maknanya berubah. Logos berarti “studi tentang” atau “teori
tentang”. Oleh karena itu, metodologi tidak lagi sekedar kumpulan cara yang
sudah diterima (well received) tetapi berupa berupa kajian tentang metode.
Dalam metodologi dibicarakan kajian tentang cara kerja ilmu pengetahuan. Pendek
kata, bila dalam metode tidak ada perbedaan, refleksi dan kajian atas cara kerja
ilmu pengetahuan, sebaliknya dalam metodologi terbuka luas untuk mengkaji,
mendebat, dan merefleksi cara kerja suatu ilmu. Maka dari itu, metodologi
menjadi menjadi bagian dari sistematika filsafat, sedangkan metode tidak.
Metodologi
adalah ilmu cara- cara dan langkah- langkah yang tepat ( untuk menganalisa
sesuatu) penjelasan serta
menerapkan cara.
Istilah
metodologi studi islam digunakan ketika seorang ingin membahas kajian- kajian
seputar ragam metode yang biasa digunakan dalam studi islam. Sebut saja
misalnya kajian atas metode normative, historis, filosofis, komparatif dan lain
sebagainya. Metodologi studi Islam mengenal metode- metode itu sebatas
teoritis. Seseorang yang mempelajarinya juga belum menggunakannya dalam
praktik. Ia masih dalam tahap mempelajari secara teoritis bukan praktis.
B.
Ruang Lingkup Studi
Islam
Pembahasan
kajian keislaman mengikuti wawasan dan keahlian para pengkajinya, sehingga
terkesan ada nuansa kajian mengikuti selera pengkajinya, secara material, ruang
lingkup studi islam dalam tradisi sarjana barat, meliputi pembahasan mengenai
ajaran, doktrin, teks sejarah dan instusi-instusi keislaman pada awalnya
ketertarikan sarjana barat terhadap pemikiran islam lebih karena kebutuhan akan
penguasaan daerah koloni. Mengingat daerah koloni pada umumnya adalah Negara
Negara yang banyak didomisili warga Negara yang beragama Islam, sehingga mau
tidak mau mereka harus faham budaya lokal. Kasus ini dapat dilihat pada perang
aceh sarjana belanda telah mempelajari Islam terlebih dahulu sebelum
diterjunkan dilokasi deengan asumsi Ia telah memahami budaya dan peradapan
massyarakat aceh yang mayoritas beragama islam.
Islam
dipahami dari sisi ajaran, doktrin dan pemahaman masyarakat debngan asumsi
dapat diketahui tradisi dan kekuatan masyarakat setempat. Setaelah itu
pemahaman yang telah menjadi input bagi kaum orentalis diambil sebagai dasar
kebijakan oleh penguasa colonial yang tentunya lebih menguntungkan mereka
ketimbang rakyat banyak diwilayah jajahanya. Hasil studi ini sesungguhnya lebih
menguntungkan kaum penjajah tatas dasar masukan ini para penjajah colonial
dapat mengambil kebijakan didaerah koloni dengan mempertimbangkan budaya lokal.
Atas masukkan ini, para penjajah mampu membuat kekuatan social, masyarakat
terjajah sesuai dengan kepentingan dan keutunganya. Setelah mengalami
keterpurukan, dunia Islam mulai bangkit memalui para pembaru yang telah
dicerahkan. Dari kelompok ini munculah gagasan agar umat Islam mengejar ketertinggalanya
dari umat lain.
Agama
sebagai obyek studi minimal dapat dilihat dari segi sisi:
1.
Agama Sebagai doktrin dari Tuhan
Agama Sebagai doktrin dari Tuhan
yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final dalam arti absolute, dan
diterima apa adanya[6]. Kata doktrin berasal dari bahasa inggris doctrine yang
berarti ajaran. Dari kata doctrine itu kemudian dibentuk kata doktina; yang
berarti yang berkenaan dengan ajaran atau bersifat ajaran.
Selain
kata doctrine sebgaimana disebut diatas, terdapat kata doctrinaire yang
berarti yang bersifat teoritis yang tidak praktis. Contoh dalam hal ini
misalnya doctrainare ideas ini berrati gagasan yang tidak praktis.
