About

Selasa, 03 Februari 2015

Ragam Metodologi Islam

Ragam Metodologi Islam
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas Ridho dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan  makalah ini.Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada nabi besar  Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari zaman kebodohan ke zaman yang pernuh dengan cahaya ilmu pengetahuan.
Makalah ini di beri judul “Ragam Metedologi Studi Islam”Dalam pembuatan makalah ini tentu saja tidak lepas dari berbagai hambatan dan halangan. Oleh karena itu, penulis berterimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini. Penulis juga berterimakasih kepada bapak dosen mata kuliah Pengantar Studi Islam yang telah memberikan bimbingan sehingga mempermudah penulis untuk mencari bahan informasi  tema yang telah dipilih.
Akhirnya, penulis mengharapkan kritik yang membangun agar terciptanya karya-karya yang lebih baik dan sempurna.


Penulis

Bandung, 25 Oktober 2014


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
Pada awal tahun 1970-an berbicara mengenai penelitian agama dianggap tabu. Orang akan berkata: kenapa agama yang sudah begitu mapan mau diteliti; agama adalah wahyu Allah. Sikap serupa terjadi di Barat. Dalam pendahuluan buku Seven Theories Of Religion dikatakan, dahulu orang Eropa menolak anggapan adanya kemungkinan meniliti agama. Sebab, antara ilmu dan nilai, antara ilmu dan agama (kepercayaan), tidak bisa disinkronkan[1].
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian metodologi studi Islam?
2.      Apa saja ruang lingkup metodologi studi Islam?
3.      Apa saja pendekatan-pendekatan dalam metodologi studi Islam?
4.      Apa tujuan studi Islam?


BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Metodologi
Menurut bahasa (etimologi), metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta (sepanjang), hodos (jalan). Jadi, metode adalah suatu ilmu tentang cara atau langkah-langkah yang di tempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Metode berarti ilmu cara menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Metode juga disebut pengajaran atau penelitian.
Menurut istilah“metodologi” berasal dari bahasa yunani yakni metodhos dan logos, methodos berarti cara, kiat dan seluk beluk yang berkaitan dengan upaya menyelsaikan sesuatu, sementara logos berarti ilmu pengetahuan, cakrawala dan wawasan. Dengan demikian metodologi adalah metode atau cara-cara yang berlaku dalam kajian atau penelitian[2].
Metodologi adalah masalah yang sangat penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu, metode kognitif yang betul untuk mencari kebenaran adalah lebih penting dari filsafat, sains, atau hanya mempunyai bakat [3].
Cara dan prosedur untuk memperoleh pengetahuan dapat ditentukan berdasarkan disiplin ilmu yang dikajinya, oleh karena itu dalam menentukan disiplin ilmu kita harus menentukan metode yang relevan dengan disiplin itu, masalah yang dihadapi dalam proses verivikasi ini adalah bagaimana prosedur kajian dan cara dalam pengumpulsn dan analisis data agar kesimpulan yang ditarik memenuhi persyaratan berfikir induktif. Penetapan prosedur kajian dan cara ini disebut metodologi kajian atau metodologi penelitian.
Selain itu metodelogi adalah pengetahuan tentang metode-metode, jadi metode penelitian adalah pengetahuan tentang berbagai metode yang digunakan dalam penelitian[4]. Louay safi mendefinisaikan metodologi sebagai bidang peenelitian ilmiah yang berhubungan dengan pembahasan tentang metode-metode yang digunakan dalam mengkaji fenomena alam dan manusia atau dengan kata lain metodologi adalah bidang penelitian ilmiah yang membenarkan, mendeskripsikan dan menjelaskan aturan-aturan, prosedur-prosedur sebagai metode ilmiah[5].
Ketika metode digabungkan dengan kata logos maknanya berubah. Logos berarti “studi tentang” atau “teori tentang”. Oleh karena itu, metodologi tidak lagi sekedar kumpulan cara yang sudah diterima (well received) tetapi berupa berupa kajian tentang metode. Dalam metodologi dibicarakan kajian tentang cara kerja ilmu pengetahuan. Pendek kata, bila dalam metode tidak ada perbedaan, refleksi dan kajian atas cara kerja ilmu pengetahuan, sebaliknya dalam metodologi terbuka luas untuk mengkaji, mendebat, dan merefleksi cara kerja suatu ilmu. Maka dari itu, metodologi menjadi menjadi bagian dari sistematika filsafat, sedangkan metode tidak.
Metodologi adalah ilmu cara- cara dan langkah- langkah yang tepat ( untuk menganalisa sesuatu) penjelasan serta menerapkan cara.
Istilah metodologi studi islam digunakan ketika seorang ingin membahas kajian- kajian seputar ragam metode yang biasa digunakan dalam studi islam. Sebut saja misalnya kajian atas metode normative, historis, filosofis, komparatif dan lain sebagainya. Metodologi studi Islam mengenal metode- metode itu sebatas teoritis. Seseorang yang mempelajarinya juga belum menggunakannya dalam praktik. Ia masih dalam tahap mempelajari secara teoritis bukan praktis.
B.     Ruang Lingkup Studi Islam
Pembahasan kajian keislaman mengikuti wawasan dan keahlian para pengkajinya, sehingga terkesan ada nuansa kajian mengikuti selera pengkajinya, secara material, ruang lingkup studi islam dalam tradisi sarjana barat, meliputi pembahasan mengenai ajaran, doktrin, teks sejarah dan instusi-instusi keislaman pada awalnya ketertarikan sarjana barat terhadap pemikiran islam lebih karena kebutuhan akan penguasaan daerah koloni. Mengingat daerah koloni pada umumnya adalah Negara Negara yang banyak didomisili warga Negara yang beragama Islam, sehingga mau tidak mau mereka harus faham budaya lokal. Kasus ini dapat dilihat pada perang aceh sarjana belanda telah mempelajari Islam terlebih dahulu sebelum diterjunkan dilokasi deengan asumsi Ia telah memahami budaya dan peradapan massyarakat aceh yang mayoritas beragama islam.
Islam dipahami dari sisi ajaran, doktrin dan pemahaman masyarakat debngan asumsi dapat diketahui tradisi dan kekuatan masyarakat setempat. Setaelah itu pemahaman yang telah menjadi input bagi kaum orentalis diambil sebagai dasar kebijakan oleh penguasa colonial yang tentunya lebih menguntungkan mereka ketimbang rakyat banyak diwilayah jajahanya. Hasil studi ini sesungguhnya lebih menguntungkan kaum penjajah tatas dasar masukan ini para penjajah colonial dapat mengambil kebijakan didaerah koloni dengan mempertimbangkan budaya lokal. Atas masukkan ini, para penjajah mampu membuat kekuatan social, masyarakat terjajah sesuai dengan kepentingan dan keutunganya. Setelah mengalami keterpurukan, dunia Islam mulai bangkit memalui para pembaru yang telah dicerahkan. Dari kelompok ini munculah gagasan agar umat Islam mengejar ketertinggalanya dari umat lain.
Agama sebagai obyek studi minimal dapat dilihat dari segi sisi:
1.      Agama Sebagai doktrin dari Tuhan
Selain kata doctrine sebgaimana disebut diatas, terdapat kata doctrinaire yang berarti yang bersifat teoritis yang tidak praktis. Contoh dalam hal ini misalnya doctrainare ideas ini berrati gagasan yang tidak praktis.
Studi doktinal ini berarti studi yang berkenaan dengan ajaran atau studi tentang sesuatu yang bersifat teoritis dalam arti tidak praktis. Mengapa tidak praktis? Jawabannya adalah karena ajaran itu belum menjadi sesuatu bagi seseorang yang dijadikan dasar dalam berbuat atau mengerjakan sesuatu.
Uraian ini berkenaan dengan Islam sebagai sasaran atau obyek studi doctrinal tersebut. Ini berarti dalam studi doctrinal kali yang di maksud adalah studi tentang ajaran Islam atau studi Islam dari sisi teori-teori yang dikemukakan oleh Islam.
Islam di definisikan oleh sebagian ulama sebagai berikut: “al-Islamu wahyun ilahiyun unzila ila nabiyyi Muhammadin Sallahu`alaihi wasallam lisa`adati al-dunya wa al-akhirah” (Islam adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat)[7].
Berdasarkan pada definisi Islam sebagaimana di kemukakan di atas, maka inti dari Islam adalah wahyu. Sedangkan wahyu yang dimaksud di atas adalah al-Qur`an dan al-Sunnah. Al-Qur`an yang kita sekarang dalam bentuk mushaf yang terdiri tiga puluh juz, mulai dari surah al-Fatihah dan berakhir dengan surah al-Nas, yang jumlahnya 114 surah.