Studi
doktinal ini berarti studi yang berkenaan dengan ajaran atau studi tentang
sesuatu yang bersifat teoritis dalam arti tidak praktis. Mengapa tidak praktis?
Jawabannya adalah karena ajaran itu belum menjadi sesuatu bagi seseorang yang
dijadikan dasar dalam berbuat atau mengerjakan sesuatu.
Uraian
ini berkenaan dengan Islam sebagai sasaran atau obyek studi doctrinal tersebut.
Ini berarti dalam studi doctrinal kali yang di maksud adalah studi tentang
ajaran Islam atau studi Islam dari sisi teori-teori yang dikemukakan oleh
Islam.
Islam
di definisikan oleh sebagian ulama sebagai berikut: “al-Islamu wahyun
ilahiyun unzila ila nabiyyi Muhammadin Sallahu`alaihi wasallam lisa`adati
al-dunya wa al-akhirah” (Islam adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW sebagai pedoman untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat)[7].
Berdasarkan pada definisi Islam
sebagaimana di kemukakan di atas, maka inti dari Islam adalah wahyu. Sedangkan
wahyu yang dimaksud di atas adalah al-Qur`an dan al-Sunnah. Al-Qur`an yang kita
sekarang dalam bentuk mushaf yang terdiri tiga puluh juz, mulai dari surah
al-Fatihah dan berakhir dengan surah al-Nas, yang jumlahnya 114 surah.
Sedangkan al-Sunnah telah
terkodifikasi sejak tahun tiga ratus hijrah. Sekarang ini kalau kita ingin
lihat al-Sunnah atau al-Hadist, kita dapat lihat di berbagai kitab hadist.
Misalnya kitab hadist Muslim yang disusun oleh Imam Muslim, kitab hadist Shaleh
Bukhari yang ditulis Imam al-Bukhari, dan lain-lain.
Dari kedua sumber itulah, al-Qur`an
dan al-Sunnah, ajaran Islam diambil. Namun meski kita mempunyai dua sumber,
sebagaimana disebut diatas, ternyata dalam realitasnya, ajaran Islam yang
digali dari dua sumber tersebut memerlukan keterlibatan tersebut dalam bentuk
ijtihad.
Dengan ijtihad ini, maka ajaran
berkembang. Karena ajaran Islam yang ada di dalam dua sumber tersebut ada yang
tidak terperinci, banyak yang diajarkan secara garis besar atau global.
Masalah-masalah yang berkembang kemudian yang tidak secara terang disebut di dalam
dua sumber itu di dapatkan dengan cara ijtihad.
Dengan demikian, maka ajaran Islam
selain termaktub pula di dalam penjelasan atau tafsiran-tafsiran para ulama
melalui ijtihad itu.
Hasil ijtihad selama tersebar dalam
semua bidang, bidang yang lain. Semua itu dalam bentuk buku-buku atau
kitab-kitab, ada kitab fiqih, itab ilmu kalam, kitab akhlaq, dan lain-lain.
Sampai disini jelaslah, bahwa
ternyata ajaran Islam itu selain langsung diambil dari al-Qur`an dan al-Sunnah,
ada yang diambil melalui ijtihad. Bahkan kalau persoalan hidup ini berkembang
dan ijtihad terus dilakukan untuk mencari jawaban agama Islam terhadap
persoalan hidup yang belum jelas jawabannya di dalam suatu sumber yang pertama
itu. Maka ajaran yang diambil dari ijtihad ini semakin banyak.
Studi Islam dari sisi doctrinal itu
kemudian menjadi sangat luas, yaitu studi tentang ajaran Islam baik yang ada di
dalam al-Qur`an maupun yang ada di dalam al-Sunnah serta ada yang menjadi
penjelasan kedua sember tersebut dengan melalui ijtihad.
Jadi sasaran studi Islam doctrinal
ini sangat luas. Persoalannya adalah apa yang kemudian di pelajari dari sumber
ajaran Islam itu.
2.
Sebagai gejala budaya,
Sebagai gejala budaya yang berarti
seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk
pemahaman orang terhadap doktrin agamanya. Pada awalnya ilmu hanya
ada dua Suatu penemuan yang dihasilkan seseorang pada suaktu-waktu mengenai
suatu gejala sifat alam.