Sedangkan al-Sunnah telah terkodifikasi sejak tahun tiga ratus hijrah. Sekarang ini kalau kita ingin lihat al-Sunnah atau al-Hadist, kita dapat lihat di berbagai kitab hadist. Misalnya kitab hadist Muslim yang disusun oleh Imam Muslim, kitab hadist Shaleh Bukhari yang ditulis Imam al-Bukhari, dan lain-lain.
Dari kedua sumber itulah, al-Qur`an dan al-Sunnah, ajaran Islam diambil. Namun meski kita mempunyai dua sumber, sebagaimana disebut diatas, ternyata dalam realitasnya, ajaran Islam yang digali dari dua sumber tersebut memerlukan keterlibatan tersebut dalam bentuk ijtihad.
Dengan ijtihad ini, maka ajaran berkembang. Karena ajaran Islam yang ada di dalam dua sumber tersebut ada yang tidak terperinci, banyak yang diajarkan secara garis besar atau global. Masalah-masalah yang berkembang kemudian yang tidak secara terang disebut di dalam dua sumber itu di dapatkan dengan cara ijtihad.
Dengan demikian, maka ajaran Islam selain termaktub pula di dalam penjelasan atau tafsiran-tafsiran para ulama melalui ijtihad itu.
Hasil ijtihad selama tersebar dalam semua bidang, bidang yang lain. Semua itu dalam bentuk buku-buku atau kitab-kitab, ada kitab fiqih, itab ilmu kalam, kitab akhlaq, dan lain-lain.
Sampai disini jelaslah, bahwa ternyata ajaran Islam itu selain langsung diambil dari al-Qur`an dan al-Sunnah, ada yang diambil melalui ijtihad. Bahkan kalau persoalan hidup ini berkembang dan ijtihad terus dilakukan untuk mencari jawaban agama Islam terhadap persoalan hidup yang belum jelas jawabannya di dalam suatu sumber yang pertama itu. Maka ajaran yang diambil dari ijtihad ini semakin banyak.
Studi Islam dari sisi doctrinal itu kemudian menjadi sangat luas, yaitu studi tentang ajaran Islam baik yang ada di dalam al-Qur`an maupun yang ada di dalam al-Sunnah serta ada yang menjadi penjelasan kedua sember tersebut dengan melalui ijtihad.
Jadi sasaran studi Islam doctrinal ini sangat luas. Persoalannya adalah apa yang kemudian di pelajari dari sumber ajaran Islam itu.
2.      Sebagai gejala budaya,
Sebagai gejala budaya yang berarti seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya.   Pada awalnya ilmu hanya ada dua Suatu penemuan yang dihasilkan seseorang pada suaktu-waktu mengenai suatu gejala sifat alam.
Agama merupakan kenyataan yang dapat dihayati. Sebagai kenyataan, berbagai aspek perwujudan agama bermacam-macam, tergantung pada aspek yang dijadikan sasaran studi dan tujuan yang hendak dicapai oleh orang yang melakukan studi.
Cara-cara pendekatan dalam mempelajari agama dapat dibagi ke dalam dua golongan besar, yaitu model studi ilmu-ilmu social dan model studi budaya.
Tujuan mempelajari agama Islam juga dapat dikategorikan ke dalam dua macam, yang pertama, untuk mengetahui, memahami, menghayati dan mengamalkan. Kedua, untuk obyek penelitian. Artinya, kalau yang pertama berlaku khusus bagi umat Islam saja, baik yang masih awam, atau yang sudah sarjana. Akan tetapi yang kedua berlaku umum bagi siapa saja, termasuk sarjana-sarjana bukan Isalam, yaitu memahami. Akan tetapi realitasnya ada yang sekedar sebagai obyek penelitian saja.
Untuk memahami suatu agama, khususnya Islam memang harus melalui dua model, yaitu tekstual dan konstektual. Tekstual, artinya memahami Islam melalui wahyu yang berupa kitab suci. Sedangkan kontekstual berarti memahami Islam lewat realitas social, yang berupa perilaku masyarakat yang memeluk agama bersangkutan.
Studi budaya di selenggarakan dengan penggunaan cara-cara penelitian yang diatur oleh aturan-aturan kebudayaan yang bersangkutan.
Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagai mahkluk social yang isinya adalah perangkat-perangkat model-model pengetahuan yang secara selektif dapat digunakan untuk memahami dan menginterprestasi lingkungan yang di hadapi, dan untuk mendorong dan menciptakan tindakan-tindakan yang diperlukan.
Islam merupakan agama yang diwahyukan Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW.sebagai jalan hidup untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Agama islam disebut juga agama samawi, selain agama Islam, Yahudi dan Nasrani juga termasuk ke dalam kategori agama samawi. Sebab keduanya merupakan agama wahyu yang diterima Nabi Musa dab Nabi Isa sebagai utusan Allah yang menerima pewahyuan agama Yahudi dan Nasrani.
Agama wahyu bukan merupakan bagian dari kebudayaan. Demikian pendapat Endang Saifuddin Anshari yang mengatakan dalam suatu tulisannya bahwa:
“Agama samawi dan kebudayaan tidak saling mencakup; pada prinsipnya yang satu tidak merupakan bagian dari yang lainnya; masing-masing berdiri sendiri. Antara keduanya tentu saja dapat saling hubungan dengan erat seperti kita saksikan dalam kehidupan dan penghidupan manusia sehari-hari. Sebagaimana pula terlihat dalam hubungan erat antara suami dan istri, yang dapat melahirkan putra, namun suami bukan merupakan bagian dari si istri, demikian pula sebaliknya.
Atas dasar pandangan di atas, maka agama Islam sebagai agama samawi bukan merupakan bagian dari kebudayaan (Islam), demikian pula sebaliknya kebudayaan Islam bukan merupakan bagian dari agama Islam. Masing-masing berdiri sendiri, namun terdapat kaitan erat antara keduanya. Menurut Faisal Ismail, hubungan erat itu adalah bahwa Islam merupakan dasar, asas pengendali, pemberi arah, dan sekaligus merupakan sumber nilai-nilai budaya dalam pengembangan dan perkembangan cultural. Agama (Islam) lah yang menjadi pengawal, pembimbing, dan pelestari seluruh rangsangan dan gerak budaya, sehingga ia menjadi kebudayaan yang bercorak dan beridentitas Islam.
Lebih jauh Faisal menjelaskan bahwa walaupun memiliki keterkaitan, Islam dan kebudayaan merupakan dua entitas yang berbeda, sehingga keduanya bisa dilihat dengan jelas dan tegas. Shalat misalnya adalah unsure (ajaran) agama, selain berfungsi untuk melestarikan hubungan manusia dengan Tuhan, juga dapat melestarikan hubungan manusia dengan manusia juga menjadi pendorong dan penggerak bagi terciptanya kebudayaan. Untuk tempat sholat orang membangun masjid dengan gaya arsitektur yang megah dan indah, membuat sajadah alas untuk bersujud dengan berbagai disain, membuat tutup kepala, pakaian, dan lain-lain. Itulah yang termasuk aspek kebudayaan.
Proses interaksi Islam dengan budaya dapat terjadi dalam dua kemungkinan. Pertama adalah Islam, mewarnai, mengubah, mengolah, dan memperbaharui budaya. Kedua, justru Islam yang diwarnai oleh kebudayaan. Masalahnya adalah tergantung dari kekuatan dari dua entitas kebudayaan atau entitas keislaman. Jika entitas kebudayaan yang kuat maka akan muncul muatan-muatan local dalam agama, seperti Islam Jawa. Sebaliknya, jika entitas Islam yang kuat mempengaruhi budaya maka akan muncul kebudayaan Islam.
Agama sebagai budaya, juga dapat diihat sebagai mekanisme control, karena agama adalah pranata social dan gejala social, yang berfungsi sebagai kontro, terhadap institus-institus yang ada.
Dalam kebudayaan dan peradaban dikenal umat Islam berpegang pada kaidah: Al-Muhafadhatu ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al jaded alashlah, artinya: memelihara pada produk budaya lama yang baik dan mengambil produk budaya baru yang lebih baik.
Oleh karena itu, dapat di simpulkan bahwa hasil pemikiran manusia yang berupa interprestasi terhadap teks suci itu disebut kebudayaan, maka sisitem pertahanan Islam, system keuangan Islam, dan sebagainya yang timbul sebagai hasil pemikiran manusia adalah kebudayaan pula. Kalaupun ada perbedaannya dengan kebudayaan biasa, maka perbedaan itu terletak pada keadaan institusi-institusi kemasyarakatan dalam Islam, yang disusun atas dasar prinsip-prinsip yang tersebut dalam al-Qur`an.