Agama merupakan kenyataan yang dapat
dihayati. Sebagai kenyataan, berbagai aspek perwujudan agama bermacam-macam,
tergantung pada aspek yang dijadikan sasaran studi dan tujuan yang hendak
dicapai oleh orang yang melakukan studi.
Cara-cara pendekatan dalam
mempelajari agama dapat dibagi ke dalam dua golongan besar, yaitu model studi
ilmu-ilmu social dan model studi budaya.
Tujuan mempelajari agama Islam juga
dapat dikategorikan ke dalam dua macam, yang pertama, untuk mengetahui,
memahami, menghayati dan mengamalkan. Kedua, untuk obyek penelitian. Artinya,
kalau yang pertama berlaku khusus bagi umat Islam saja, baik yang masih awam,
atau yang sudah sarjana. Akan tetapi yang kedua berlaku umum bagi siapa saja,
termasuk sarjana-sarjana bukan Isalam, yaitu memahami. Akan tetapi realitasnya
ada yang sekedar sebagai obyek penelitian saja.
Untuk memahami suatu agama,
khususnya Islam memang harus melalui dua model, yaitu tekstual dan konstektual.
Tekstual, artinya memahami Islam melalui wahyu yang berupa kitab suci.
Sedangkan kontekstual berarti memahami Islam lewat realitas social, yang berupa
perilaku masyarakat yang memeluk agama bersangkutan.
Studi budaya di selenggarakan dengan
penggunaan cara-cara penelitian yang diatur oleh aturan-aturan kebudayaan yang
bersangkutan.
Kebudayaan adalah keseluruhan
pengetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagai mahkluk social yang isinya
adalah perangkat-perangkat model-model pengetahuan yang secara selektif dapat
digunakan untuk memahami dan menginterprestasi lingkungan yang di hadapi, dan
untuk mendorong dan menciptakan tindakan-tindakan yang diperlukan.
Islam merupakan agama yang
diwahyukan Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW.sebagai jalan hidup untuk meraih
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Agama islam disebut juga agama samawi,
selain agama Islam, Yahudi dan Nasrani juga termasuk ke dalam kategori agama samawi.
Sebab keduanya merupakan agama wahyu yang diterima Nabi Musa dab Nabi Isa
sebagai utusan Allah yang menerima pewahyuan agama Yahudi dan Nasrani.
Agama wahyu bukan merupakan bagian
dari kebudayaan. Demikian pendapat Endang Saifuddin Anshari yang mengatakan
dalam suatu tulisannya bahwa:
“Agama samawi dan kebudayaan tidak
saling mencakup; pada prinsipnya yang satu tidak merupakan bagian dari yang
lainnya; masing-masing berdiri sendiri. Antara keduanya tentu saja dapat saling
hubungan dengan erat seperti kita saksikan dalam kehidupan dan penghidupan
manusia sehari-hari. Sebagaimana pula terlihat dalam hubungan erat antara suami
dan istri, yang dapat melahirkan putra, namun suami bukan merupakan bagian dari
si istri, demikian pula sebaliknya.
Atas dasar pandangan di atas, maka
agama Islam sebagai agama samawi bukan merupakan bagian dari kebudayaan
(Islam), demikian pula sebaliknya kebudayaan Islam bukan merupakan bagian dari
agama Islam. Masing-masing berdiri sendiri, namun terdapat kaitan erat antara keduanya.
Menurut Faisal Ismail, hubungan erat itu adalah bahwa Islam merupakan dasar,
asas pengendali, pemberi arah, dan sekaligus merupakan sumber nilai-nilai
budaya dalam pengembangan dan perkembangan cultural. Agama (Islam) lah yang
menjadi pengawal, pembimbing, dan pelestari seluruh rangsangan dan gerak
budaya, sehingga ia menjadi kebudayaan yang bercorak dan beridentitas Islam.