3.      Sebagai interaksi sosial,
Sebagai interaksi sosial, yaitu realitas umat Islam.bila Islam dilihat dari tiga sisi, maka ruang lingkup studi Islam dapat dibatasi pada tiga sisi tersebut. Oleh karena sisi doktrin merupakan suatu keyakinan atas kebenaran teks wahyu, maka hal ini tidak memerlukan penelitian didalamnya.
Melalui pendekatan antropologi hubungan agama dengan berbagai masalh kehidupan manusia, dan dengan itu pula agama terlihat akrab dan fungsional dan berbagai fenomena kehidupan manusia[8].
Islam sebagai sasaran studi social ini dimaksudkan sebagai studi tentang Islam sebagai gejala social. Hal ini menyangkut keadaan masyarakat penganut agama lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala social lainnya yang saling berkaitan.
Dengan demikian yang menjadi obyek dalam kaitan dengan Islam sebagai sasaran studi social adalah Islam yang telah menggejala atau yang sudah menjadi fenomena Islam. Yang menjadi fenomena adalah Islam yang sudah menjadi dasar dari sebuah perilaku dari para pemeluknya.
M. Atho Mudzhar, menulis dalam bukunya, pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, bahwa ada lima bentuk gejala agama yang perlu diperhatikan dalam mempelajari atau menstudi suatu agama. Pertama, scripture atau naskah-naskah atau sumber ajaran dan symbol-simbol agama. Kedua, para penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yaitu yang berkenaan dengan perilaku dan penghayatan para penganutnya. Ketiga, ritus-ritus, lembaga-lembaga dan ibadat-ibadat, seperti shalat, haji, puasa, perkawinan dan waris. Keempat, alat-alat, organisasi-organisasi keagamaan tempat penganut agama berkumpul, seperti NU dan lain-lain[9].
Masih menurut M. Atho Mudzhar, agama sebagai gejala social, pada dasarnya bertumpu pada konsep sosiologi agama. Sosiologi agama mempelajari hubungan timbal balik antara agama dan masyarakat. Masyarakat mempengaruhi agam, dan agama mempengaruhi masyarakat. Tetapi menurutnya, sosiologi sekarang ini mempelajari bukan masalah timbale balik itu, melainkan lebih kepada pengaruh agama terhadap tingkah laku masyarakat. Bagaimana agama sebagai system nlai mempengaruhi masyarakat.
Meskipun kecenderungan sosiologi agama. Beliau member contoh teologi yang dibangun oleh orang-orang syi`ah, orang-orang khawarij, orang-orang ahli al-Sunnah wa al-jannah dan lain-lain. Teologi-teologi yang dibangun oleh para penganut masing-masing itu tidak lepas dari pengaruh pergeseran perkembangan masyarakat terhadap agama.
Persoalan berikutnya adalah bagaimana lita melihat masalah Islam sebagai sasaran studi social. Dalam menjawab persoalan ini tentu kita berangkat dari penggunaan ilmu yang dekat dengan ilmu kealaman, karena sesungguhnya peristiwa-peristiwa yang terjadi mengalami keterulangan yang hampir sama atau dekat dengan ilmu kealaman, oleh karena itu dapat diuji.
Jadi dengan demikian metodologi studi Islam dengan mengadakan penelitian social. Penelitian social berada diantara ilmu budaya mencoba memahami gejala-gejala yang tidak berulang tetapi dengan cara memahami keterulangan.
Sedangkan ilmu kealaman itu sendiri paradigmanya positivism. Paragdima positivism dalam ilmu ini adalah sesuatu itu baru dianggap sebagai ilmu kalau dapat dimati (observable), dapat diukur (measurable), dan dapat dibuktikan (verifiable). Sedangkan ilmu budaya hanya dapat diamati. Kadang-kadang tidak dapat diukur atau diverifikasi. Sedangkan ilmu social yang diangap dekat dengan ilmu kealaman berarti juga dapat diamati, diukur, dan diverifikasi.
Melihat uraian di atas, maka jika Islam dijadikan sebagai sasaran studi social, maka harus mengikuti paragdima positivism itu, yaitu dapat diamati gejalanya, dapat diukur, dan dapat diverifikasi.
Hanya saja sekarang ini juga berkembang penelitian kualitatif yang tidak menggunakan paragdima positivisme. Ini berarti ilmu social itu dianggap tidak dekat kepada ilmu kealaman. Jika halnya demikian, maka berarti dekat kepada ilmu budaya ini berarti sifatnya unik.
Lima hal sebagai gejala agama yang telah disebut di atas kemudian dapat dijadikan obyek dari kajian Islam dengan menggunakan pendekatan ilmu social sebagaimana juga telah dungkap diatas.
Masalahnya tokoh agama Islam, penganut agama Islam, interaksi antar umat beragama, dan lain-lain dapat diangkat menjadi sasaran studi Islam.
C.     Pendekatan-pendekatan dalam metodologi studi islam
Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif diberbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya dijadikan sekadar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekadar disampaikan dalam khotbah, melainkan secara konsepsional menunujukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah. . Adapun pendekatan yang dimaksud di sini (bukan dalam konteks penelitian), namun cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam satu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama
Diketahui bahwa islam sebagai agama yang memiliki banyak dimensi, yaitu mulai dari dimensi keimanan, akal pikiran, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, sejarah, perdamaian, sampai pada kehidupan rumah tangga, dan masih banyak lagi. Untuk memahami berbagai dimensi ajaran Islam tersebut jelas memerlukan berbagai pendekatan yang digali dari berbagai disiplin ilmu. Di dalam Alqur’an yang merupakan sumber ajaran Islam, misalnya dijumpai ayat- ayat tentang proses pertumbuhan dan perkembangan anatomi tubuh manusia. Untuk menjelaskan masalah ini jelas memerlukan dukungan ilmu anatomi tubuh manusia. Selanjutnya untuk membahas ayat- ayat yang berkenaaan dengan masalah tanaman dan tumbuh- tumbuhan jelas memerlukan bantuan ilmu pertanian.
Berkenanaan dengan pemikiran diatas, maka kita perlu mengetahui dengan jelas pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam memahamai agama. Hal ini perlu dilakukan, karena melalui pendekatan tersebut kehadiran agama secara fugsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional, dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama, dan hal ini tidak boleh terjadi. Untuk lebih jelasnya pendekatan tersebut dapat kita pelajari sebagai berikut:
1.      Pendekatan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yamng menguasai hidupnya. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara yang terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaannya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia.
Harus ditegaskan disini bahwa orang yang pertama kali menggagas sekaligus memperaktikkan sosiologi sebagai sebuah disiplin ilmu baru yang mandiri adalah ibn khaldun. Namun, sebagian besar sosiolog memandang kontribusi ibn khaldun begitu kecil dalam sosiologi. Mereka lebih mengakui karl max dan august comte sebagai seorang yang yang paling berjasa bagi disiplin ilmu sosiologi.[10]
Pendekatan sosiologis dibedakan dari pendekatan studi agama lainnya karena fokus perhatiannya pada interaksi antara agama dan masyarakat. Teori sosiologis tentang watak agama serta kedudukan dan signifikansinya dalam dunia sosial, mendorong di tetapkannya serangkaian kategori-kategori sosiologis, meliputi:
a.       Stratifikasi sosial, seperti kelas dan etnisitas
b.      Kategori bisosial, seperti seks, gender perkawinan, keluarga masa kanak-kanak dan usia
c.       Pola organisasi sosial, meliputi politik, produksi ekonomis, sistem-sistem pertukaran dan birokrasi.
d.      Proses sosial, seperti formasi batas, relasi intergroup, interaksi personal, penyimpangan, dan globalisasi.[11]
Dalam al-quran terdapat tuntunan yang banyak membicarakan realitas tertinggi yang menunjukan bahwa Ia, secara filosofis, tidak menerima selainnya. Namun disisi lain (sosiologis), Ia juga dengan sangat toleran menerima kehadiran keyakinan lain (lakum dinukum waliyaddin).[12]
2.      Pendekatan Historis
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang membahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut, dan lain sebagainya.[13]
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang kongkrit bahkan berkaitan dengan kondisi social kemasyarakatan. Dalam kontek ini Kuntowijaya telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam hal ini islam menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari Al-qur’an, ia sampai pada kesimpulan bahwa dasarnya kandungan Al-qur’an itu menjadi dua bagian. Bagian pertama berisi konsep-konsep dan bagian kedua berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empirism dan mendunia. Dari kedaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarassan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada dalam empiris dan historis. Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena Agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan.