Lebih jauh Faisal menjelaskan bahwa
walaupun memiliki keterkaitan, Islam dan kebudayaan merupakan dua entitas yang
berbeda, sehingga keduanya bisa dilihat dengan jelas dan tegas. Shalat misalnya
adalah unsure (ajaran) agama, selain berfungsi untuk melestarikan hubungan
manusia dengan Tuhan, juga dapat melestarikan hubungan manusia dengan manusia
juga menjadi pendorong dan penggerak bagi terciptanya kebudayaan. Untuk tempat
sholat orang membangun masjid dengan gaya arsitektur yang megah dan indah,
membuat sajadah alas untuk bersujud dengan berbagai disain, membuat tutup
kepala, pakaian, dan lain-lain. Itulah yang termasuk aspek kebudayaan.
Proses interaksi Islam dengan budaya
dapat terjadi dalam dua kemungkinan. Pertama adalah Islam, mewarnai,
mengubah, mengolah, dan memperbaharui budaya. Kedua, justru Islam yang
diwarnai oleh kebudayaan. Masalahnya adalah tergantung dari kekuatan dari dua
entitas kebudayaan atau entitas keislaman. Jika entitas kebudayaan yang kuat
maka akan muncul muatan-muatan local dalam agama, seperti Islam Jawa.
Sebaliknya, jika entitas Islam yang kuat mempengaruhi budaya maka akan muncul
kebudayaan Islam.
Agama sebagai budaya, juga dapat
diihat sebagai mekanisme control, karena agama adalah pranata social dan gejala
social, yang berfungsi sebagai kontro, terhadap institus-institus yang ada.
Dalam kebudayaan dan peradaban
dikenal umat Islam berpegang pada kaidah: Al-Muhafadhatu ala al-qadim
al-shalih wa al-akhdzu bi al jaded alashlah, artinya: memelihara pada
produk budaya lama yang baik dan mengambil produk budaya baru yang lebih baik.
Oleh karena itu, dapat di simpulkan
bahwa hasil pemikiran manusia yang berupa interprestasi terhadap teks suci itu
disebut kebudayaan, maka sisitem pertahanan Islam, system keuangan Islam, dan
sebagainya yang timbul sebagai hasil pemikiran manusia adalah kebudayaan pula.
Kalaupun ada perbedaannya dengan kebudayaan biasa, maka perbedaan itu terletak
pada keadaan institusi-institusi kemasyarakatan dalam Islam, yang disusun atas
dasar prinsip-prinsip yang tersebut dalam al-Qur`an.
3.
Sebagai interaksi sosial,
Sebagai interaksi sosial, yaitu
realitas umat Islam.bila Islam dilihat dari tiga sisi, maka ruang lingkup studi
Islam dapat dibatasi pada tiga sisi tersebut. Oleh karena sisi doktrin
merupakan suatu keyakinan atas kebenaran teks wahyu, maka hal ini tidak
memerlukan penelitian didalamnya.
Melalui pendekatan antropologi
hubungan agama dengan berbagai masalh kehidupan manusia, dan dengan itu pula
agama terlihat akrab dan fungsional dan berbagai fenomena kehidupan manusia[8].
Islam
sebagai sasaran studi social ini dimaksudkan sebagai studi tentang Islam
sebagai gejala social. Hal ini menyangkut keadaan masyarakat penganut agama
lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala social lainnya yang
saling berkaitan.
Dengan
demikian yang menjadi obyek dalam kaitan dengan Islam sebagai sasaran studi
social adalah Islam yang telah menggejala atau yang sudah menjadi fenomena
Islam. Yang menjadi fenomena adalah Islam yang sudah menjadi dasar dari sebuah
perilaku dari para pemeluknya.
M.
Atho Mudzhar, menulis dalam bukunya, pendekatan Studi Islam dalam Teori dan
Praktek, bahwa ada lima bentuk gejala agama yang perlu diperhatikan dalam
mempelajari atau menstudi suatu agama. Pertama, scripture atau
naskah-naskah atau sumber ajaran dan symbol-simbol agama. Kedua, para
penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yaitu yang berkenaan dengan perilaku
dan penghayatan para penganutnya. Ketiga, ritus-ritus, lembaga-lembaga
dan ibadat-ibadat, seperti shalat, haji, puasa, perkawinan dan waris. Keempat,
alat-alat, organisasi-organisasi keagamaan tempat penganut agama berkumpul,
seperti NU dan lain-lain[9].