3.      Pendekatan Antropologis
Pendekatan ini dapat diartikan sebagai salah satu upaya dalam memahamai agama dengan cara melihat wujud praktek keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui perndekatan ini agama tamapak lebih akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya.
Dalam berbagai penelitian antropologi. Agama dapat ditemukan adanya hubungan positif antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik golongan masyarakat yang kurang mampu pada umumnya lebih tertarik kepada gerakan-gerakan keagamaan yang mesianis, yang menjanjikan perubahan tatanan sosial masyarakat. Sedangkan golongan orang yang kaya lebih cenderung untuk mempertahankan tatanan masyarakat yang sudah mapan secara ekonomi lantaran tatanan itu menguntungkan pihaknya.
Melalui pendekatan antropologi sosok agamayang berada pada daratan empiric akan dapat dilihat serat-seratnya dan latar belakang mengapa ajaran agama tersebut muncul dan dirumuskan. Antropologi berupaya melihat hubungan antara agama dengan berbagai pranata yang terjadi dimasyarakat.[14]
Dalam pendekatan ini kita melihat bahwa agama ternyata berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dalam hubungan ini, jika ingin mengubah pandangan dan sikap etos kerja seseorang maka dapat dilakukan dengan cara mengubah pandangan keagamaan. Selanjutnya melalui pendekatan antropologis ini, kita dapat melihat agama dalam hubungannya dengan mekanisme pengorganisasian.
Salah satu konsep kunci terpenting dalam antropologi adalah modern adalah holisme, yakni pandangan bahwa prakyik-praktik sosial harus diteliti dalam konteks dan secara esensial dilihat sebagai praktik yang berkaitan dengan yang lain dalam masyarakat yang sedang diteliti. Para antropologis harus melihat agama dan praktik-praktik pertanian, kekeluargaan dan politik, magic dan pengobatan (secara bersama-sama maka agama tidak bisa dilihat sebagai system otonom yang tidak terpengaruh oleh praktik-praktik sosial lainnya.[15]
4.      Pendekatan Psikologi
Psikologi atau ilmu jiwa adalah jiwa yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiah Daradjat, perilaku seseorang yang tampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Ilmu jiwa agama sebagaimana yang dikemukakan Zakiah Daradjat, tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang dianut seseorang, melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya.
Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan seseorang juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan uasianya. Dengan ilmu agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkannya.
Label “psikologi agama” seolah menunjukan bahwa bidang ini merupakan cabang psikologi yang concern dengan subjek agama, sejajar dengan psikologi pendidkan, atau psikologi olahraga, atau psikologi klinis. Akan tetapi kenyataanya, psikologi agama berada di bagian luar mainstream psikologi.[16]
D.    Tujuan Studi Islam
Studi Islam sebagai usaha untuk mempelajari secara mendalam tentang islam dan segala seluk beluk yang berhubungan dengan agama islam sudah barang tentu mempunyai tujuan yang jelas, yang sekaligus menunjukan kemana Studi Islam tersebut diarahkan. Dengan arah dan tujuan yang jelas itu, maka dengan sendirinya Studi Islam akan merupakan usaha sadar dan tersusun secara sistematis.
Adapun arah dan tujuan Studi Islam dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Untuk mempelajari secara mendalam tentang apa sebenarnya (hakikat) agam islam itu, dan bagaimana posisi serta hubungannya dengan agama-agama lain dalam kehidupan budaya manusia.
Sehubungan dengan ini, Studi Islam dilaksanakan berdasarkan asumsi bahwa sebenarnya agama islam diturunkan oleh Allah adalah untuk membimbing dan mengarahkan serta menyempurnakan pertumbuhan dan perkembangan agama-agama dan budaya umat dimuka bumi.
2.      Untuk mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi ajaran agama islam yang asli, dan bagaimana penjabaran dan operasionalisasinya dalam pertumbuhan dan perkembangan budaya peradaban islam sepanjang sejarahnya. Studi ini berasumsi bahwa agama islam adalah fitrah sehingga pokok-pokok isi ajaran agama islam tentunya sesuai dan cocok dengan fitrah manusia. Fitrah adalah potensi dasar, pembawaan yang ada, dan tercipta dalam proses pencipataan manusia.