Masih menurut M. Atho Mudzhar, agama
sebagai gejala social, pada dasarnya bertumpu pada konsep sosiologi agama.
Sosiologi agama mempelajari hubungan timbal balik antara agama dan masyarakat.
Masyarakat mempengaruhi agam, dan agama mempengaruhi masyarakat. Tetapi
menurutnya, sosiologi sekarang ini mempelajari bukan masalah timbale balik itu,
melainkan lebih kepada pengaruh agama terhadap tingkah laku masyarakat.
Bagaimana agama sebagai system nlai mempengaruhi masyarakat.
Meskipun kecenderungan sosiologi
agama. Beliau member contoh teologi yang dibangun oleh orang-orang syi`ah,
orang-orang khawarij, orang-orang ahli al-Sunnah wa al-jannah dan lain-lain.
Teologi-teologi yang dibangun oleh para penganut masing-masing itu tidak lepas
dari pengaruh pergeseran perkembangan masyarakat terhadap agama.
Persoalan berikutnya adalah
bagaimana lita melihat masalah Islam sebagai sasaran studi social. Dalam
menjawab persoalan ini tentu kita berangkat dari penggunaan ilmu yang dekat
dengan ilmu kealaman, karena sesungguhnya peristiwa-peristiwa yang terjadi mengalami
keterulangan yang hampir sama atau dekat dengan ilmu kealaman, oleh karena itu
dapat diuji.
Jadi dengan demikian metodologi
studi Islam dengan mengadakan penelitian social. Penelitian social berada diantara
ilmu budaya mencoba memahami gejala-gejala yang tidak berulang tetapi dengan
cara memahami keterulangan.
Sedangkan ilmu kealaman itu sendiri
paradigmanya positivism. Paragdima positivism dalam ilmu ini adalah sesuatu itu
baru dianggap sebagai ilmu kalau dapat dimati (observable), dapat diukur
(measurable), dan dapat dibuktikan (verifiable). Sedangkan ilmu
budaya hanya dapat diamati. Kadang-kadang tidak dapat diukur atau diverifikasi.
Sedangkan ilmu social yang diangap dekat dengan ilmu kealaman berarti juga
dapat diamati, diukur, dan diverifikasi.
Melihat uraian di atas, maka jika
Islam dijadikan sebagai sasaran studi social, maka harus mengikuti paragdima
positivism itu, yaitu dapat diamati gejalanya, dapat diukur, dan dapat
diverifikasi.
Hanya saja sekarang ini juga
berkembang penelitian kualitatif yang tidak menggunakan paragdima positivisme.
Ini berarti ilmu social itu dianggap tidak dekat kepada ilmu kealaman. Jika
halnya demikian, maka berarti dekat kepada ilmu budaya ini berarti sifatnya
unik.
Lima hal sebagai gejala agama yang
telah disebut di atas kemudian dapat dijadikan obyek dari kajian Islam dengan
menggunakan pendekatan ilmu social sebagaimana juga telah dungkap diatas.
Masalahnya tokoh agama Islam,
penganut agama Islam, interaksi antar umat beragama, dan lain-lain dapat
diangkat menjadi sasaran studi Islam.
C.
Pendekatan-pendekatan
dalam metodologi studi islam
Dewasa ini
kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif diberbagai
masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya dijadikan sekadar
menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekadar disampaikan dalam khotbah,
melainkan secara konsepsional menunujukkan cara-cara yang paling efektif dalam
memecahkan masalah. . Adapun
pendekatan yang dimaksud di sini (bukan dalam konteks penelitian), namun cara
pandang atau paradigma yang terdapat dalam satu bidang ilmu yang selanjutnya
digunakan dalam memahami agama
Diketahui bahwa islam sebagai agama
yang memiliki banyak dimensi, yaitu mulai dari dimensi keimanan, akal pikiran,
ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, sejarah,
perdamaian, sampai pada kehidupan rumah tangga, dan masih banyak lagi. Untuk
memahami berbagai dimensi ajaran Islam tersebut jelas memerlukan berbagai
pendekatan yang digali dari berbagai disiplin ilmu. Di dalam Alqur’an yang
merupakan sumber ajaran Islam, misalnya dijumpai ayat- ayat tentang proses
pertumbuhan dan perkembangan anatomi tubuh manusia. Untuk menjelaskan masalah
ini jelas memerlukan dukungan ilmu anatomi tubuh manusia. Selanjutnya untuk
membahas ayat- ayat yang berkenaaan dengan masalah tanaman dan tumbuh- tumbuhan
jelas memerlukan bantuan ilmu pertanian.
Berkenanaan
dengan pemikiran diatas, maka kita perlu mengetahui
dengan jelas pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam memahamai agama.
Hal ini perlu dilakukan, karena melalui pendekatan tersebut kehadiran agama
secara fugsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui
berbagai pendekatan tersebut, tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami oleh
masyarakat, tidak fungsional, dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah
kepada selain agama, dan hal ini tidak boleh terjadi. Untuk lebih jelasnya
pendekatan tersebut dapat kita pelajari sebagai berikut:
1.
Pendekatan Sosiologis
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki
ikatan-ikatan antara manusia yamng menguasai hidupnya. Sosiologi mencoba
mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara yang terbentuk dan tumbuh serta
berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaannya,
keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam
tiap persekutuan hidup manusia.
Harus ditegaskan disini bahwa orang
yang pertama kali menggagas sekaligus memperaktikkan sosiologi sebagai sebuah
disiplin ilmu baru yang mandiri adalah ibn khaldun. Namun, sebagian besar
sosiolog memandang kontribusi ibn khaldun begitu kecil dalam sosiologi. Mereka
lebih mengakui karl max dan august comte sebagai seorang yang yang paling
berjasa bagi disiplin ilmu sosiologi.[10]
Pendekatan sosiologis dibedakan dari
pendekatan studi agama lainnya karena fokus perhatiannya pada interaksi antara
agama dan masyarakat. Teori sosiologis tentang watak agama serta kedudukan dan
signifikansinya dalam dunia sosial, mendorong di tetapkannya serangkaian
kategori-kategori sosiologis, meliputi:
a.
Stratifikasi sosial, seperti kelas
dan etnisitas
b.
Kategori bisosial, seperti seks,
gender perkawinan, keluarga masa kanak-kanak dan usia
c.
Pola organisasi sosial, meliputi
politik, produksi ekonomis, sistem-sistem pertukaran dan birokrasi.
d.
Proses sosial, seperti formasi
batas, relasi intergroup, interaksi personal, penyimpangan, dan globalisasi.[11]
Dalam al-quran terdapat tuntunan
yang banyak membicarakan realitas tertinggi yang menunjukan bahwa Ia, secara
filosofis, tidak menerima selainnya. Namun disisi lain (sosiologis), Ia juga
dengan sangat toleran menerima kehadiran keyakinan lain (lakum dinukum
waliyaddin).[12]
2.
Pendekatan Historis
Sejarah atau
historis adalah suatu ilmu yang membahas berbagai peristiwa dengan
memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dari
peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan
melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, siapa yang terlibat
dalam peristiwa tersebut, dan lain sebagainya.[13]
Pendekatan kesejarahan ini amat
dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi
yang kongkrit bahkan berkaitan dengan kondisi social kemasyarakatan. Dalam
kontek ini Kuntowijaya telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang
dalam hal ini islam menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari
Al-qur’an, ia sampai pada kesimpulan bahwa dasarnya kandungan Al-qur’an itu
menjadi dua bagian. Bagian pertama berisi konsep-konsep dan bagian kedua berisi
kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Melalui
pendekatan sejarah ini seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang
bersifat empirism dan mendunia. Dari kedaan ini seseorang akan melihat adanya
kesenjangan atau keselarassan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan
yang ada dalam empiris dan historis.
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena Agama
itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi
sosial kemasyarakatan.
3.
Pendekatan Antropologis
Pendekatan ini
dapat diartikan sebagai salah satu upaya dalam memahamai agama dengan cara
melihat wujud praktek keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Melalui perndekatan ini agama tamapak lebih akrab dan dekat dengan
masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan
jawabannya.