3.      Untuk mempelajari secara mendalam sumber dasar ajaran agama islam  yang tetap abadi dan dinamis, dan bagaimana aktualisasinya sepanjang sejarahnya. Studi ini berdasarkan asumsi bahwa agama islam sebagai agama samawi terakhir membawa ajaran yang bersifat final dan mampu memecahkan masalah kehidupan manusia, menjawab tantangan dan tuntutannya sepanjang zaman.Dalam hal ini sumber dasar ajaran agama islam akan tetap actual dan fungsional terhadap permasalahan hidup dan tantangan serta tuntutan perkembangan zaman tersebut.
4.      Untuk mempelajari secara mendalam prinsip-prinsip dan nilai-nilai dasar ajaran agama islam, dan bagaimana realisasinya dalam membimbing dan mengarahkan serta mengontrol perkembangan budaya dan peradaban manusia pada zaman modern ini. Asumsi dari studi ini adalah, islam yang meyakini mempunyai misi sebagai rahmah li al-‘alamin tentunya mempunyai prinsip dasar yang bersifat universal, dan mempunyai daya dan kemampuan untuk membimbing, mengarahkan dan mengendalikan factor-faktor potensial dari pertumbuhan dan perkembangan system budaya dan peradaban modern.[17]
BAB III
KESIMPULAN
Menurut bahasa (etimologi), metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta (sepanjang), hodos (jalan). Jadi, metode adalah suatu ilmu tentang cara atau lanhkah-langkah yang di tempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.
      Menurut istilah (terminologi), metode adalah ajaran yang memberi uraian, penjelasan, dan penentuan nilai. Metode biasa digunakan dalam penyelidikan keilmuan. Hugo F. Reading mengatakan bahwa metode adalah kelogisan penelitan ilmiah, sistem tentang prosedur dan teknik riset.
Pendektan antropolgi sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karna dalam ajaran agama terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan ilmu antropologi dengan cabang-cabangnya.
Sejarah atau histories adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut.



DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rozak.
2008    Metodologi Studi Islam, Pustaka Setia, Bandung.
Abuddin Nata.
2012    Metodologi Studi Islam, Rajawali Pres, Jakarta.
____________,
2004    Metode Studi Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Atang, Abd. hakim & Jaih Mubarok.
2009    Metode Studi Islam, Remaja Rosdakarya Bandung.
Atho Mudzahar.
2007    Pendekatan Studi Islam, Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Mukti Ali.
1991    Metodologi Memahami Agama Islam, Bulan Bintang, Jakarta.
Muhaimin dkk.
2012    Studi Islam Dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan Jakarta: Kencana, Cet Ke-II,
Partanto, Pios A M. dahlan al-barry.
1994    Kamus Ilmiyah Populer, Penerbit Arkola, Surabaya.
Peter Conolly.
2002    Aneka Pendekatan Studi Agama,  Lkis, Yogyakarta.
Tadris Kimia.
2010    Metodologi Studi Islam 2008, Takimia Production, Semarang.


[1] Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam (Yogyakarta: pustaka pelajar, 2007 ) Hlm 11
[2] Abdul Rozak. Metodologi Studi Islam. (Bandung :pusataka setia, 2008) Hlm 68
[3] Mukti Ali.Metode Memahami Agama Islam (Jakarta :bulan bintang,1991) Hlm 27
[4] Abdul Rozak loc.cit., Hlm 68
[5] Ibid Hlm 68
[7] Atho Mudzhar, Op.cit., Hlm 19
[9] Atho mudzhar, op.cit.,Hlm 13-14
[10] Pios A partanto M. dahlan al barry, Kamus Ilmiyah Populer, (Surabaya : penerbit arkola, 1994) hlm.462
[11] Pios A partanto M. dahlan al barry, Kamus Ilmiyah Populer, (Surabaya : penerbit arkola, 1994) hlm.20
[12] Peter Conolly,  aneka pendekatan studi agama, (Yogyakarta: Lkis, 2002).hlm 283
[13] Atang abd. hakim DR. Jaih Mubarok. Metode studi islam.(Bandung: remaja rosdakarya 2009).hlm 5
[14] Tadris Kimia 2008, Metodologi Studi Islam. (Semarang: takimia production, 2010) hlm. 96
[15] Abbudin  nata, metode studi islam,( Jakarta: Raja grafindo persada 2004) hlm.391
[16] Ibid, hlm.3
[17] Muhaimin dkk, Studi Islam dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan, Jakarta: Kencana, 2012, hlm 9-12

0 komentar:

Posting Komentar

Romi Syahrurrohim. Diberdayakan oleh Blogger.