Dalam
berbagai penelitian antropologi. Agama dapat ditemukan adanya hubungan positif
antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik golongan masyarakat
yang kurang mampu pada umumnya lebih tertarik kepada gerakan-gerakan keagamaan
yang mesianis, yang menjanjikan perubahan tatanan sosial masyarakat. Sedangkan
golongan orang yang kaya lebih cenderung untuk mempertahankan tatanan
masyarakat yang sudah mapan secara ekonomi lantaran tatanan itu menguntungkan
pihaknya.
Melalui pendekatan antropologi sosok
agamayang berada pada daratan empiric akan dapat dilihat serat-seratnya dan
latar belakang mengapa ajaran agama tersebut muncul dan dirumuskan. Antropologi
berupaya melihat hubungan antara agama dengan berbagai pranata yang terjadi dimasyarakat.[14]
Dalam
pendekatan ini kita melihat bahwa agama ternyata berkorelasi dengan etos kerja
dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dalam hubungan ini, jika ingin
mengubah pandangan dan sikap etos kerja seseorang maka dapat dilakukan dengan
cara mengubah pandangan keagamaan. Selanjutnya melalui pendekatan antropologis
ini, kita dapat melihat agama dalam hubungannya dengan mekanisme
pengorganisasian.
Salah satu konsep kunci terpenting
dalam antropologi adalah modern adalah holisme, yakni pandangan bahwa
prakyik-praktik sosial harus diteliti dalam konteks dan secara esensial dilihat
sebagai praktik yang berkaitan dengan yang lain dalam masyarakat yang sedang
diteliti. Para antropologis harus melihat agama dan praktik-praktik pertanian,
kekeluargaan dan politik, magic dan pengobatan (secara bersama-sama maka agama
tidak bisa dilihat sebagai system otonom yang tidak terpengaruh oleh
praktik-praktik sosial lainnya.[15]
4.
Pendekatan Psikologi
Psikologi atau ilmu jiwa adalah jiwa yang mempelajari jiwa seseorang
melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiah Daradjat,
perilaku seseorang yang tampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh
keyakinan yang dianutnya. Ilmu jiwa agama sebagaimana yang dikemukakan Zakiah
Daradjat, tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang dianut
seseorang, melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama
tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya.
Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan mengetahui tingkat
keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan seseorang juga dapat digunakan
sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan
tingkatan uasianya. Dengan ilmu agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok
untuk menanamkannya.
Label “psikologi agama” seolah menunjukan bahwa bidang ini
merupakan cabang psikologi yang concern dengan subjek agama, sejajar dengan
psikologi pendidkan, atau psikologi olahraga, atau psikologi klinis. Akan
tetapi kenyataanya, psikologi agama berada di bagian luar mainstream psikologi.[16]
D.
Tujuan Studi Islam
Studi Islam sebagai usaha untuk mempelajari secara
mendalam tentang islam dan segala seluk beluk yang berhubungan dengan agama
islam sudah barang tentu mempunyai tujuan yang jelas, yang sekaligus menunjukan
kemana Studi Islam tersebut diarahkan. Dengan arah dan tujuan yang jelas itu,
maka dengan sendirinya Studi Islam akan merupakan usaha sadar dan tersusun
secara sistematis.
Adapun arah dan tujuan Studi Islam dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Untuk mempelajari
secara mendalam tentang apa sebenarnya (hakikat) agam islam itu, dan bagaimana
posisi serta hubungannya dengan agama-agama lain dalam kehidupan budaya
manusia.
Sehubungan dengan ini, Studi Islam dilaksanakan berdasarkan asumsi bahwa
sebenarnya agama islam diturunkan oleh Allah adalah untuk membimbing dan
mengarahkan serta menyempurnakan pertumbuhan dan perkembangan agama-agama dan
budaya umat dimuka bumi.
2.
Untuk mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi
ajaran agama islam yang asli, dan bagaimana penjabaran dan operasionalisasinya
dalam pertumbuhan dan perkembangan budaya peradaban islam sepanjang sejarahnya.
Studi ini berasumsi bahwa agama islam adalah fitrah sehingga pokok-pokok isi
ajaran agama islam tentunya sesuai dan cocok dengan fitrah manusia. Fitrah
adalah potensi dasar, pembawaan yang ada, dan tercipta dalam proses pencipataan
manusia.
3.
Untuk mempelajari secara mendalam sumber dasar
ajaran agama islam yang tetap abadi dan
dinamis, dan bagaimana aktualisasinya sepanjang sejarahnya. Studi ini berdasarkan
asumsi bahwa agama islam sebagai agama samawi terakhir membawa ajaran yang
bersifat final dan mampu memecahkan masalah kehidupan manusia, menjawab
tantangan dan tuntutannya sepanjang zaman.Dalam hal ini sumber dasar ajaran
agama islam akan tetap actual dan fungsional terhadap permasalahan hidup dan
tantangan serta tuntutan perkembangan zaman tersebut.
4.
Untuk mempelajari secara mendalam prinsip-prinsip
dan nilai-nilai dasar ajaran agama islam, dan bagaimana realisasinya dalam
membimbing dan mengarahkan serta mengontrol perkembangan budaya dan peradaban
manusia pada zaman modern ini. Asumsi dari studi ini adalah, islam yang
meyakini mempunyai misi sebagai rahmah li al-‘alamin tentunya mempunyai prinsip
dasar yang bersifat universal, dan mempunyai daya dan kemampuan untuk
membimbing, mengarahkan dan mengendalikan factor-faktor potensial dari
pertumbuhan dan perkembangan system budaya dan peradaban modern.[17]
BAB III
KESIMPULAN
Menurut bahasa
(etimologi), metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta (sepanjang), hodos (jalan). Jadi, metode adalah suatu ilmu tentang cara
atau lanhkah-langkah yang di tempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk
mencapai tujuan tertentu.
Menurut istilah (terminologi), metode adalah ajaran yang
memberi uraian, penjelasan, dan penentuan nilai. Metode biasa digunakan dalam
penyelidikan keilmuan. Hugo F. Reading mengatakan bahwa metode adalah kelogisan
penelitan ilmiah, sistem tentang prosedur dan teknik riset.
Pendektan
antropolgi sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karna dalam ajaran
agama terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan ilmu
antropologi dengan cabang-cabangnya.
Sejarah atau
histories adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan
memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari
peristiwa tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rozak.
2008 Metodologi
Studi Islam, Pustaka Setia, Bandung.
Abuddin Nata.
2012 Metodologi
Studi Islam, Rajawali Pres, Jakarta.
____________,
2004 Metode
Studi Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Atang,
Abd. hakim & Jaih Mubarok.
2009 Metode
Studi Islam, Remaja Rosdakarya Bandung.
Atho Mudzahar.
2007 Pendekatan Studi Islam,
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Mukti Ali.
1991 Metodologi Memahami Agama Islam,
Bulan Bintang, Jakarta.
Muhaimin dkk.
2012 Studi
Islam Dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan Jakarta: Kencana, Cet Ke-II,
Partanto,
Pios A M. dahlan al-barry.
1994 Kamus
Ilmiyah Populer, Penerbit Arkola, Surabaya.
Peter
Conolly.
2002 Aneka
Pendekatan Studi Agama, Lkis, Yogyakarta.
Tadris
Kimia.
2010 Metodologi
Studi Islam 2008, Takimia Production, Semarang.
[1] Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam
(Yogyakarta: pustaka pelajar, 2007 ) Hlm 11
[2] Abdul Rozak. Metodologi Studi Islam. (Bandung
:pusataka setia, 2008) Hlm 68
[4] Abdul Rozak loc.cit., Hlm 68
[5] Ibid Hlm 68
[7] Atho Mudzhar, Op.cit., Hlm 19
[9] Atho mudzhar, op.cit.,Hlm 13-14
[10] Pios A partanto M. dahlan al barry, Kamus
Ilmiyah Populer, (Surabaya : penerbit arkola, 1994) hlm.462
[11] Pios A partanto M. dahlan al barry, Kamus
Ilmiyah Populer, (Surabaya : penerbit arkola, 1994) hlm.20
0 komentar:
Posting Komentar